> >

Panglima Militer 12 Negara Kutuk Jalan Kekerasan yang Diambil Militer Myanmar

Kompas dunia | 28 Maret 2021, 23:22 WIB
Panglima Tertinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing memimpin parade tentara pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. (Sumber: AP Photo)

WASHINGTON, KOMPAS.TV - Pejabat tinggi militer dari Amerika Serikat dan hampir selusin mitranya hari Sabtu, (27/03/2021) mengutuk penggunaan kekuatan mematikan pasukan keamanan Myanmar terhadap rakyatnya sendiri dan mengatakan militer negara telah kehilangan kredibilitas di mata rakyatnya.

Pernyataan bersama, yang diperoleh Reuters menjelang rilis yang direncanakan akhir pekan, adalah deklarasi langka oleh komandan militer paling senior dari negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Asia dan Eropa.

Itu terjadi setelah laporan berita dan saksi mata mengatakan pasukan keamanan Myanmar menewaskan 114 orang pada hari Sabtu, di antaranya anak-anak, pada Hari Angkatan Bersenjata.

Kemarin adalah hari paling berdarah dari penumpasan terhadap pengunjuk rasa pro-demokrasi sejak kudeta militer bulan lalu, dimana militer Myanmar membunuh 114 rakyatnya sendiri.

Baca Juga: Pembantaian yang Dilakukan Junta Militer Myanmar Kian Masif, AS Mengutuk Keras

Jenazah seorang pria yang tewas dalam protes anti-kudeta dibawa ke rumah sakit di kotapraja Latha, Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. (Sumber: AP Photo)

"Sebagai Panglima Militer kami mengutuk penggunaan kekuatan mematikan terhadap orang-orang tak bersenjata oleh Angkatan Bersenjata Myanmar dan dinas keamanan terkait," baca pernyataan tersebut.

Pernyataan itu ditandatangani oleh 12 panglima militer dari Australia, Kanada, Denmark, Jerman, Yunani, Italia, Jepang, Belanda, Selandia Baru, Korea Selatan, Inggris dan Amerika Serikat.

Para diplomat dari negara-negara ini selama ini telah mengutuk pertumpahan darah oleh militer Myanmar, membuat pernyataan itu sebagian besar bersifat simbolis.

Militer Myanmar sejauh ini mengabaikan kritik atas tindakan kerasnya terhadap perbedaan pendapat.

Baca Juga: 114 Rakyat Myanmar Dibunuh Tentara di Hari Angkatan Bersenjata, Total Sudah 440 Orang Tewas

Seorang pengunjuk rasa anti-kudeta melemparkan bom asap terhadap tindakan keras polisi di kota Thaketa Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021 (Sumber: AP Photo)

Sementara draf pernyataan tidak secara eksplisit mengutuk kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi, namun dikatakan militer profesional harus mengikuti standar internasional untuk berperilaku “dan bertanggung jawab untuk melindungi - bukan merugikan - orang-orang yang mereka layani.”

Dikatakan militer Myanmar harus "menghentikan kekerasan dan bekerja untuk memulihkan rasa hormat dan kredibilitas di mata rakyat Myanmar yang telah hilang melalui tindakan mereka."

Militer Myanmar mengatakan mereka mengambil alih kekuasaan karena pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi penuh kecurangan dan penipuan, namun dibantah KPU Myanmar.

Baca Juga: Ribuan Warga Desa Suku Karen Mengungsi ke Thailand, Selamatkan Diri dari Serangan Udara Myanmar

Sejumlah demonstran tampak berupaya membidik pasukan keamanan dengan ketapel rakitan di Yangon, Myanmar, Rabu (17/3/2021). (Sumber: AP Photo)

Aung San Suu Kyi ditahan di lokasi yang dirahasiakan dan banyak tokoh lain di partai Liga Nasional untuk Demokrasi yang dipimpin Suu Kyi juga ditahan.

Pembunuhan 114 orang pada hari Sabtu, Hari Angkatan Bersenjata tahunan Myanmar membuat jumlah warga sipil yang dilaporkan tewas sejak kudeta menjadi lebih dari 440.

Sanksi baru AS dan Eropa minggu ini meningkatkan tekanan eksternal pada junta. Tetapi para jenderal Myanmar telah mendapatkan beberapa dukungan dari Rusia dan China. Keduanya adalah anggota pemegang veto Dewan Keamanan PBB yang dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Wakil menteri pertahanan Rusia Alexander Fomin menghadiri pawai di ibu kota Myanmar, Naypyitaw pada hari Sabtu, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya.

Para diplomat mengatakan delapan negara - Rusia, China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos dan Thailand - mengirim perwakilan ke parade Hari Angkatan Bersenjata, tetapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim seorang menteri.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV


TERBARU