Pembantaian Badak di Afrika Selatan Makin Marak, Pemburu Dipantau Bertambah
Kompas dunia | 1 Agustus 2021, 01:05 WIBJOHANNESBURGH, KOMPAS.TV - Sedikitnya 249 ekor badak dibunuh selama enam bulan pertama tahun 2021 di Afrika Selatan. Sebagian diduga penyebabnya adalah pelonggaran lockdown yang meningkatkan pergerakan pemburu liar, seperti dilansir France24.
Afrika Selatan adalah rumah bagi hampir 80 persen badak dunia, namun para pemburu terus melakukan serangan gencar terhadap spesies tersebut untuk diambil culanya, yang dinilai sangat mahal dalam pengobatan tradisional di Asia khususnya China.
Hanya enam bulan pertama 2021, jumlah badak yang dibantai sudah 83 ekor lebih banyak dibandingkan pada periode yang sama tahun 2020.
Sebagian besar pembantaian terjadi di Taman Nasional Kruger di mana 132 badak dibunuh.
"Dari Januari hingga akhir Juni 2021, 249 badak diburu untuk diambil culanya di Afrika Selatan," kata Barbara Creecy, Menteri Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Perikanan dalam sebuah pernyataan.
Creecy mengatakan, mencabut lockdown tampaknya menghasilkan peningkatan perburuan badak dalam enam bulan pertama tahun 2021, dengan peningkatan jumlah pemburu terpantau di provinsi Limpopo, Mpumalanga dan Free State.
Baca Juga: Zimbabwe Kembali Lepasliarkan Badak Hitam di Taman Nasional Gonarezhou, Setelah 27 Tahun Kosong
Kementerian Lingkungan Hidup Afrika Selatan mengatakan mereka sedang memantau peningkatan tekanan di beberapa suaka badak swasta karena mereka memainkan peran penting dalam perlindungan badak.
Baca Juga: Zimbabwe Kembali Lepasliarkan Badak Hitam di Taman Nasional Gonarezhou, Setelah 27 Tahun Kosong
Badak dibunuh untuk diambil culanya, dan dijual sangat mahal di sebagian Asia untuk tujuan tradisional dan pengobatan.
Perdagangan cula badak memberi keuntungan besar bagi kaum pemburu dan sejauh ini ribuan badak habis dibantai di Afrika Selatan selama satu dekade terakhir hanya untuk diambil culanya.
Biasanya dijual dalam bentuk bubuk, cula badak sebagian besar terdiri dari keratin, zat yang sama seperti pada kuku manusia.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : France24