Listrik Lebanon Menyala Lagi Usai Mati Lampu 24 Jam Berkat Dana Pinjaman
Kompas dunia | 11 Oktober 2021, 06:29 WIB
B
EIRUT, KOMPAS.TV - Listrik di Lebanon kembali menyala, Minggu (10/10/2021), setelah mati lampu selama 24 jam karena suplai energi dihentikan.
Kementerian Energi mengungkapkan bank sentral Lebanon telah mengabulkan bantuan dana kredit sebesar 100 juta dolar AS (Rp1,4 triliun), untuk membeli bahan bakar.
Selain itu, juga untuk mengoperasikan stasiun pembangkit listrik.
Pembangkit listrik di Lebanon dimatikan sejak Sabtu (9/10/2021), dan pejabat terkait mengungkapkan baru akan dinyalakan beberapa hari kemudian.
Baca Juga: Redakan Ketegangan di Perbatasan Himalaya, Komandan Pasukan India dan China Bertemu
Lebanon selama 18 bulan terakhir memang mengalami kekurangan bahan bakar yang parah, dan krisis ekonomi.
Krisis tersebut membuat lebih dari setengah populasi di Lebanon mengalami kemiskinan.
Mata uang Lebanon juga mengalami penurunan, dan demonstrasi besar-besaran terhadap politisi terjadi di sejumlah tempat.
Seperti dikutip dari BBC, menurunnya nilai tukar mata uang membuat Lebanon kesulitan membayar penyuplai energi di luar negeri.
Mati lampu total terjadi pada pertengahan Sabtu, ketika dua pembangkit listrik Lebanon ditutup karena kehabisan bahan bakar.
Namun pada pernyataan di hari Minggu, perusahaan penyedia listrik negara menegaskan telah mengirimkan tenaga listrik dengan level yang sama sebelum mati lampu.
Baca Juga: Serangan Bom Terhadap Konvoi Gubernur Aden dan Menteri Pertanian Yaman Tewaskan 6 Orang
Bahkan sebelum mati lampu berkepanjangan seperti sebelumnya, masyarakat hanya menerima listrik selama dua jam sehari.
Pemadaman kemarin membuat seluruh Lebanon bergantung pada generarator bertenaga disel swasta untuk listrik.
Namun, cara ini semakin mahal untuk dijalankan di tengah kekurangan bahan bakar, dan tak mampu menutupi kekeurangan jaringan listrik nasional.
Pihak tentara Libanon telah setuju menyerahkan sebagaian bahan bakarnya untuk membuat pembangkit listrik bekerja kembali, sampai lebih banyak yang dapat diimpor.
Penulis : Haryo Jati Editor : Desy-Afrianti
Sumber : BBC