Pengakuan Komandan ISIS-K Sebelum Ledakan Bom di Bandara Kabul: Menunggu Waktu untuk Menyerang
Kompas dunia | 29 Agustus 2021, 12:42 WIBKABUL, KOMPAS.TV - Seorang Komandan ISIS-K memberikan pengakuan mengejutkan sebelum terjadinya ledakan bom bunuh diri di Bandara Kabul, Afghanistan.
Pemimpin yang namanya tak disebutkan itu mengungkapkan mereka tengah menunggu waktu untuk menyerang.
Hal itu diungkapkannya saat diwawancara oleh Koresponden CNN, Clarissa Waed sebelum terjadinya ledakan bom bunuh diri di luar Bandara Kabul, Afghanistan, Kamis (26/8/2021).
Sang komandan ketika itu menegaskan bahwa mereka berusaha untuk tak menonjol sebelum waktunya tiba.
Baca Juga: Taliban Mengaku Masuki Panjshir, Kelompok Anti-Taliban Membantah: Tak Ada Pertempuran
“Ketika orang asing dan warga dunia mulai meninggalkan Afghanistan, kami akan mulai melakukan operasi,” tutur Komandan ISIS-K tersebut.
Seperti dilansir dari Sputnik News, Komandan ISIS-K itu juga mengungkapkan dirinya memimpin grup yang berjumlah 600 orang serta beberapa di antaranya adalah warga India dan Pakistan.
Komandan tersebut mengungkapkan ia dulunya sempat menjadi bagian dari Taliban.
Namun, ia kemudian memutuskan keluar setelah kelompok tersebut menjadi lebih moderat karena pengaruh tekanan barat.
“Sebelumnya kami beroperasi dengan Taliban. Bagaimana pun, orang-orang ini tak sejalan dengan kami dalam hal keyakininan. Itu sebabnya kami bergabung dengan ISIS,” tuturnya kepada Ward.
“Jika mereka sejalan dengan kami terkait hal ini, maka ia adalah saudara kami. Tetapi jika sebaliknya, kami akan mendeklarasikan perang terhadapnya, meski ia adalah Taliban atau yang lainnya,” lanjut sang komandan.
Baca Juga: Kelompok Anti-Taliban Ingin Terlibat dalam Pemerintahan Afghanistan
Sumber tersebut mengonfirmasikan bahwa ISIS-K memang melakukan serangan bunuh diri dan eksekusi.
Ia juga mengakui kelompoknya kerap berhadapan dengan tentara Amerika Serikat (AS) pada berbagai kesempatan, termasuk pertempuran jarak dekat.
Serangan bom bunuh diri di luar Bandara Kabul telah membuat lebih dari 170 orang kehilangan nyawa.
Sebanyak 13 orang di antaranya adalah tentara AS, yang terdiri dari 12 Marinir dan satu petugas medis Angkatan Laut AS.
Penulis : Haryo Jati Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV/CNN/Sputnik News