Iran Tuduh Israel di Balik Padamnya Fasilitas Nuklir Mereka: Ini Aksi Terorisme!
Kompas dunia | 12 April 2021, 15:20 WIBDUBAI, KOMPAS.TV – Peristiwa padamnya listrik di fasilitas nuklir bawah tanah Natanz milik Iran pada Minggu (11/4/2021) disebut Iran sebagai aksi terorisme nuklir. Hal ini segera meningkatkan ketegangan di kawasan itu, seiring Iran dan sejumlah poros kekuatan dunia tengah duduk bersama untuk menegosiasikan kesepakatan nuklir.
Fasilitas nuklir Natanz mengalami listrik padam pada Minggu pagi (11/4/2021), beberapa jam setelah fasilitas itu menyalakan mesin sentrifugal canggih terbaru yang mampu melakukan pengayaan uranium dengan lebih cepat.
Meskipun belum ada pihak yang mengklaim bertanggung jawab, kecurigaan langsung mengarah pada Israel. Pasalnya, media-media Israel nyaris seragam memberitakan tentang serangan siber yang dirancang oleh Israel telah menyebabkan padamnya listrik di fasilitas nuklir Natanz.
Baca Juga: Iran Janjikan Pembalasan Terhadap Serangan Kapal Militernya, AS dan Israel Diduga Pelaku
Jika Israel bertanggung jawab, hal itu akan memperparah ketegangan antara dua negara, yang sebelumnya sudah terlibat konflik bayangan di Timur Tengah.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang pada hari Minggu (11/4/2021) bersua dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd Austin, telah berikrar untuk melakukan segala daya upaya dalam batas kekuasaannya untuk menghentikan kesepakatan nuklir.
Rincian tentang apa yang terjadi pada Minggu pagi di fasilitas tersebut masih terbatas. Semula, insiden itu digambarkan sebagai padamnya jaringan listrik di bengkel di atas permukaan tanah dan sejumlah aula pengayaan uranium bawah tanah.
Dilansir dari Associated Press, Senin (12/4/2021), Ali Akbar Salehi, kepala Badan Energi Atom Iran, mengeluarkan komentar keras terkait insiden itu.
“Sementara mengecam langkah putus asa ini, Republik Islam Iran menekankan perlunya konfrontasi oleh badan-badan internasional dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terhadap aksi terorisme nuklir ini,” kata Salehi yang merupakan lulusan AS dan dan sempat menjadi menteri luar negeri Iran.
Baca Juga: Kapal Kargo yang Dicurigai Sebagai Kapal Induk Iran di Laut Merah di Lepas Pantai Yaman, Diserang
Salehi juga berjanji akan meningkatkan teknologi nuklirnya dan bekerja keras agar sanksi internasional terhadap Iran dicabut.
IAEA, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memantau program atom Teheran, sebelumnya menyatakan mengetahui laporan media tentang insiden yang terjadi di fasilitas Natanz dan telah berbicara dengan sejumlah pejabat Iran terkait hal itu.
Berkaca dari Masa Lalu
Bagaimanapun, di masa lalu, fasilitas nuklir Natanz telah menjadi target sabotase. Virus komputer Stuxnet, yang ditemukan pada 2010 dan diyakini merupakan kreasi gabungan AS dan Israel, sempat menggangu dan menghancurkan mesin sentrifugal Iran di Natanz di tengah masa awal ketakutan Barat terhadap program nuklir Teheran.
Pada Juli, Natanz mengalami ledakan misterius di pabrik perakitan sentrifugal canggihnya. Insiden ini digambarkan pihak berwenang Iran sebagai aksi sabotase. Iran kini tengah membangun kembali fasilitas itu di dalam sebuah gunung terdekat.
Iran juga menyalahkan Israel atas pembunuhan seorang ilmuwan yang memulai program nuklir militer Iran dua dekade silam, pada November lalu.
