Kecam Pembunuhan Presiden Haiti, Para Pemimpin Dunia Serukan Ketenangan dan Persatuan
Kompas dunia | 8 Juli 2021, 03:54 WIBPORT-AU-PRINCE, KOMPAS.TV – Pembunuhan terhadap Presiden Haiti Jovenel Moïse menuai kecaman dari para pemimpin dunia. Pun, seruan untuk perdamaian dan persatuan di Haiti.
Menurut perdana menteri sementara Haiti, Moïse tewas terbunuh dalam serangan di kediaman pribadinya pada Rabu (7/7/2021) dini hari. Ibu negara Martine Moïse juga turut terluka tembak dan kini tengah dirawat di rumah sakit.
Masih belum jelas siapa yang berada di balik pembunuhan di negara di Karibia yang kian bergolak dalam beberapa tahun belakangan itu.
“Kami terkejut dan sedih mendengar pembunuhan mengerikan Presiden Jovenel Moïse dan serangan terhadap ibu negara Martine Moïse di Haiti. Kami mengutuk aksi biadab ini,” kata Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dalam pernyataannya seperti dikutip dari Associated Press.
“AS turut berbela sungkawa bagi rakyat Haiti, dan kami siap membantu dan terus bekerja demi Haiti yang aman dan terjamin," sambungnya.
Baca Juga: Presiden Haiti Tewas Dibunuh dalam Serangan di Rumahnya, Istrinya Turut Terluka Tembak
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengutuk aksi pembunuhan itu “dalam istilah paling keras” dan menekankan bahwa para pelaku kejahatan itu harus dibawa ke pengadilan.
“Sekjen PBB menyerukan para warga Haiti untuk menjaga tatanan konstitusional, tetap bersatu menghadapi kekerasan biadab dan menolak seluruh kekerasan,” ujar juru bicara PBB Stephane Dujarric. “PBB akan terus mendukung pemerintah dan rakyat Haiti," sambungnya.
Presiden Kolombia Ivan Duque menggambarkan pembunuhan itu sebagai “aksi pengecut”. Ia juga mengungkapkan solidaritasnya untuk Haiti.
Baca Juga: Sempat Kabur, Pemimpin Geng Kriminal Berbahaya Haiti Tewas Ditembak Polisi
Para pemimpin dunia juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pembunuhan itu dapat memicu kerusuhan lebih lanjut.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan dalam Twitternya bahwa kejahatan ini membawa risiko ketidakstabilan dan lingkaran kekerasan.
Sementara Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mencuitkan, pembunuhan tersebut adalah tindakan menjijikkan. "Ini adalah tindakan menjijikkan dan saya menyerukan ketenangan pada saat ini," katanya.
Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengutuk pembunuhan itu. “Saya menyerukan persatuan politik untuk keluar dari trauma mengerikan yang dialami negara ini,” ujar Sanchez dalam kunjungannya ke Latvia.
Baca Juga: Musim Kudeta, Presiden Haiti Tangkap 20 Orang yang Dituduh Akan Gulingkan Kekuasaannya
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan, ia terkejut dengan aksi pembunuhan itu dan mendesak agar semua pihak yang terlibat dalam kehidupan politik Haiti untuk “menunjukkan ketenangan dan menahan diri.”
Dalam pernyataan tertulis, Le Drian juga memperingatkan warga negara Prancis di Haiti agar berhati-hati.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen juga menyampaikan ucapan duka cita melalui Twitter.
“Kami berharap ibu negara segera pulih, dan berdiri bersama sekutu kami Haiti pada saat yang sulilt ini,” tulis Tsai.
Haiti adalah satu dari segelintir negara yang mempertahankan hubungan diplomatiknya dengan Taiwan, yang diklaim China sebagai miliknya.
Marlene Bastien, Direktur Eksekutif Gerakan Jaringan Aksi Keluarga (FANM), kelompok yang mendampingi warga Haiti yang tergabung dalam komunitas Haiti Kecil di Miami, menyatakan, “Beberapa hari ke depan akan kacau dan penuh perselisihan” ketika pendukung dan penentang pemerintahan saling berebut kekuasaan.
“Pasti akan ada krisis konstitusional dan kekosongan politik saat ini,” ujarnya cemas. “Orang-orang khawatir akan esok hari," imbuhnya.
Di Boston, yang memiliki salah satu komunitas Haiti terbesar di AS, seorang pastor yang memimpin kelompok advokasi Haiti, Dieufort Fleurissaint (59), mengkhawatirkan aksi pembalasan dan kerusuhan lebih lanjut.
“Membunuh seorang presiden di rumahnya hanya menunjukkan tingkat ketidakamanan di negara dan tak seorang pun dikecualikan dari kekerasan seperti ini,” ujar Fleurissaint yang telah tinggal di AS sejak usia 18 tahun. “Ini sungguh tak bisa diterima.”
Penulis : Vyara Lestari Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV