Dengan Ketapel dan Bom Molotov, Para Demonstran Myanmar Balas Melawan Aparat
Kompas dunia | 18 Maret 2021, 01:37 WIBBaca Juga: PBB: Sedikitnya 138 Pengunjuk Rasa Tewas Dibunuh Aparat Keamanan Myanmar Sejak Kudeta
Selain aksi kekerasan, junta awalnya juga telah menahan ratusan politisi senior. Pemimpin de facto sebelum kudeta Suu Kyi juga ditahan dan didakwa atas sejumlah kejahatan yang disebut para pendukung Suu Kyi bermotif politik.
Televisi negara MRTV mengumumkan pada Selasa (16/3/2021) bahwa seorang tokoh terkemuka lain, Dr. Sasa, telah didakwa dengan pengkhianatan tingkat tinggi, dengan ancaman hukuman mati. Dia tetap bebas, dan meskipun berada dalam persembunyian, tetap kerap berkomunikasi dengan jurnalis, diplomat dan pihak lain.
Dr. Sasa ditunjuk sebagai utusan khusus PBB oleh sebuah komite bentukan anggota parlemen terpilih, yang dilarang menempati posisi mereka oleh kubu kudeta.
Komite bayangan pemerintah yang mengklaim sebagai badan perwakilan rakyat Myanmar sah satu-satunya, juga dinyatakan telah berkhianat oleh junta.
Dr. Sasa mengatakan, ia bangga didakwa dengan pengkhianatan. “Karena pengkhianatan terhadap junta berarti saya berdiri bersama rakyat Myanmar, memberikan hidup saya bagi kebebasan mereka, bagi demokrasi federal dan bagi keadilan,” ujarnya.
Baca Juga: Junta Militer Myanmar Berlakukan Darurat Militer di Yangon, Imbas Perusakan Pabrik China
Selain aksi perlawanan oleh para demonstran di Yangon, sejumlah media setempat dan media sosial melaporkan sejumlah aksi unjuk rasa damai yang berlangsung pada Rabu (17/3/2021) di Taungoo, Thayet, Myingyan dan Madaya di Myanmar tengah; Tamu di kawasan barat-laut dekat perbatasan India, dan Pyay di tepi Sungai Irrawaddy di barat-laut Yangon.
Pada Minggu (14/3/2021), pemerintah Myanmar telah memerintahkan penutupan layanan data internet seluler. Akses wi-fi tetap dibiarkan, namun sejumlah pengguna melaporkan pada Rabu (17/3/2021) bahwa internet wi-fi berjalan sangat lambat hingga sulit mengunggah foto dan video.
Sejak Senin (15/3/2021), aparat telah memberlakukan darurat militer di sejumlah kawasan di Yangon hingga kawasan tersebut berada di bawah kendali militer dan menyulitkan para demonstran untuk berkomunikasi.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV