Haiti Minta Perlindungan Internasional, Ini Fakta Sejarah Mengerikan Haiti yang Terulang Lagi
Kompas dunia | 11 Juli 2021, 05:35 WIBPORT-AU-PRINCE, KOMPAS.TV – Pasca pembunuhan terhadap Presiden Haiti Jovenel Moïse, pemerintah sementara Haiti meminta perlindungan internasional.
Haiti meminta agar Amerika Serikat (AS) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirimkan pasukan untuk melindungi sejumlah infrastruktur penting untuk menstabilkan negara itu. Pun, bersiap menggelar pemilihan presiden menyusul kekosongan posisi pemimpin Haiti.
Di tengah kekacauan yang ada, ratusan warga Haiti berkumpul di depan Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Port-au-Prince dan memohon suaka agar dapat keluar dari negara itu.
Pada Jumat (9/7/2021), beredar rumor bahwa pemerintah AS akan membagikan visa pengasingan dan kemanusiaan bagi rakyat Haiti.
Baca Juga: 17 Tersangka Pembunuhan Presiden Haiti Ditangkap, Ada Warga Negara AS dan Mantan Tentara Kolombia
Para perempuan menggendong bayi mereka dan kaum lelaki muda melambaikan paspor dan identitas mereka sambil berteriak, “Suaka! Suaka!”, “Tolong kami!”
“Kami jelas butuh bantuan dan kami telah meminta bantuan pada mitra internasional kami,” ujar Perdana Menteri sementara Claude Joseph seperti dilansir dari Associated Press.
“Kami yakin mitra kami dapat mendampingi kepolisian nasional dalam menangani situasi.”
Baca Juga: Salah Satu Tersangka Pembunuh Presiden Haiti Pernah Kerja Bareng Aktor Hollywood Sean Penn
Permintaan mengejutkan akan dukungan militer AS ini mengingatkan akan sejarah mengerikan yang terjadi di Haiti lebih dari 1 abad silam.
Moïse bukanlah presiden Haiti pertama yang tewas dibunuh. Sebelumnya pada tahun 1915, presiden Jean Vilbrun Guillaume Sam juga mengalami nasib sama.
Ia diseret keluar dari Kedutaan Besar Prancis di Haiti dan dipukuli sampai mati oleh rakyat Haiti yang murka atas eksekusi massalnya terhadap lawan-lawan politiknya saat Perang Dunia I tengah berlangsung.
Khawatir akan kekacauan dan meluasnya pengaruh Jerman di Haiti, Presiden AS saat itu, Woodrow Wilson, mengirim pasukan AS dan melancarkan okupansi militer di Haiti yang berlangsung hingga tahun 1934.
Baca Juga: Pembunuhan Presiden Haiti Diduga Dilakukan Tentara Bayaran yang Menyamar Agen DEA
Permintaan Haiti saat ini, menurut seorang sumber pejabat AS, telah diterima pihak AS. Namun sejauh ini, pemerintahan Biden tak menunjukkan indikasi bakal mengirimkan bantuan militer.
Saat ini, AS hanya berencana mengirim sejumlah pejabat Biro Investigasi Federal AS (FBI) untuk membantu menyelidiki kejahatan pembunuhan terhadap Moise, yang menyebabkan Haiti berada dalam kondisi perebutan kekuasaan dan kebuntuan konstitusional.
“Haiti juga telah mengirimkan surat pada PBB untuk meminta bantuan,” ujar wakil juru bicara PBB Farhan Haq pada Sabtu (10/7/2021).
Surat itu, ungkap seorang sumber PBB, meminta bantuan pasukan dan keamanan untuk melindungi infrastruktur-infrastruktur vital Haiti.
Pada Jumat (9/7/2021), sekelompok anggota parlemen mengumumkan bahwa mereka mengakui Joseph Lambert, kepala senat Haiti yang dibubarkan, sebagai presiden sementara. Ini merupakan tantangan terhadap otoritas pemerintahan sementara Haiti yang dipimpin Joseph.
Mereka juga mengakui Ariel Henry sebagai perdana menteri yang telah dipilih Moise untuk menggantikan Joseph. Namun, Henry belum sempat menjabat, karena sehari setelah menunjuk Henry, Moise tewas terbunuh.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB Kecam Keras Pembunuhan Presiden Haiti
“Joseph tidak memenuhi syarat dan tidak memiliki hak hukum untuk memimpin negara,” kata Rosemond Pradel, salah seorang anggota parlemen.
Joseph mengungkapkan kekecewaannya atas upaya pemanfaatan pembunuhan Moïse untuk mendapat keuntungan politik.
“Saya tak tertarik pada perebutan kekuasaan,” ujar Joseph, yang mengambil alih kepemimpinan Haiti dengan dukungan kepolisian dan militer.
“Hanya ada satu cara orang bisa menjadi presiden di Haiti. Dan itu melalui pemilihan,” pungkasnya menandaskan.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV