Riset Sebut Pinjaman dari China Jadi Jebakan Buat Negara Miskin
Kompas dunia | 30 September 2021, 13:18 WIBVIRGINIA, KOMPAS.TV - Lembaga penelitian pembangunan internasional yang berbasis di Amerika Serikat, AidData, membeberkan dampak pinjaman yang diberikan China kepada negara berpenghasilan menengah rendah.
Menurut AidData, saat ini ada 45 negara miskin yang memiliki utang sebesar 385 miliar dollar AS atau sekitar Rp5.500 triliun (asumsi kurs Rp14.300) kepada China. Jumlah utang negara miskin itu, bahkan mencapai 10 persen lebih besar dari produk domestik bruto (PDB) mereka.
Mengutip dari AFP, China memang tengah gencar memberikan pinjaman ke negara-negara lain lewat program The Belt and Road Initiative (BRI). Program itu merupakan ide Presiden Xi Jin Ping sejak 2013, untuk membuat aliansi ekonomi besar dengan China sebagai porosnya.
"Program BRI sebenarnya hanyalah China yang "memburu proyek yang paling menguntungkan," kata Direktur Eksekutif AidData Brad Parks, dikutip dari AFP, Kamis (30/9/2021).
Baca Juga: Duh, Pemerintah Harus Keluar Duit Rp405 Triliun Cuma Buat Bayar Bunga Utang di 2022
Biasanya, pinjaman yang didapat dari China digunakan untuk membangun proyek infrastruktur. Seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bendungan, rel kereta api, bandara, dan lainnya.
Tapi kini, 30 persen dari proyek yang didanai China lewat BRI di negara miskin, menjadi ajang korupsi dan penuh skandal. AidData juga menyebut, ada kesepakatan yang tidak jelas antara pemerintahan negara miskin dengan perbankan atau perusahaan China yang menjadi kreditur.
Hingga akhirnya, puluhan negara miskin itu tidak mampu membayar utang mereka. Selain memberi pinjaman ke 45 negara miskin, program BRI dari China juga memberikan pinjaman ke sekitar 140 negara lainnya.
Mayoritas negara yang berutang ke China ada di wilayah Afrika dan Asia Tengah. Dengan total nilai piutang yang berbentuk investasi senilai 843 miliar dollar AS atau Rp12.000 triliun.
Baca Juga: Gara-gara Kekurangan Sopir Truk, Susu hingga BBM Langka di Inggris
“Hampir 70 persen dari uang telah dipinjamkan ke bank-bank negara atau usaha patungan antara bisnis China dan mitra lokal di negara-negara yang sudah sangat berhutang budi kepada Beijing,” ujar Parks.
Parks melanjutkan, pinjaman dari China biasanya diberikan ke pihak selain pemerintah pusat negara yang berutang. Namun akhirnya, pemerintah pusat menjadi penjamin jika pihak lain tersebut tidak bisa membayar.
"Kontraknya tidak jelas dan pemerintah sendiri tidak tahu persis berapa banyak sebenarnya yang mereka harus bayar ke China," ucap Parks.
Ia mengatakan, banyak pemimpin negara yang awalnya ingin ikut-ikutan BRI, sekarang menangguhkan atau membatalkan proyek infrastruktur China, karena masalah keberlanjutan utang.
Hal itu membuat pertumbuhan program BRI melambat selama 2 tahun terakhir karena penolakan dari peminjam. Negara-negara kaya G7 juga mengumumkan skema saingan untuk melawan dominasi Beijing dalam pinjaman global tahun ini.
Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti
Sumber :