Baca Juga: Tolak Pertemuan dengan AS di Wina Terkait Kesepakatan Nuklir, Iran: Hal Itu Tidak Perlu
Sejumlah media Israel melaporkan pada Minggu (11/4/2021), serangan siber Israel telah menyebabkan insiden di Natanz. Televisi Israel, Kan, menyebut Mossad berada di balik serangan itu.
Jaringan televisi Channel 12 TV menyebut mengutip sejumlah “ahli” dan memperkirakan serangan tersebut telah memadamkan seluruh bagian fasilitas Natanz.
Meski tak menyebut sumber informasi mereka, media Israel terbilang memiliki hubungan dekat dengan badan militer dan intelijen negara itu.
“Sulit bagi saya untuk meyakini bahwa ini merupakan sebuah kebetulan,” ujar Yoel Guzansky, anggota senior Institut Ilmu Keamanan Nasional Israel, mengomentari insiden itu.
“Jika ini bukan kebetulan, maka seseorang tengah mengirim pesan seperti ini: 'Kami dapat membatasi kemajuan Iran dan kami punya batas'.”
Insiden itu juga merupakan pesan bahwa situs nuklir paling sensitif Iran, tambahnya, “bisa dipenetrasi.”
Baca Juga: PM Israel: Perubahan Kebijakan Amerika Serikat Bisa Bikin Iran Punya Senjata Nuklir
Pada Minggu malam (11/4/2021), Netanyahu bertemu dengan sejumlah pejabat keamanan Israel, termasuk kepala badan intelijen Israel, Mossad, Yossi Cohen.
“Sangat sulit untuk menjelaskan apa saja yang telah kami capai,” kata Netanyahu terkait sejarah Israel, menggambarkan bahwa Israel telah bertransformasi dari posisi lemah menjadi salah satu kekuatan dunia.
Beberapa minggu belakangan, Netanyahu berulang kali menggambarkan Iran sebagai ancaman utama bagi Israel.
Saat bersua dengan menteri luar negeri AS Flloyd Austin pada Minggu (11/4/2021), Menteri Pertahanan Israel, Benny Gantz mengatakan, Israel memandang AS sebagai sekutu melawan seluruh ancaman, termasuk Iran.
“Teheran sekarang merupakan ancaman strategis bagi keamanan internasional, seluruh Timur Tengah dan Israel,” ujar Gantz.
“Dan kami akan bekerja erat dengan sekutu kami, AS, untuk memastikan bahwa setiap kesepakatan baru dengan Iran akan mengamankan kepentingan vital dunia, AS, mencegah perlombaan senjata berbahaya di wilayah kami, dan melindungi Israel.”
Baca Juga: Iran Kembali Tegaskan Anti Senjata Nuklir, Menyusul Kontroversi Pernyataan Menteri Intelijennya
Pada Sabtu (10/4/2021), Iran mengumumkan telah meluncurkan jaringan sejumlah 164 mesin sentrifugal IR-6 di fasilitas nuklir Natanz.
Mereka juga mulai menguji mesin sentrifugal IR-6 tersebut, yang diklaim mampu melakukan pengayaan uranium 50 kali lebih cepat ketimbang mesin pendahulunya, IR-1. Kesepakatan nuklir membatasi Iran hanya boleh menggunakan mesin IR-1 untuk melakukan pengayaan uranium.
Sejak Presiden AS Donald Trump – ketika itu – mundur dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018, Iran mengabaikan segala pembatasan yang diberlakukan terhadap persediaan uraniumnya.
Iran kini telah melakukan pengayaan hingga tingkat kemurnian 20%, sedikit di bawah tingkat kemurnian persenjataan. Iran mempertahankan program nuklirnya untuk tujuan damai.
Kesepakatan nuklir telah memberikan Iran keringanan sanksi, dan sebagai imbalannya, Iran harus memastikan persediaan uraniumnya tidak boleh melebihi titik yang membuat Iran mampu membuat bom atom.
Penulis : Vyara Lestari Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV