Taliban Inginkan Hubungan Diplomatik dan Perdagangan dengan Semua Negara
Kompas dunia | 23 Agustus 2021, 00:20 WIBKABUL/JENEWA - KOMPAS.TV - Salah satu pendiri Taliban Abdul Ghani Baradar mengatakan kelompoknya bermaksud menjalin hubungan baik dengan semua negara di dunia, serta menyangkal adanya kabar bahwa mereka tidak menginginkan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.
"Imarah (atau Emirat) Islam Afghanistan (Taliban) menginginkan hubungan diplomatik dan perdagangan dengan semua negara, termasuk dengan Amerika Serikat," kata Abdul Ghani Baradar di platform media sosial Twitter pada Kamis (19/08/2021).
"Kami tidak pernah membicarakan pemutusan hubungan dagang dengan negara mana pun. Rumor tentang berita ini telah menjadi propaganda. Itu tidak benar," katanya.
Juru bicara resmi Taliban, Zabihullah Mujahid, membantah adanya pernyataan dari Abdul Ghani Badar yang tersebar di Twitter. Menurutnya, Abdul Ghani Baradar tidak memiliki akun media sosial resmi.
Walau begitu dua hari sebelumnya, Kamis (19/08/2021), Zabihullah mengeluarkan pernyataan resmi yang senada melalui Twitter tanpa spesifik menyebut Amerika Serikat.
"Imarah (atau Emirat) Afghanistan ingin hubungan diplomatik dan perdagangan yang baik dengan semua negara. Kami belum membicarakan hubungan perdagangan dengan negara manapun. Kami menolak pemberitaan terkait hal tersebut (pembicaraan dagang)."
Baca Juga: Makin Darurat, Menhan AS Aktifkan Armada Udara Cadangan untuk Evakuasi Warga dari Kabul
Sebelumnya pada hari itu, Baradar tiba di ibu kota Afghanistan, Kabul, untuk berbicara dengan para pemimpin lain kelompok Taliban tentang pembentukan pemerintahan baru. Dia kembali ke Kandahar dari Doha, ibu kota negara Teluk Qatar Selasa lalu dan dilanjutkan ke Kabul, dua hari lalu.
Seorang juru bicara mengatakan Taliban akan mengumumkan kerangka pemerintahan baru untuk Afghanistan dalam beberapa minggu ke depan.
"Para ahli hukum, agama dan kebijakan luar negeri Taliban bertujuan untuk mempresentasikan kerangka pemerintahan baru dalam beberapa minggu ke depan," kata juru bicara itu, dilansir Straits Times, Minggu (22/08/2021).
Taliban selama ini mengikuti versi ultra-garis keras dari Islam Sunni. Namun mereka kini berusaha menampilkan wajah yang lebih moderat sejak kembali berkuasa. Mereka mengatakan, menginginkan perdamaian dan akan menghormati hak-hak perempuan dalam kerangka hukum Islam.
Ketika berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001, Taliban juga dipandu oleh hukum Islam versi tafsir kelompok Taliban, di antaranya termasuk melarang perempuan bekerja atau keluar rumah tanpa mengenakan burkak dan melarang anak perempuan pergi ke sekolah.
Baca Juga: Pemimpin Taliban Angkat Bicara, Singgung Pemerintahan Baru dan Hak-Hak Perempuan di Afghanistan
Sementara, warga di Afghanistan, pemberi bantuan internasional, dan kelompok advokasi, melaporkan adanya reaksi keras dari pihak Taliban terhadap protes dan unjuk rasa.
Pihak Taliban juga melakukan penangkapan terhadap pihak-pihak yang sebelumnya memegang posisi di pemerintahan Afghanistan, mereka yang mengkritik Taliban, dan mereka yang pernah bekerja untuk pasukan pimpinan AS.
"Kami sudah mendengar beberapa kasus kekejaman dan kejahatan terhadap warga sipil," kata pejabat Taliban itu.
"Jika (anggota Taliban) melakukan masalah hukum dan ketertiban ini, mereka akan diselidiki," katanya.
Pejabat PBB memperingatkan Jumat lalu situasi di Afghanistan tetap sangat cair, sambil menambahkan respons dan bantuan kemanusiaan sangat dibutuhkan di Afghanistan.
Shabia Mantoo, juru bicara Badan Pengungsi PBB, pada konferensi pers di Jenewa mengatakan, sementara pertempuran yang meluas telah berkurang sejak pengambilalihan negara oleh Taliban Minggu lalu. Sementara, dampak penuh dari situasi yang berkembang belum jelas.
Sebagian besar warga Afghanistan tidak dapat meninggalkan negara itu melalui jalur reguler, kata Mantoo, seraya menambahkan bahwa sekitar 200 petugas dari Badan Pengungsi PBB, baik nasional maupun internasional, tetap berada di Afghanistan.
Baca Juga: Presiden Biden: Kami Akan Lakukan Apa Pun untuk Evakuasi Warga Amerika
Presiden Amerika Serikat Joe Biden Jumat kemarin kembali membela cara pemerintahannya menangani penarikan diri dari Afghanistan, serta menyangkal adanya sekutu Amerika yang mempertanyakan kredibilitas negara itu atas evakuasi yang sedang berlangsung.
"Ini adalah salah satu pengangkutan udara terbesar dan tersulit dalam sejarah, dan satu-satunya negara di dunia yang mampu memproyeksikan kekuatan sebesar ini di belahan dunia yang jauh dengan tingkat presisi ini adalah Amerika Serikat," kata Biden dalam pidato yang disiarkan televisi dari Gedung Putih.
Biden mengatakan, dia tidak melihat ada pertanyaan dari sekutu di seluruh dunia tentang kredibilitas pemerintahannya.
"Semua sekutu kami telah setuju dengan itu. Setiap orang dari mereka tahu dan setuju dengan keputusan yang saya buat untuk mengakhiri, bersama-sama mengakhiri, keterlibatan kami di Afghanistan," kata Biden yang tampil bersama Wakil Presiden Kamala Harris, Menteri Luar Negeri Antony Blinken, Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan.
Sementara itu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Jumat lalu, Inggris akan bekerja dengan Taliban "jika perlu", karena kelompok itu telah mendapatkan kembali kendali atas Afghanistan.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Xinhua/Straits Times