Kisah Remaja Paling Cerdas Afghanistan, Masuk Universitas Kedokteran Kabul, Kini Ragu Masa Depannya
Kompas dunia | 27 Agustus 2021, 22:18 WIBKABUL, KOMPAS.TV - Salgy Baran, remaja perempuan Afghanistan berusia 18 tahun, mendapat nilai tertinggi di seluruh Afghanistan pada ujian masuk universitas tahun ini, tetapi dia tidak memiliki jawaban untuk apa yang akan terjadi selanjutnya di masa depannya, seperti dilansir Associated Press, Jumat, (27/08/2021)
Remaja berusia 18 tahun itu ingin tinggal di Afghanistan dan menjadi dokter, tetapi seperti banyak warga Afghanistan lainnya, rencana itu tenggelam ke dalam lautan keraguan ketika Taliban memasuki ibu kota Kabul awal bulan ini, mengakhiri pengambilalihan yang menakjubkan mereka atas Afghanistan.
Para pemimpin Taliban mengatakan perempuan dan anak perempuan akan dapat bersekolah dan bekerja selama sesuai dengan hukum Islam, tetapi tanpa memberikan rincian, sementara anggota terkemuka lain dari Taliban di Doha mencibir gagasan ruang kelas campuran yang terdiri dari mahasiswa dan mahasiswi, serta mengisyaratkan tindakan yang lebih reaksioner.
"Saya tidak takut sekarang, tapi saya khawatir tentang masa depan saya," kata Salgy Baran kepada The Associated Press dalam wawancara video dari Kabul. "Apakah mereka mengizinkan saya untuk mendapatkan pendidikan atau tidak?"
Taliban mengatakan evakuasi massal orang asing dan warga Afghanistan yang takut akan kekuasaan Taliban harus berakhir pada 31 Agustus, tanggal yang ditetapkan sendiri oleh Amerika Serikat untuk menarik pasukan terakhirnya setelah 20 tahun berada di Afghanistan.
Baca Juga: Lima Anggota Tim Robotika Perempuan Afghanistan Tiba di Meksiko
Mereka menuduh negara-negara Barat memikat para dokter, insinyur, dan profesional lain warga Afghanistan yang keterampilannya akan dibutuhkan untuk membangun kembali negara yang dilanda perang itu.
Jika itu masalahnya, mereka harus berharap Salgy Baran tetap tinggal, karena jelas dia adalah pemudi harapan bangsa.
Dia dibesarkan dalam keluarga kelas menengah di pedesaan Afghanistan timur, di mana perawatan medis masih sangat kurang meskipun hidup di dua dekade yang penuh dengan pembangunan internasional.
Ketika dia berusia 7 tahun, ayahnya yang menderita diabetes meninggal setelah dokter memberinya insulin terlalu banyak hingga overdosis. Itu membuatnya memutuskan untuk menjadi jenis dokter yang tidak melakukan kesalahan.
Keluarga itu pindah ke Kabul tahun 2015, di mana pembatasan sosial terhadap perempuan lebih sedikit.
Keluarganya kerja keras dan banting tulang untuk mendukung Salgy melanjutkan studinya. Mereka menggambarkan Salgy sebagai anak pendiam yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca dan belajar matematika.
Baca Juga: Taliban, Al-Qaeda dan ISIS Ternyata Bertolak Belakang dan Sering Baku Bunuh, Simak Kisah Mereka
Ujian tahun ini, semacam Ujian Nasional SMA versi Afghanistan, diadakan beberapa waktu sebelum pengambilalihan Taliban.
Salgy mendapat nilai tertinggi dari siapa pun di Afghanistan, dari sekitar 174.000 anak laki-laki dan perempuan, menurut National Examination Authority.
Prestasi itu membuat Salgy mendapat tempat di Universitas Ilmu Kedokteran Kabul, sekolah kedokteran terbaik di negara itu.
Seluruh generasi perempuan Afghanistan mendapat manfaat dari tatanan baru yang didukung Barat, yang didirikan setelah invasi pimpinan AS tahun 2001 yang mengusir Taliban dari kekuasaan.
Ketika terakhir Taliban memerintah negara itu, perempuan dilarang bersekolah atau bekerja di luar rumah. Mereka hanya bisa keluar jika ditemani oleh kerabat laki-laki, dan itupun harus mengenakan burka.
Kemajuan sejak tahun 2001 cukup pesat namun sebagian besar terbatas pada daerah perkotaan.
Badan anak-anak PBB UNICEF memperkirakan 3,7 juta anak Afghanistan tidak bersekolah, 60% di antaranya perempuan, sementara 17% perempuan dipaksa menikah sebelum ulang tahun ke-15 mereka.
Tetapi pada malam pengambilalihan Taliban, kaum perempuan tampil di segala bidang, termasuk ketentaraan. Anak perempuan bersekolah, khususnya di Kabul dan kota-kota lain, sementara perempuan dapat ditemukan aktif menjadi anggota parlemen, pejabat pemerintah, dan tokoh bisnis.
Kehadiran kembali Taliban membuat banyak yang kuatir sejarah kembali terulang dan waktu kembali mundur.
Baca Juga: Taliban Sedang Membentuk Pemerintahan Inklusif, Libatkan Pemimpin Muda Seluruh Etnis dan Suku
Seiring jaminan dari Taliban bagi hak dan peran perempuan, pekerjaan berat selanjutnya adalah membuktikan seberapa amanah kelompok Taliban dengan janji dan kata-kata mereka sendiri.
Abdul Baqi Haqqani, seorang pejabat Taliban yang mengawasi pendidikan tinggi, mengatakan perempuan akan dapat melanjutkan studi mereka di “fasilitas yang layak,” tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Namun pejabat Taliban lainnya, Mohammad Khalid, yang berpidato di konferensi ulama Muslim awal pekan ini, menyatakan jijik pada gagasan bahwa nanti anak laki-laki dan perempuan akan belajar di kelas yang sama.
Interpretasi Syariah, atau hukum Islam, sangat bervariasi di seluruh dunia Muslim, tetapi di sebagian besar negara, wanita bekerja dan belajar dengan relatif bebas, untuk sama-sama mengejar kemajuan umat manusia.
Taliban bisa saja hanya mewajibkan perempuan menggunakan jilbab Muslim atau memaksa ruang kelas terpisah untuk anak laki-laki dan perempuan.
Tapi tidak ada yang benar-benar tahu, setidaknya semua belum tahu kemana arah kebijakan Taliban nanti.
Salgy Baran dan keluarganya berniat maupun berencana segera untuk bergabung dengan eksodus warga Afghanistan, tetapi mereka khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya di masa depan.
“Saya punya tujuan saat berada di bawah pemerintahan sebelumnya, saya sudah merencanakan semuanya selama beberapa tahun,” katanya.
“Tapi di bawah pemerintahan ini, saya tidak bisa berkata apa-apa. Bahkan hari esok pun tidak pasti.”
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV/Associated Press