> >

Uskup Agung Sri Lanka Minta Umat Islam Tolak Ekstremisme

Kompas dunia | 21 April 2021, 18:02 WIB
Kardinal Malcolm Ranjith, Uskup Agung Kolombo, melakukan hening dua menit bagi para korban serangan Minggu Paskah pada tahun 2019 lalu di Gereja St.Anthony, Kolombo, Sri Lanka, Rabu, 21 April 2021. Hari ini menandai dua tahun ledakan berantai yang menewaskan 269 orang tersebut. (Sumber: Associated Press)

KOLOMBO, KOMPAS.TV - Seorang uskup agung Katolik Sri Lanka pada Rabu (21/4/2021), mengimbau umat Islam di negaranya untuk menolak ekstremisme dan bergabung dengan umat Katolik dalam menentukan kebenaran di balik pemboman bunuh diri Minggu Paskah pada tahun 2019 lalu dan menewaskan 269 orang.

Uskup Agung Kolombo Kardinal Malcolm Ranjith membuat seruan tersebut pada peringatan ulang tahun kedua serangan tersebut.

Para pemimpin Katolik, Budha, Hindu, dan Muslim mengikuti peringatan di Gereja Santo Antonius di Kolombo, tempat bom pertama meledak selama kebaktian Paskah.

Mereka berdoa dan mengheningkan cipta selama dua menit untuk mengingat korban yang tewas dalam peristiwa ini.

Dua kelompok Muslim lokal yang telah berjanji setia kepada kelompok ISIS dituding menjadi dalang atas enam ledakan yang hampir bersamaan di dua gereja Katolik Roma, sebuah gereja Protestan dan tiga hotel turis.

Ranjith mengatakan, para pemain dalam geopolitik global dan agen lokalnya menemukan ekstremisme agama sebagai instrumen yang berguna dalam mencapai tujuan mereka.

Baca Juga: Mantan Mrs World Caroline Jurie Ditangkap Polisi Usai Keributan di Kontes Mrs Sri Lanka

“Karena itu, beranilah menolak ekstremisme. Anda sepenuhnya memahami bahwa tidak ada hubungan antara agama dan ajaran dengan pembunuhan, "katanya seperti dikutip dari The Associated Press.

Ulama Islam Hassan Moulana, yang juga berbicara di layanan tersebut mengatakan, Muslim di seluruh dunia mengutuk serangan itu dan bahwa Islam tidak menawarkan pembenaran untuk kejahatan tersebut.

Dia mengatakan, komunitas Muslim di Sri Lanka telah menolak para penyerang dan tidak mengizinkan jenazah mereka dikuburkan di pemakaman untuk menunjukkan tindakan mereka bukan bagian dari Islam.

Dia berterima kasih kepada otoritas penegak hukum karena melarang beberapa organisasi ekstremis dan memperingatkan Muslim untuk waspada memastikan mereka tidak muncul kembali.

Sebagian besar orang yang terkait dengan kelompok dituduh melakukan serangan itu telah ditangkap, tetapi Ranjith bersikeras bahwa pemboman itu tidak mungkin direncanakan oleh pemimpin yang melakukan bunuh diri dalam salah satu serangan.

Pemerintahan Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang berkuasa akhir 2019 berjanji untuk menentukan kebenaran di balik serangan tersebut.

Ia berada di bawah tekanan untuk menemukan dalang serangan tersebut.

Baca Juga: Minggu Paskah di Sri Lanka Dijaga Ketat, Demi Cegah Aksi Bom Gereja

“Kami terkejut bahkan setelah dua tahun, jawaban atas pertanyaan siapa dan mengapa dan apa dari serangan ini belum ditemukan oleh otoritas terkait,” kata Ranjith.

“Kami sering melihat ada alasan politik di balik beberapa investigasi yang terhenti,” tambahnya, tanpa merinci lebih lanjut.

“Meskipun kami ingin memaafkan semua hal ini, kami ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi,” katanya, menambahkan.

Ranjith mengatakan, komisi kepresidenan yang menyelidiki serangan tersebut berfokus pada kegagalan mereka yang memiliki kekuasaan politik.

Pada saat itu untuk mencegah pemboman, alih-alih menemukan orang-orang yang bertanggung jawab secara langsung.

Baik Muslim dan Katolik adalah minoritas di Sri Lanka, di mana umat Buddha merupakan 70% dari populasi.

Penulis : Tussie Ayu Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU