> >

Internet Kini Mati di Myanmar, Setelah Militer Gagal Bungkam Facebook, Twitter, dan Instagram

Kompas dunia | 6 Februari 2021, 15:50 WIB
Seorang pendukung menunjukkan salut tiga jari, simbol protes dan perlawanan atas kudeta militer di Myanmar. Empat aktivis yang ditangkap hadir di pengadilan di Mandalay, Myanmar, Jumat, 5 Februari 2021. Ratusan siswa dan guru turun ke jalan-jalan Myanmar menuntut militer menghormati hasil pemilu, membebaskan seluruh pemimpin politik yang ditahan 1 Februari. (Sumber: AP Photo)

YANGON, KOMPAS.TV - Setelah gagal membendung pergerakan netizen setelah pemblokiran Facebook yang diikuti pemblokiran Twitter dan Instagram, junta militer Myanmar hari Sabtu (06/02/2021) dilaporkan gemas sehingga mematikan sambungan internet saat ribuan warga turun ke jalan di Yangon untuk memprotes kudeta dan menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi, demikian dilansir Reuters,  Sabtu (06/02/2021).

Unjuk rasa ini adalah yang pertama sejak para jenderal mengambil alih kekuasaan hari Senin (01/02/2021) lalu, dimana pengunjuk rasa meneriakkan kata-kata "Diktator militer gagal, gagal, Demokrasi, menang, menang," sambil membawa spanduk bertuliskan "Melawan Kediktatoran Militer,"

Warga terlihat memberi air minum dan kudapan untuk para pengunjuk rasa di jalan-jalan. 

Baca Juga: Kudeta Myanmar: Susul Pemblokiran Facebok, Militer Kini Blokir Twitter dan Instagram

Mahasiswa yang ditangkap kepolisian Myanmar menunjukkan salam tiga jari simbol perlawanan terhadap kudeta militer di Myanmar (Sumber: AP Photo)

Saat unjuk rasa makin membesar dan para pengunjuk rasa mengeluarkan seruan di sosial media untuk turun ke jalan, internet di seluruh Myanmar mati.

Kelompok pemantau Netbloks Internet Observatory, seperti dilansir Reuters, melaporkan "Pemadaman Internet skala nasional" di Myanmar, dan melaporkan sambungan ke internet jatuh ke 54 persen dibanding biasanya. Selain itu, berbagai pihak melaporkan sambungan internet HP dan Wifi juga mati.

Junta militer tidak merespon permintaan keterangan media. Mereka selama ini berupaya menekan perlawanan, awalnya memblokir Facebook, lalu disusul pemblokiran Twitter dan Instagram di hari Sabtu, (06/02/2021)

Penyedia jasa komunikasi asal Norwegia, Telenor Asa, mengatakan penguasa memerintahkan penyedia saluran internet untuk memblokir akses ke Twitter dan Instagram "hingga pemberitahuan lebih lanjut"

Baca Juga: Indonesia dan Malaysia Desak Negara-Negara ASEAN Bicarakan Kudeta Myanmar

Sekuntum mawar merah di depan jajaran kepolisian Myanmar saat unjuk rasa warga hari Jumat, 05 Februari 2021 menentang kudeta militer Myanmar (Sumber: AP Photo)

Walau begitu, banyak yang bersiasat dan menggunakan VPN (virtual private networks) untuk menyembunyikan lokasi dan sambungan internet mereka, namun gangguan yang disengaja dan pengurangan layanan sambungan internet bagi rakyat Myanmar akan sangat membatasi akses kepada informasi dan sumber berita independen. 

"Sambungan internet mati namun kami tidak akan berhenti bersuara," tutur seorang pengguna Twitter bernama Maw Htun Aung. "Mari berjuang secara damai untuk demokrasi dan kebebasan. Mari berjuang hingga menit terakhir, untuk masa depan kita,"

Berbagai lembaga masyarakat meminta penyedia jasa internet dan jaringan nirkabel untuk melawan perintah junta militer yang memblokir akses internet.

Baca Juga: Mahasiswa dan Dosen di Myanmar Turun ke Jalan Untuk Protes Kudeta

Pengacara lulusan Universitas Yadanabon memberikan salam protes dengan tiga jari sambil memegang spanduk bertuliskan Kami mengutuk kudeta yang melanggar hukum. Tidak untuk kediktatoran Sabtu, 6 Februari 2021 di Mandalay, Myanmar. Otoritas militer mematikan saluran internet hari Sabtu 06 Februari 2021. (Foto AP) (Sumber: AP Photo)

"Dengan patuh kepada arahan mereka, perusahaan anda pada dasarnya mengakui kekuasaan militer, terlepas dari berbagai kecaman dunia atas lembaga itu," tutur sebuah koalisi masyarakat dalam pernyataan mereka.

Telenor mengatakan, sebelum sambungan internet dimatikan, mereka secara hukum wajib mematuhi perintah untuk memblokir beberapa sosial media, namun mereka menyoroti "arahan tersebut bertentangan dengan aturan HAM internasional,"

Deputi direktur kawasan Amnesty International Ming Yu Hah mengatakan, langkah mematikan internet ditengah kudeta dan pandemi Covid-19 adalah keputusan yang "mengerikan dan ceroboh"

Baca Juga: Orang Kepercayaan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar, Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup

Tekanan Internasional

Negara anggota Dewan Keamanan PBB dalam foto ini sedang bersidang di markas besar PBB New York. Dewan Keamanan PBB bersidang hari Selasa, (02/02/2021) membahas kudeta militer di Myanmar, yang disebut Sekjen PBB Antonio Guterres sebagai pukulan serius bagi reformasi demokrasi. (Sumber: Reuters/Shannon Stapleton)

Kudeta itu mengundang kecaman dunia, dimana Dewan Keamanan mendesak junta membebaskan seluruh tahanan sementara Amerika Serikat mempertimbangkan sanksi bagi Myanmar.

Aung San Suu Kyi belum terlihat di depan umum semenjak kudeta. Pengacara Suu Kyi dan presiden terguling Win Myint mengatakan, mereka ditahan di rumah masing-masing dan pengacara tidak bisa bertemu karena mereka masih diperiksa. 

Suu Kyi dituding mengimpor secara ilegal sejumlah walkie-talkie sementara Win Myint dituding melanggar aturan pembatasan sosial masa pandemi Covid-19.  

Suu Kyi, 75, has not been seen in public since the coup. She spent some 15 years under house arrest during a struggle against previous juntas before the troubled democratic transition began in 2011.

Baca Juga: Orang Kepercayaan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar, Terancam Hukuman Penjara Seumur Hidup

Penasihat ekonomi Aung San Suu Kyi, Sean Turnell, mengatakan kepada Reuters hari Sabtu (06/02/2021) bahwa dirinya juga ditahan. 

Unjuk rasa hari Sabtu (06/02/2021) adalah perlawanan pertama di jalanan dari  masyarakat. Selama ini junta militer memiliki sejarah panjang pemberangusan unjuk rasa dengan cara berdarah. 

Pembangkangan sosial makin meluas di Myanmar minggu ini, dimana dokter dan guru ikut mogok kerja dan masyarakat setiap malam sengaja memukuli berbagai perabotan dapur seperti wajan, panci, tutup panci, ember, dan apapun yang berisik. 

Menurut berbagai laporan sudah 30 orang ditangkap penguasa militer karena memukuli perabotan dapur, menambah daftar mereka yang ditangkap dan ditahan militer. 

Penulis : Edwin-Shri-Bimo

Sumber : Kompas TV


TERBARU