Bob Marley, Musik Reggae untuk Kebebasan dan Kemanusiaan
Kompas dunia | 6 Februari 2021, 21:17 WIBSOLO, KOMPAS.TV - Tepat hari ini 76 tahun lalu, penyanyi Bob Marley lahir. Musisi reggae ini bakal terus terkenang di mata para penggemarnya karena lagu dan semangatnya memperjuangkan kebebasan dan kemanusiaan.
Bob Marley lahir pada 6 Februari 1945 di St Ann Parish, Jamaika. Ia menyandang nama Nesta Robert Marley.
Ayahnya seorang perwira angkatan laut kulit putih dan ibunya adalah gadis Jamaika kulit hitam berusia 18 tahun.
Baca Juga: Selamat Ulang Tahun, Pramoedya Ananta Toer, Sastrawan Indonesia yang Lahir 6 Februari 1925
Saat berumur 9 tahun, Bob Marley pindah ke kawasan pemukiman yang terkenal keras di sisi barat Kingston, Ibu Kota Jamaika. Namun, di sana ia menemukan dua teman yang kelak terus menemaninya bermusik: Neville "Bunny" Livinstone alias Bunny Wailer dan Peter McIntosh alias Peter Tosh.
Ketiganya memutuskan berhenti sekolah bersama-sama ketika berumur 14 tahun. Mereka pun mulai bermain musik dalam kelompok musik reggae bernama The Wailers.
Reggae adalah varian lain aliran musik ska. Ska sendiri muncul dari perpaduan blues New Orleans, Amerika Serikat dan musik tradisional Afrika.
The Wailers berhasil melambungkan musik reggae di Jamaika hingga dilirik label-label rekaman internasional.
Ada cerita unik soal kepopuleran The Wailers. Suatu ketika mereka diminta menjadi kelompok musik pembuka serangkaian konser di Amerika. Di tengah jalan mereka dipecat.
Sebabnya, mereka ternyata lebih populer daripada band Amerika yang mengadakan konser.
Pada 1974, The Wailers bubar. Bob Marley memulai karir solonya.
Marley bukan cuma musisi biasa. Ia kerap membantu mengampanyekan sosial politik. Ia blak-blakan mendukung legalisasi mariyuana. Marley juga mengampanyekan kemerdekaan negara-negara Afrika melalui Pan-Afrikaisme.
Pada 3 Desember 1976, Marley pernah mengalami percobaan pembunuhan. Saat itu, Bob Marley akan mengikut sebuah konser perdamaian di Jamaika.
Seorang penembak tak dikenal membuat Marley mengalami luka ringan di dada dan tangan. Namun, percobaan pembunuhan itu tak membuatnya gentar.
“Orang yang mencoba merusak dunia ini tak mengambil cuti satu hari pun. Bagaimana bisa aku istirahat?” kata Marley ketika ditanya alasan melanjutkan konser itu.
Lagu-lagu Marley tak berhenti di panggung atau kaset rekaman. Ia menginspirasi orang-orang untuk terus berjuang.
Para gerilyawan kemerdekaan Zimbabwe mengaku, lagu-lagu Bob Marley teringat di kepala saat mereka berperang. Karena itu, ia pun diminta bernyanyi dalam konser hari kemerdekaan Zimbabwe.
“Semua orang kegirangan dan berteriak-teriak. Konser itu gratis. Kami membayarnya dengan kecintaan terhadap musik Marley. Semua orang tak percaya kami telah bebas, merdeka. Aku tak pernah merasakan itu dalam hidupku sebelumnya. Kami masih membicarakan konser hari itu," tutur Enos Nyarenda, seorang aktivis Zimbabwe, dikutip dari Forbes.
Namun, Marley diam-diam mengidap melanoma, sejenis kanker kulit di bawah kuku jempol kakinya. Hal itu telah ia ketahui sejak 1977.
Baca Juga: Cerita Steven Jam dan Kecintaannya pada Musik Reggae!
Marley menolak mengamputasi kakinya untuk menghentikan kanker itu. Mengamputasi kaki tak sejalan dengan jaran Rastafari yang ia anut.
Pada September 1980 Bob Marley ambruk saat sedang jogging di Central Park, New York. Dokter mengatakan, kanker itu telah menjalar ke otak, hati, dan paru-parunya.
Bob Marley dirawat selama 8 bulan, tapi keadaannya tak kunjung membaik. Saat perjalanan pulang ke Jamaika menggunakan pesawat, kondisinya memburuk.
Bob Marley akhirnya meninggal dunia pada 11 Mei 1981 di usia 36 tahun.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV