> >

Unjuk Rasa Kembali Meletus di Myanmar, Gemakan Revolusi Musim Semi, Melawan Junta Militer

Kompas dunia | 2 Mei 2021, 17:57 WIB
Unjuk rasa kembali meletus di Myanmar hari Minggu, 2 Mei 2021, menggemakan ajakan Revolusi Musim Semi di negara itu (Sumber: KACHINWAVES/AFP via France 24)

YANGON, KOMPAS.TV - Ribuan pengunjuk rasa antikudeta di Myanmar kembali menggelar aksi pada Minggu (02/05/2021). Mereka menyerukan "revolusi musim semi", seperti dilansir France24, Minggu.

Myanmar saat ini sudah memasuki bulan keempat di bawah rezim junta militer menyusul kudeta pada 1 Februari yang menjatuhkan pemerintahan sipil yang sah.

Kota-kota, daerah pedesaan, daerah pegunungan terpencil, bahkan wilayah perbatasan yang dikuasai pemberontak Myanmar gempar sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dalam kudeta 1 Februari.

Junta militer menekan perbedaan pendapat melalui tindakan keras dan brutal di seluruh negeri, dengan penangkapan massal dan meningkatnya jumlah korban tewas.

Demonstrasi dimulai dini hari di pusat komersial Yangon, Minggu (02/05/2021), saat para aktivis menyerukan unjuk kekuatan dan "revolusi musim semi".

Pemuda berkumpul di sudut jalan sebelum berbaris dengan cepat di jalan menggunakan taktik flash mob - di mana mereka membubarkan diri segera setelah flash mob mereka untuk menghindari bentrokan dengan pihak berwenang.

"Jalan kita adalah mendapatkan demokrasi!" teriak mereka, sambil melambaikan salam tiga jari.

"Untuk menjatuhkan kediktatoran militer adalah jalan kita!" imbuh mereka.

Baca Juga: Dua Pangkalan Udara Myanmar Diserang Roket, Diduga Serangan Balasan Pemberontak

Brigade Kelima KNU pada hari Selasa, (28/04/2021) menyerang dan merobohkan pangkalan militer tepat di tepi Sungai Salween - yang membatasi perbatasan antara Thailand dan Myanmar - dan militer membalas dengan serangan udara (Sumber: KAWTHOOLEI TODAY/AFP)

Wilayah Mandalay Tengah terjadi unjuk rasa dimana ratusan orang turun ke jalan yang dipimpin oleh para biksu berjubah warna kunyit, membawa bendera Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi.

Di negara bagian Shan utara, para pemuda membawa spanduk yang bertuliskan: "Kami tidak bisa diatur sama sekali."

Pada pukul 10 pagi, kekerasan meletus di Kotapraja negara bagian Hsipaw, ketika pasukan keamanan menindak pengunjuk rasa di sana, menewaskan sedikitnya satu orang.

"Dia ditembak di kepala dan langsung meninggal," kata seorang pengunjuk rasa, yang mengatakan dia bergegas menyembunyikan tubuh temannya, berjaga jika pihak berwenang mencoba mengambilnya.

"Mereka meminta mayatnya, tapi kami tidak akan memberikannya ... Kami akan mengadakan pemakamannya hari ini," katanya kepada AFP seperti dikutip France24.

Baca Juga: Junta Militer Myanmar Serang Dua Suku Minoritas Kachin dan Karen Lewat Udara

Tentara Myanmar berdiri di kamp tentara kecil di sepanjang tepi sungai dekat perbatasan Myanmar dan Thailand. Gerilyawan etnis Karen mengatakan mereka merebut pangkalan militer Myanmar pada Selasa, 27 April 2021 (Sumber: AP Photo/Sakchai Lalit, File)

Pada tengah hari, media lokal melaporkan pasukan keamanan mengejar dan menangkap pengunjuk rasa.

"Mereka menangkap setiap anak muda yang mereka lihat," kata seorang sumber di Yangon kepada AFP, menambahkan bahwa dia sedang bersembunyi saat ini.

"Sekarang saya terjebak."

Ledakan bom juga meledak di berbagai bagian kota di pagi hari.

Ledakan terjadi dengan frekuensi yang meningkat di bekas ibukota Yangon, dan pihak berwenang menyalahkan kaum "penghasut".

Sejauh ini, pasukan keamanan membunuh 759 orang rakyat mereka sendiri, menurut kelompok pemantau lokal Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (Assistance Association for Political Prisoners).

Junta militer - yang menyebut AAPP sebagai organisasi terlarang - mengatakan 258 pengunjuk rasa telah tewas, bersama dengan 17 polisi dan tujuh tentara.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU