Balita Ini Tengah Dipangku Ayahnya ketika Militer Myanmar Menjatuhkan Bom di Rumah Mereka...
Kompas dunia | 1 April 2021, 01:00 WIBNAYPIYDAW, KOMPAS.TV – Seorang balita di Myanmar dilaporkan selamat dalam serangan udara yang dilakukan militer pada akhir pekan lalu.
Balita tersebut selamat berada dipangkuan sang ayah, sedangkan ayahnya tersebut harus tewas di gubuk bambu dekat perbatasan dengan Thailand.
Pada Sabtu malam waktu setempat (28/3/2021), militer Myanmar melancarkan serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam 20 tahun, beberapa jam setelah kelompok pemberontak merebut pangkalan militer.
Salah satu di antara sasaran yang diserang militer adalah balita berusia 3 tahun, Saw Ta Eh Ka Lu Moo Taw, yang tinggal di lembah Day Bu Doh bersama orangtuanya yang seorang petani.
"Dia sedang duduk di pangkuan ayahnya" saat bom udara menghantam rumahnya, menurut kata David Eubank dari Free Burma Rangers, seperti yang dilansir dari AFP pada Senin (29/3/2021).
Baca Juga: 6 Tewas Usai Angkatan Udara Myanmar Kembali Lakukan Pengeboman di Pedesaan Suku Minoritas Karen
Eubank mengatakan bahwa serangan udara tersebut membunuh ayah sang balita, Saw Aye Lay Htoo (27 tahun).
Lay Htoo meninggal saat memangku sang balita untuk terakhir kalinya. Dilaporkan, balita itu mengalami luka yang cukup serius.
"(Balita laki-laki itu), memiliki luka robek di lehernya dan beberapa pecahan bom diperkirakan masih ada di dalam dirinya," ucap Eubank
Agar bocah laki-laki itu tidak terkena infeksi dari pecahan logam, petugas akan memberikan antibiotik.
Meski mengalami luka yang cukup serius, petugas medis akan melakukan operasi untuk mengeluarkan pecahan peluru.
Baca Juga: Sudah 510 Orang Tewas akibat Brutalitas Militer Myanmar, Para Demonstran Tolak Menyerah
Walau begitu, balita tersebut dilanda kesedihan setelah mengetahui ayahnya tidak berhasil selamat dari serangan udara militer itu.
"(Anak laki-laki dan ibunya) dalam keterkejutan dan kesedihan. Anak laki-laki itu tahu bahwa ayahnya telah meninggal," ungkap Eubank.
Anak-anak memang ikut menjadi korban dalam berbagai protes anti kudeta di Myanmar. Pada Sabtu (27/3/2021) kemarin, yang disebut sebagai hari paling berdarah dilaporkan 10 anak tewas dari 100 lebih orang tewas di seluruh negeri.
Di antara korban tewas adalah seorang bocah lelaki berusia 13 tahun yang sedang bermain di luar rumahnya di Yangon dan seorang gadis berusia 11 tahun yang peti matinya diisi dengan boneka dan buku mewarnai, Minggu (28/3/2021).
Baca Juga: Pesta Mewah Pimpinan Junta Militer Myanmar di Hari Berdarah, Kini Total 510 Orang Telah Tewas
Dalam sebuah pernyataan, Direktur Eksekutif Badan Anak PBB Unicef, Henrietta Fore mengatakan, krisis yang dialami anak-anak ini akan menjadi sebuah bencana besar.
"Selain dampak langsung dari kekerasan, konsekuensi jangka panjang dari krisis bagi anak-anak dalam negeri bisa menjadi bencana besar," ucap Henrietta Fore.
Penulis : Rizky L Pratama Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV