Kudeta Myanmar: 18 Orang Tewas Akibat Brutalitas Aparat
Kompas dunia | 1 Maret 2021, 05:15 WIBNAYPYIDAW, KOMPAS.TV - Demonstrasi menentang kudeta militer Myanmar terus menghadapi brutalitas aparat selama beberapa hari terakhir. Setidaknya 18 warga sipil tewas karena tembakan aparat pada Minggu (28/2/2021).
"Menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh kantor hak asasi manusia PBB - sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka," demikian keterangan resmi PBB, Minggu (28/2/2021), dikutip dari abc.net.au.
Junta Myanmar mengerahkan polisi dan tentara menghadapi ratusan ribu warga sipil yang memprotes kudeta dan penahanan Suu Kyi pada Minggu pagi.
Baca Juga: Detik-Detik Pembubaran Demo Anti Kudeta Myanmar, Polisi Tingkatkan Tekanan
Aparat melepaskan tembakan di berbagai tempat di Yangon setelah granat kejut, gas air mata dan tembakan di udara gagal memecah kerumunan.
"Myanmar seperti medan perang," kata Charles Maung Bo, kardinal Katolik pertama di negara mayoritas Buddha itu, di Twitter.
Beberapa orang yang terluka diangkut oleh sesama pengunjuk rasa, meninggalkan noda darah di trotoar.
Seorang pria meninggal setelah dibawa ke rumah sakit dengan peluru di dadanya, kata seorang dokter yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Seorang wanita meninggal karena serangan jantung yang diduga karena granat setrum yang digunakan aparat untuk membubarkan para guru yang ikut berunjuk rasa.
Polisi juga melemparkan granat setrum di luar sekolah kedokteran Yangon, membubarkan pendemo dari kalangan dokter dan pelajar.
Aliansi pekerja medis Whitecoat Alliance mengatakan aparat telah menangkap lebih dari 50 tenaga kesehatan.
Polisi juga melepaskan tembakan di Dawei di selatan Myanmar. Tiga orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka, menurut politisi Kyaw Min Htike kepada Reuters.
Media lokal Myanmar Now melaporkan dua orang tewas dalam protes di kota Mandalay. Polisi juga membubarkan protes di kota-kota lain, termasuk Lashio di timur laut dan Myeik di selatan jauh.
Pemimpin junta Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pekan lalu aparat akan mengurangi represi untuk menangani protes.
Baca Juga: PNS Ikut Mogok Massal, Junta Militer Myanmar Terancam Lumpuh
Televisi MRTV milik negara mengumumkan, polisi telah menangkap lebih dari 470 orang pada Sabtu (27/2/2021). Tidak jelas berapa banyak yang ditahan pada hari Minggu. Angkatan Darat juga mengklaim seorang polisi telah tewas.
Human Rights Watch mengkritik kekerasan aparat itu.
"Peningkatan penggunaan kekerasan aparat keamanan Myanmar di banyak kota... sangat keterlaluan dan tidak dapat diterima," kata Phil Robertson, wakil direktur Asia untuk Human Rights Watch.
Esther Ze Naw, seorang aktivis muda mengatakan masyarakat Myanmar sedang berjuang untuk mengatasi ketakutan akan militer yang telah mereka alami begitu lama.
"Ketakutan ini hanya akan tumbuh jika kita terus menghidupinya dan orang-orang yang menciptakan ketakutan ini tahu akan hal itu," katanya. "Mereka terlihat jelas mencoba menanamkan rasa takut pada kami dengan membuat kami lari dan bersembunyi… Kami tidak bisa menerimanya."
Represi polisi itu terjadi setelah televisi pemerintah mengumumkan pemecatan Duta Myanmar untuk PBB. Junta militer menganggap duta besar bernama Kyaw Moe Tun telah mengkhianati negara dengan mendesak PBB untuk menggunakan "segala cara yang diperlukan" untuk membatalkan kudeta.
"Saya memutuskan untuk tetap melawan selama saya bisa," kata Kyaw Moe Tun di New York.
Negara-negara lain telah mengecam kudeta tersebut dan beberapa negara itu telah memberlakukan sanksi terbatas. Namun, para jenderal militer Myanmar mengabaikan tekanan diplomatik itu.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak Angkatan Darat merebut kekuasaan pada 1 Februari. Militer menuduh ada kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan partai NLD secara telak.
Militer berjanji akan menggelar pemilu ulang, tapi belum menetapkan tanggal pasti.
Baca Juga: WHO: Pandemi Covid-19 Kemungkinan Akan Jadi Endemik
Mereka juga menahan Aung San Suu Kyi, pemimpin Myanmar terpilih dan banyak pimpinan partai NLD demi memuluskan kudeta.
Polisi Myanmar menjerat Suu Kyi dengan tuduhan mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal dan melanggar undang-undang bencana alam dengan melanggar protokol virus corona.
Suu Kyi akan menjalani persidan lanjutan pada Senin (1/3/2021) waktu setempat.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV