Anggota Parlemen Prancis Perdebatkan RUU untuk Melawan Islam Radikal
Kompas dunia | 2 Februari 2021, 03:51 WIBPARIS, KOMPAS.TV – Pada Senin (1/2/2021), anggota parlemen Prancis membahas RUU untuk menggali Islam radikal dari akarnya di negara tersebut. RUU ini luas dan kontroversial, dengan 1.700 amandemen yang diusulkan. Perdebatan akan RUU ini diperkirakan akan terus berlangsung hingga dua pekan mendatang di majelis rendah.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, seorang anggota partai berhaluan tengah dan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang berhaluan kanan, menjalankan misi itu dengan semangat. Darmanin bahkan menulis sebuah buku pendek yang akan dirilis dalam beberapa hari ke depan. Buku itu berjudul "Manifesto for Secularism," dan berisi tentang perlindungan terhadap nilai fundamental Prancis yang dilindungi oleh RUU ini.
"Islamisme adalah kuda Troya yang menyembunyikan bom fragmentasi masyarakat kita," tulis Darmanin dalam buku itu. "Dalam menghadapi musuh yang berbahaya, yang kita tahu jauh dari ajaran agama nabi (Islam), adalah normal jika pejabat publik mengambil tindakan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujarnya seperti dikutip dari the Associated Press.
Baca Juga: Prancis Luncurkan Rancangan Undang-undang Untuk Melawan Radikalisme
Dalam pembahasan RUU ini, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin menyebutkan, “(Ini merupakan) RUU bagus yang melindungi kebebasan, teks yang bagus untuk sekularisme. Tidak naif atau histeris. Hanya sesuai dengan (prinsip) republik sehingga setiap orang bisa hidup bebas, mengekspresikan agamanya, bisa berdoa atau tidak berdoa jika mereka mau. Hari ini, tuan dan nyonya parlemen, Anda membuat undang-undang, dan pemerintah akan terbuka untuk setiap usulan (amandemen) dalam 15 hari ke depan. Setia dengan gagasan bahwa republik harus tetap apa adanya, setia pada konstitusi Jenderal (Charles) de Gaulle, setia pada hukum 1905 (UU Pemisahan Gereja dan Negara), setia pada sejarah Prancis. Terima kasih."
Namun tidak semua anggota parlemen menyetujui RUU ini. Pemimpin partai sayap kanan 'La France Insoumise', Jean-Luc Melenchon, mengatakan, “Tidak, saya tidak naif Pak Menteri Dalam Negeri. Anda membuat undang-undang yang menurut kami tidak berguna karena hanya mengulangi apa yang sudah ada, dan selebihnya berbahaya karena mengancam kebebasan,” ujarnya.
“Menurut kami (RUU) sangat berbahaya bagi persatuan negara yang berpenduduk lima hingga enam juta Muslim ini. Mereka adalah sesama warga negara, orang tua kita, dan selalu menjadi sekutu kita," tambahnya.
Berbagai serangan di Prancis oleh ekstremis Islam menjadi latar belakang pembuatan RUU tersebut. Pemerintah Prancis menyebut bahwa RUU ini berlaku untuk semua agama, namun masyarakat muslim di Prancis mengatakan RUU tersebut merujuk pada Islam.
RUU tersebut berupaya mengawasi fungsi perkumpulan dan masjid dalam skala kecil dan besar. Selain itu, dalam RUU juga diatur tentang pendanaan asing, yang dianggap sebagai titik masuk ideologi Islam dalam kehidupan muslim.
Baca Juga: Pemimpin Sayap Kanan Prancis Usulkan Larangan Berjilbab Demi Peluang Menang di Pilpres 2022
RUU tersebut juga bertujuan untuk memastikan bahwa pegawai layanan publik menghormati netralitas dan sekularisme, sekaligus melindungi mereka dari ancaman atau kekerasan.
Dalam upaya untuk melindungi anak-anak dari indoktrinasi, RUU ini akan menghapus ‘sekolah bawah tanah’. Dalam RUU diatur tentang anak yang telah berusia 3 tahun harus bersekolah di sekolah umum.
Menurut media Prancis, sekitar 50.000 anak bersekolah di rumah pada tahun 2020. Melalui ‘sekolah bawah tanah’ ini, anak-anak dilaporkan telah diindoktrinasi oleh ideologi radikal.
Baca Juga: Tekan Penyebaran Covid-19, Prancis Perpanjang Jam Malam
Di antara poin-poin penting lainnya, RUU tersebut juga akan mengatur perkumpulan, termasuk perkumpulan yang dilakukan di masjid. RUU mengharuskan perkumpulan yang menerima dana negara harus menandatangani kontrak komitmen dengan negara, bahwa mereka akan menghormati nilai-nilai yang berlaku di Prancis. Pendanaan itu harus dikembalikan pada negara jika perkumpulan melanggar kontrak. Dana asing untuk masjid tidak dilarang, namun untuk yang berjumlah lebih dari 10.000 euro, harus diumumkan.
Usulan undang-undang tersebut juga berupaya untuk menghentikan penerbitan sertifikat keperawanan oleh dokter, mengentikan praktik poligami dan kawin paksa. Dokter akan didenda dan berisiko dipenjara jika memberikan sertifikat keperawanan.
Penulis : Tussie-Ayu
Sumber : Kompas TV