Iran Kembali Tegaskan Anti Senjata Nuklir, Menyusul Kontroversi Pernyataan Menteri Intelijennya
Kompas dunia | 15 Februari 2021, 22:21 WIBIran mengklaim fatwa itu sudah tegak berlaku selama bertahun-tahun sebelum diumumkan kepada publik untuk pertama kalinya tahun 2010, pada saat ketegangan akan program nuklir Iran sedang puncak-puncaknya.
Saat itu Iran dituding komunitas internasional, terutama dunia barat dan Israel, secara rahasia sedang berusaha membangun senjata nuklir.
Fatwa pemimpin tertinggi Iran itu menegaskan, penggunaan senjata nuklir maupun senjata pemusnah masal adalah "haram", atau terlarang dalam Islam, dan fatwa itu secara teratur dinyatakan pemerintah Iran untuk menjamin niat baik Iran tentang program nuklirnya.
Baca Juga: Iran Lakukan Latihan di Perbatasan Irak, Persiapan Hadapi AS?
Namun kementerian luar negeri Amerika Serikat menggambarkan pernyataan Alavi sebagai "sangat mengkuatirkan" dan mengatakan Iran memiliki tanggung jawab berdasarkan Traktat Non-Proliferasi Nuklir untuk tidak akan pernah "memiliki senjata nuklir".
Semua silang kata ini terjadi saat kesepakatan akbar program nuklir Iran tahun 2015 dengan negara-negara besar dunia berada di ujung tanduk.
Bekas presiden AS Donald Trump mundru dari kesepakatan itu tahun 2018 dan menerapkan sanksi baru terhadap Iran, sehingga Iran bereaksi secara gradual dan bertahap menunda kepatuhan mereka pada komitmen paling penting dalam kesepakatan nuklir mereka.
Pemerintahan baru AS dibawah Joe Biden sudah menyatakan keinginan untuk kembali masuk ke kesepakatan tersebut, namun berkeras Iran harus terlebih dulu patuh secara penuh kepada kesepakatan. Sementara itu Iran mensyaratkan agar AS membatalkan dulu sanksinya.
Baca Juga: Ulama Iran: Mereka yang Mendapat Vaksin Covid-19 Berubah jadi Homoseksual
Kantor berita Tasnim yang dipandang berhalauan ultrakonservatif menghajar Alavi atas "pernyataannya yang mengherankan" karena bisa mendatangkan "konsekuensi sangat serius".
Dalam sebuah artikel editorialnya, Kantor Berita Tasnim melaporkan, fatwa pemimpin tertinggi Iran itu bukan sekedar untuk "membuai" dunia Barat, tapi sebaliknya untuk menegaskan bahwa bom nuklir itu bertentangan dengan sifat republik Islam itu.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV