> >

Sungai Mekong di Thailand Berubah Warna Menjadi Indigo. Pertanda Apa Ini?

Kompas dunia | 13 Februari 2021, 21:38 WIB
GISTDA Thailand mengungkap gambar Sungai Mekong yang telah berubah warna menjadi indigo yang dipantau dari satelit Sentinel-2 dalam dua periode perbandingan, sebelah kiri 3 Januari 2021 dan sebelah kanan 7 Februari 2021. (Sumber: GISTDA Thailand)

BANGKOK, KOMPAS.TV - Ketinggian air di Sungai Mekong telah turun ke "tingkat yang mengkhawatirkan." Komisi Sungai Mekong (MRC) menilai hal ini sebagian terjadi karena pembatasan aliran keluar dari bendungan pembangkit listrik tenaga air China di hulu.

Melansir Reuters pada Jumat (12/2/2021), MRC meminta Beijing untuk membagikan semua data air miliknya. Jalur air vital itu telah berubah menjadi biru di sepanjang perbatasan Thailand-Laos.

Biasanya air Sungai Mekong berwarna coklat keruh, yang menandakan air dangkal dan tingkat rendah sedimen kaya nutrisi.

The Geo-Informatics and Space Technology Development Agency (GISTDA) di Thailand sebelumnya memberi peringatan, sedimen sekarang terlihat jelas di bawah air Sungai Mekong. Kini sungai yang melalui lima negara itu sudah berwarna biru tua. Sementara beberapa gundukan pasir telah muncul di tengah sungai.

GISTDA mengatakan perubahan ketinggian air ini merupakan indikasi kekeringan parah yang akan dihadapi wilayah tersebut.

“Delapan provinsi di sepanjang sungai akan terpengaruh, yaitu Chiang Rai, Loei, Nong Khai, Beung Kan, Nakhon Phanom, Mukdahan, Amnat Charoen dan Ubon Ratchathani," katanya kepada The Nation Thailand pada Selasa (2/2/2021).

Baca Juga: Pesta Narkoba Rayakan Kekayaan Baru, Nelayan Penemu Mutiara Langka di Thailand Ditangkap Polisi

Kekeringan dikhawatirkan tidak hanya akan memengaruhi ekosistem. Tetapi juga pertanian yang menanam tanaman komersial seperti padi, karet, tembakau, dan tomat.

Sementara itu, Samran Reunnak, pelaksana tugas kepala Dinas Perikanan Nakhon Phanom Thailand, mengatakan ketinggian sungai telah rendah selama beberapa tahun dan pada akhirnya akan memengaruhi kondisi air negara yang dilaluinya.

“Warna sungai menjadi biru tua karena airnya terlalu rendah dan tidak bisa mengalir dengan baik sehingga menyebabkan semakin banyak material mengendap. Air akhirnya menjadi lebih gelap,” ujarnya.

“Ikan tidak akan bisa bertelur di air ini dan pada akhirnya beberapa spesies langka akan hilang dari sungai.” tambahnya.

Sementara itu MRC hari Jum'at (12/02/2021) mengatakan curah hujan rendah dan bendungan di Mekong Bawah dan anak sungai juga berkontribusi pada penurunan level.

Baca Juga: Mutiara Melo Oranye Sangat Langka ditemukan Nelayan Thailand, Ditawar Hampir 5 Miliar Rupiah

"Ada kenaikan dan penurunan mendadak di permukaan air segera di hilir Jinghong dan lebih jauh ke Vientiane," kata Winai Wongpimool, direktur Divisi Dukungan Teknis Sekretariat MRC.

Fluktuasi seperti itu memengaruhi migrasi ikan, pertanian dan transportasi yang diandalkan hampir 70 juta orang untuk mata pencarian dan ketahanan pangan mereka.

"Untuk membantu negara-negara Mekong Hilir mengelola risiko secara lebih efektif, kami meminta China dan negara-negara Mekong Hilir sendiri untuk berbagi rencana pelepasan air mereka dengan kami," kata Winai.

MRC mengatakan kondisi normal dapat dipulihkan jika volume besar air dilepaskan dari waduk bendungan China.

Baca Juga: Kudeta Myanmar: Thailand dan Kamboja Tak Mau Ikut Campur, Filipina Prioritaskan Warganya

Kementerian Luar Negeri China tidak menjawab permintaan komentar pada Jumat karena hari libur umum.

Pemantau Bendungan Mekong yang didanai AS, menggunakan data satelit untuk melacak permukaan air. Hasil pemantauan juga menyoroti fluktuasi harian dalam pelepasan air dari Bendungan Jinghong China pada Februari.

China tahun lalu berjanji untuk berbagi data bendungannya dengan negara anggota MRC seperti Laos, Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Pada Januari, Beijing memberi tahu negara tetangganya, bendungannya sedang mengisi waduk dan alirannya akan dikembalikan ke "status operasi normal" pada 25 Januari.

“Tingkat aliran keluar di Bendungan Jinghong adalah 785 meter kubik per detik pada awal Januari sebelum naik menjadi 1.400 meter kubik per detik pada pertengahan Januari,” kata MRC.

Namun, level turun lagi pada Februari dan menjadi 800 meter kubik per detik pada Kamis, kata MRC. Pernyataan itu tidak menyebutkan pemberitahuan terbaru dari Beijing.


 

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU