ISKP, ISIS Afiliasi Afghanistan Jadi Tersangka Utama Pelaku Bom Bunuh Diri di Luar Bandara Kabul
Kompas dunia | 27 Agustus 2021, 02:35 WIBKABUL, KOMPAS.TV – ISKP, afiliasi milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) di Afghanistan, dituding menjadi tersangka utama ledakan bom bunuh diri yang terjadi di luar Bandara Kabul, Kamis (26/8/2021).
Hal itu sempat diungkap penasihat keamanan nasional Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Jake Sullivan, seperti dilansir The Guardian, Kamis.
Pada Minggu (22/8/2021), Sullivan menyebut adanya ancaman “akut dan terus-menerus” terhadap evakuasi yang tengah berlangsung di ibu kota Afghanistan dari ISKP. Pekan ini, ancaman itu pula digemakan oleh para pejabat Inggris dan negara-negara Barat lainnya.
Banyak pihak mengkhawatirkan peningkatan serangan oleh ISKP, Kelompok Negara Islam Provinsi Khorasan.
Mengutip Wikipedia, Khorasan atau Khorasan Raya adalah istilah modern untuk menyebut wilayah timur Persia kuno sejak abad ke-3. Khorasan Raya meliputi wilayah yang kini merupakan bagian dari Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan.
“ISKP bangkit setelah masa sulit pada 2019 dan paruh pertama 2020. Tetapi mereka tiba-tiba terdiam sejak pengambilalihan Taliban. Kemungkinan alasannya, mereka tengah bersiap untuk melakukan aksi baru,” tutur Charlie Winter, peneliti senior di Pusat Studi Radikalisasi Universitas London.
Bandara Kabul Adalah Target Sempurna
Lebih lanjut Winter menguraikan, kerumunan orang, pesawat dan infrastruktur di bandara Kabul merupakan tempat yang strategis untuk jenis serangan dengan korban massal yang kerap dilakukan oleh ISIS.
Bandara Kabul juga merupakan “pertemuan sempurna dari berbagai target” kelompok di Afghanistan: militer AS, warga Afghanistan yang membantu upaya Barat yang dipandang sebagai kolaborator, serta Taliban yang dianggap “murtad” oleh ISKP.
ISKP menganggap serangan di Bandara Kabul sebagai “kemenangan besar”.
Baca Juga: Ledakan karena Dua Bom Bunuh Diri Terjadi di Luar Bandara Kabul, 13 Orang Tewas
“Mereka mencapai beberapa tujuan: menyasar target yang sah (dari sudut pandang mereka), mengirim sinyal bahwa mereka masih menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan, dan menantang proyek negara Taliban dengan menegaskan bahwa kelompok itu tidak dapat mengamankan Kabul,” papar Tore Hamming, seorang ahli Jihadisme Suni Denmark yang mempelajari ISIS.
ISKP didirikan kurang dari enam tahun lalu setelah dua perwakilan ISIS berkunjung ke provinsi Baluchistan di barat-daya Pakistan untuk bertemu dengan sekelompok kecil komandan Taliban yang tidak puas dan ekstremis lain yang berperang di wilayah itu, namun mereka terpinggirkan dalam gerakan jihad di sana.
Organisasi induk utama ISIS kemudian mendekati puncak kejayaan mereka dengan merebut petak-petak wilayah Suriah dan Irak melalui serangkaian serangan kilat.
ISIS telah mulai merencanakan ekspansi globalnya bahkan sebelum meraih sejumlah kemenangan yang membuatnya menjadi sorotan dunia internasional. ISIS pun mulai membangun afiliasi di seluruh dunia Islam.
Baca Juga: Ledakan Bom Bunuh Diri di Bandara Kabul, Kedubes AS di Afghanistan Segera Keluarkan Peringatan Ini
ISIS dan ISKP Menganggap Taliban “Murtad”
Gerakan-gerakan Islam lokal yang ada kerap melawan balik atas upaya-upaya itu. Di Afghanistan, Taliban menentang ekspansi ISKP. Pula Al-Qaeda, pasukan pemerintah Afghanistan dan AS.
ISIS dan ISKP meyakini, Taliban telah meninggalkan Islam lantaran kesediaan mereka bernegosiasi dengan AS. Taliban juga dinilai bersikap pragmatis dan gagal menerapkan hukum Islam dengan tegas.
“Seperti di Irak dan Suriah, ISIS di Khorasan membuat kesalahan dengan menjadi terlalu eksklusif. Ia gagal terlibat dan bekerja sama dengan para aktor berpikiran sama. Pada akhirnya, pendekatan ini mengakibatkan kelompok ini menghadapi terlalu banyak musuh,” terang Hamming.
Dalam beberapa bulan terakhir, ISKP melakukan serangkaian operasi mematikan dengan kebrutalan khasnya. Selama empat bulan pertama tahun 2021, Misi Bantuan PBB di Afghanistan UNAMA mencatat 77 serangan yang diklaim atau dituding telah dilakukan oleh ISKP.
Serangkaian serangan itu menyasar target yang lebih luas dari sebelumnya: muslim Syiah, jurnalis dan orang asing, serta infrastruktur sipil dan personel militer.
Namun, sejumlah pihak menyatakan, jumlah serangan tak mesti menjadi ukuran terbaik untuk menilai kekuatan mereka.
Baca Juga: Ancaman Serangan ISIS Makin Tinggi di Bandara Kabul, Warga Agar Segera Bubar dan Mencari Tempat Aman
Satu-satunya Kelompok Penolakan Murni di Afghanistan
Awal tahun ini, ISKP berusaha untuk tetap relevan dan membangun kembali jajarannya, dengan fokus merekrut dan melatih para pendukung baru dari kalangan Taliban yang menolak proses perdamaian.
ISKP tetap melakukan upaya itu di tengah kerugian teritorial, kepemimpinan, tenaga kerja dan finansial yang mereka derita selama tahun 2020 di provinsi timur Afghanistan.
Dalam sebuah laporan intelijen dari sejumlah negara anggota, PBB mengungkap, kekalahan teritorial ISKP telah memengaruhi kemampuan kelompok itu dalam merekrut dan menggalang pendanaan baru.
Kekalahan yang mereka derita begitu hebatnya, hingga ISKP terpaksa memberi pengampunan bagi para anggota mereka yang telah menyerah pada pemerintah.
Sejak Juni 2020, ISKP telah memiliki pemimpin baru yang ambisius, diyakini merupakan orang Arab, tak seperti pendahulunya yang kebanyakan berasal dari Pakistan, dan tetap berbahaya.
Salah satu strategi ISKP, yakni memosisikan diri sebagai satu-satunya kelompok penolakan murni di Afghanistan, untuk merekrut milisi Taliban yang tak puas dan milisi lainnya untuk memperkuat barisan.
Para petempur ISKP banyak berasal dari luar Afghanistan, sebagian besar dari Pakistan, Tajikistan dan Uzbekistan. ISKP disebut-sebut mempertahankan hubungan dengan pimpinan pusat ISIS di Irak, namun detail hubungan itu masih belum jelas.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : The Guardian