Pedro Castillo, Pak Guru di Pedesaan itu Kini Jadi Presiden Baru Peru
Kompas dunia | 20 Juli 2021, 11:03 WIB“Dia tidak akan seperti politisi lainnya yang ingkar janji dan tak membela kaum miskin,” tutur Maruja Inquilla, seorang aktivis lingkungan yang tiba dari sebuah kota dekat Titicaca, danau mitos suku Inca.
Baca Juga: Ikut Pemilihan Presiden Peru, Mantan Kiper Klub Serie A Ini Unggul di Polling
Castillo mempopulerkan frasa “tak boleh ada lagi kemiskinan di negara kaya”. Perekonomian Peru, produsen tembaga terbesar kedua dunia, terpuruk akibat pandemi. Pendapatan negara satu dekade, hilang. Hingga, tingkat kemiskinan pun meningkat hingga sepertiga populasi Peru.
Kurangnya tenaga kesehatan Peru menyebabkan timpangnya penanganan pandemi, hingga angka kematian akibat Covid-19 di Peru meningkat. Castillo berjanji menggunakan pendapatan dari sektor pertambangan untuk memperbaiki layanan publik, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Semula, Castillo berencana menasionalisasi perusahaan tambang dan gas alam. Namun, ia melunakkan proposalnya dan mempertimbangkan untuk menaikkan pajak keuntungan karena tingginya harga tembaga, melampaui USD10.000 (atau setara dengan Rp145 juta) per ton.
Baca Juga: 'Turis Vaksin' dari Amerika Latin Banjiri AS, Rela Bayar Tiket Pesawat Mahal Demi Vaksinasi
Para sejarawan menyebut, Castillo menjadi petani pertama yang menjadi presiden Peru. Hingga kini, kendati Peru sesumbar menjadi bintang ekonomi di Amerika Latin, kenyataannya, kaum pribumi Peru yang sebagian besar petani selalu menerima layanan publik paling buruk.
Kebangkitan Castillo dari nol ke jenjang presiden telah membelah Peru.
Pengarang Mario Vargas Llosa, pemenang Hadiah Nobel bidang sastra, berujar, “Castillo mewakili hilangnya demokrasi dan kebebasan di Peru.”
Sementara itu, para pensiunan tentara mengirim surat pada komandan angkatan bersenjata dan meminta agar tidak menghormati kemenangan Castillo.
Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan 14 misi pemilihan memutuskan bahwa pemilihan presiden Peru berlangsung adil. AS bahkan menyebut pemilihan itu sebagai “model demokrasi” di wilayah tersebut.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Associated Press