Pengadilan Thailand Batalkan Perintah Agar Mantan PM Yingluck Bayar 1 Miliar Dollar Kerugian Negara
Kompas dunia | 3 April 2021, 03:05 WIBBANGKOK, KOMPAS.TV - Pengadilan Thailand pada hari Jumat, (02/04/2021) membatalkan perintah tahun 2016 oleh Kementerian Keuangan negara itu yang mewajibkan mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra membayar 35,7 miliar baht (1,1 miliar dollar) kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan oleh program subsidi pertanian padi pemerintahannya tahun 2011-2014 yang merugi.
Pengadilan Pusat Administrasi negara memutuskan, perintah pembayaran 2016 tidak memiliki dasar hukum karena Yingluck tidak bertanggung jawab atas dugaan korupsi pejabat lain.
Pengadilan mengatakan Kementerian Keuangan gagal membuktikan Yingluck secara langsung bertanggung jawab atas kerugian finansial tersebut.
Yingluck, yang pemerintahannya digulingkan dalam kudeta tahun 2014, dijatuhi hukuman in absentia lima tahun penjara pada tahun 2017 karena lalai dalam melembagakan program subsidi. Dia melarikan diri dari Thailand sebelum vonis dan menyebut kasus itu bermotif politik.
Baca Juga: Profil Singkat Thailand, Negeri Gajah yang Tidak Pernah Dijajah
Program subsidi beras adalah kebijakan utama yang membantu Partai Pheu Thai Yingluck memenangkan pemilihan umum tahun 2011 di negara itu.
Di bawah program tersebut, pemerintah membayar petani sekitar 50 persen lebih besar daripada yang akan mereka terima di pasar global, dengan maksud menaikkan harga dengan menyimpan hasil panen di gudang pemerintah.
Tetapi negara penghasil beras lainnya merebut pasar beras internasional, dimana mereka menjual dengan harga bersaing. Akibatnya, Thailand kehilangan posisinya sebagai pengekspor beras terkemuka dunia dan beras dalam jumlah besar tidak terjual di gudang pemerintah.
Para pengkritik Yingluck menggambarkan motif utama program subsidi beras sebagai politik - upaya untuk membeli kesetiaan pemilih pedesaan dengan dana negara.
Baca Juga: Ribuan Warga Desa Suku Karen Mengungsi ke Thailand, Selamatkan Diri dari Serangan Udara Myanmar
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV