> >

Faten Ali Nahar, Perempuan Pertama Calonkan Diri di Bursa Pilpres Suriah

Kompas dunia | 20 April 2021, 22:29 WIB
Dalam file foto 13 April 2016 ini, seorang pejabat pemilu Suriah menunggu para pemilih di tempat pemungutan suara dengan poster Presiden Bashar Assad selama pemilihan parlemen di Damaskus, Suriah. Minggu, 18 April 2021, ketua parlemen Suriah mengumumkan pemilihan presiden akan diadakan pada 26 Mei yang secara luas diproyeksikan akan memberi Assad masa jabatan tujuh tahun keempat. (Sumber: AP Photo/Hassan Ammar, File)

BEIRUT, KOMPAS.TV – Seorang perempuan dari ibu kota Damaskus, Suriah telah mencalonkan diri dalam bursa pemilihan presiden (pilpres) Suriah tahun ini.

Ia akan menjadi perempuan pertama kandidat calon presiden (capres) dalam pilpres yang diprediksi akan kembali dimenangkan oleh Presiden Bashar Assad.

Pilpres Suriah, yang akan menjadi pilpres Suriah kedua sejak perang sipil melanda negeri itu 10 tahun lalu, akan digelar pada 26 Mei mendatang.

Para warga negara Suriah yang tinggal di luar negeri akan memilih pada 20 Mei.

Baca Juga: Suriah Gelar Pemilihan Presiden 26 Mei Nanti

Melansir The Associated Press, juru bicara parlemen Hammoud Sabbagh mengumumkan pada Selasa (20/4/2021).

Faten Ali Nahar (50), seorang perempuan warga Damaskus, telah mencalonkan dirinya sebagai kandidat capres.

Namun, informasi mengenai dirinya terbilang minim.

Parlemen hanya menyebut informasi dasar seperti usia, tempat tanggal lahir, dan nama ibu kandungnya.

Profil sosoknya di media sosial juga tak ada alias tidak ditemukan.

Dua kandidat lain juga telah mencalonkan diri, termasuk seorang pengusaha yang sebelumnya pernah bertarung melawan Assad di tahun 2014.

Ketika itu, Assad memenangkan hampir 90% suara.

Baca Juga: Rusia Sebut Serangan Udara di Suriah Dijatuhkan Sebelum "Kelompok Teroris" Guncang Kota Besar

Meski Assad belum memasukkan namanya ke dalam bursa pilres, ia diprediksi akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden.

Pilpres kali ini akan menjadi masa jabatan Assad yang ke-4 dalam siklus 7 tahun masa kepresidenan.

Assad telah berkuasa sejak tahun 2000, saat ia mengambil alih tampuk pimpinan Suriah menyusul kematian ayahnya yang memimpin Suriah selama 30 tahun.

Pada pilpres tahun 2014, bursa pilpres Suriah dimeriahkan oleh sejumlah kandidat.

Namun, pihak oposisi dan negara-negara Barat melihat persaingan para kandidat melawan Assad ini terbilang simbolik, hanya untuk memberi semacam legitimasi pada presiden yang sedang menjabat.

Baca Juga: Presiden Suriah dan Istrinya Pulih dari Covid, Siap Jalani Tugas Rutin

Komunitas internasional tampaknya tidak akan mengakui keabsahan pilpres Suriah yang akan datang.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk resolusi politik konflik di Suriah, sebuah konstitusi baru seharusnya dirancang dan disetujui dalam referendum publik sebelum pilpres yang dipantau PBB berlangsung.

Namun, komite perancang konstitusi hanya membuat sedikit kemajuan, sementara Assad telah menuai dukungan dari Rusia dan Iran.

Bulan lalu, pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Joe Biden menyatakan tidak akan mengakui hasil pilpres Suriah kecuali pilpres dilaksanakan secara bebas, adil, dipantau oleh PBB dan mewakili seluruh lapisan masyarakat Suriah.

Baca Juga: UNICEF: 12.000 Anak Suriah Terbunuh dan Terluka Selama 10 Tahun Perang

Perang sipil telah melanda Suriah sejak tahun 2011, saat protes yang terinspirasi gelombang Arab Spring melawan keluarga Assad.

Kala itu berubah menjadi pemberontakan bersenjata sebagai respon tindakan keras nan brutal dari aparat militer Suriah.

Penulis : Vyara Lestari Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU