> >

Ribuan Orang Berkumpul Dalam Pemakaman Rabbi di Yerusalem, Protokol Kesehatan Diabaikan

Kompas dunia | 1 Februari 2021, 05:23 WIB
Ribuan warga Yahudi ultra-Ortodoks menghadiri pemakaman rabbi terkemuka Meshulam Soloveitchik, di Yerusalem, Minggu, 31 Januari 2021. Upacara massal itu tetap berlangsung meskipun peraturan kesehatan Israel melarang pertemuan publik besar-besaran selama lockdown nasional untuk menekan penyebaran virus. (Sumber: AP / Ariel Schalit)

YERUSALEM, KOMPAS.TV – Ribuan warga Yahudi ultra-Ortodoks memadati pemakaman dua rabbi terkemuka di Yerusalem pada Minggu (31/1/2021). Aktivitas ini memicu kritik, karena membuat kerumunan besar di tengah pandemi Covid-19.

Prosesi pemakaman untuk Rabbi Meshulam Soloveitchik, yang meninggal dunia dalam usia 99 tahun dihadiri ribuan orang. Mereka berjalan melalui jalan-jalan di Yerusalem dengan pakaian Yahudi ultra-Ortodoks. Sebagian dari mereka memakai masker, namun hanya digantungkan di leher.

Fenomena tersebut telah merusak kampanye vaksinasi agresif di negara tersebut. Israel saat ini diketahui tengah berusaha untuk menekan penyebaran Covid-19. Para penantang politik menuduh Netanyahu telah gagal menegakkan hukum, karena tekanan politik dari sekutu politiknya, yaitu Yahudi ultra-Ortodoks.

Baca Juga: Dikritik Karena Tak Berbagi Vaksin, Akhirnya Israel Setuju Berikan Vaksin Pada Palestina

Kerumunan orang yang padat berkumpul di luar rumah rabbi dan mengabaikan aturan pembatasan pertemuan. Banyak orang dalam kerumunan itu yang tidak memakai masker.

Seperti dikutip dari the Associated Press ribuan pengunjung pemakaman Yahudi ultra-Ortodoks memakai jubah hitam dan berjalan melewati pintu masuk utama kota menuju tempat Soloveitchik akan dimakamkan. Sejumlah petugas polisi memblokir persimpangan lalu lintas untuk memungkinkan peserta lewat, tetapi tampaknya tidak melakukan tindakan untuk mencegah pertemuan ilegal tersebut.

Media Israel mengatakan, Soloveitchik, seorang sarjana agama terkemuka yang memimpin sejumlah seminari terkenal, baru-baru ini menderita Covid-19.

Minggu malam, ribuan pelayat ultra-Ortodoks menghadiri pemakaman rabbi lain yang dihormati yaitu, Yitzhok Scheiner. Para pelayat melanggar aturan pembatasan sosial, padahal Scheiner yang berusia 98 tahun, juga meninggal karena Covid-19.

Alon Halfon, seorang pejabat polisi Yerusalem, mengatakan kepada Channel 13 TV bahwa polisi tidak dapat berbuat apa-apa untuk membubarkan kerumunan. Dia mengatakan, polisi telah membantu mengurangi jumlah kerumunan dengan mengeluarkan 100 kartu pelanggaran kesehatan. Namun menurut mereka, mencoba membubarkan kerumunan akan menjadi tidak bijaksana dan berbahaya.

Kementerian Kesehatan Israel telah mencatat lebih dari 640.000 kasus virus corona yang terkonfirmasi dan sedikitnya 4.745 kematian sejak dimulainya pandemi.

Baca Juga: Meriam Air Semprot Demo Tuntut PM Israel Benjamin Netanyahu Mundur

Israel baru-baru ini mencatat rata-rata lebih dari 6.000 kasus virus corona yang terkonfirmasi setiap hari. Jumlah ini merupakan salah satu tingkat infeksi tertinggi di negara berkembang. Pada saat yang sama, Israel telah memvaksinasi lebih dari 3 juta warganya, juga salah satu tingkat per kapita tertinggi di dunia.

Pakar kesehatan mengatakan perlu beberapa minggu bagi vaksin untuk bisa bekerja dan berdampak pada berkurangkan tingkat infeksi dan rawat inap. Karena itu, pada hari Minggu (31/1/2021), Kabinet Israel bertemu dan akan memperpanjang lockdown nasional selama seminggu lagi.

Pemerintah memberlakukan pembatasan pergerakan, penutupan sekolah dan penutupan bisnis yang tidak penting pada bulan lalu, dalam upaya untuk menekan pandemi Israel yang tak terkendali.

Jumlah kasus virus corona Israel sebagian besar terjadi dalam minoritas Yahudi ultra-Ortodoks negara itu. Komunitas ini sangat relijius dan membentuk sekitar 11% dari 9,2 juta warga Israel. Komunitas Yahudi ultra-Ortodoks ini telah menyumbang sekitar 40% dari kasus baru di Israel.

Banyak sekte Yahudi ultra-Ortodoks tetap membuka sekolah, seminari, dan sinagog, serta mengadakan pernikahan massal dan pemakaman yang melanggar aturan lockdown. Dalam aturan ini, seharusnya sekolah dan bisnis harus ditutup untuk menekan tingkat penyebaran virus.

Beberapa minggu terakhir ini telah terjadi bentrokan antara komunitas Yahudi ultra-Ortodoks yang melanggar aturan dan polisi mencoba menertibkannya.

Para pemimpin Yahudi Ultra-Ortodoks mengatakan mereka telah diperlakukan secara tidak adil dan berpendapat bahwa pemimpin sekuler di negara itu tidak memahami pentingnya doa dan studi agama di komunitas mereka.

Baca Juga: Massa Lanjut Demo Tuntut PM Israel Benjamin Netanyahu Mengundurkan Diri

Mereka mengklaim pelanggaran hukum yang terjadi adalah bagian kecil dari komunitas mereka yang beragam, dan menyalahkan kondisi kehidupan yang padat untuk wabah tersebut.

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah lama mengandalkan partai Yahudi ultra-Ortodoks untuk mendapatkan dukungan. Para kritikus politik mengatakan, Netanyahu menolak untuk memusuhi sekutunya menjelang pemilihan umum yang akan berlangsung.

Tanpa dukungan Yahudi ultra-Ortodoks, akan sangat sulit bagi Netanyahu untuk membentuk koalisi pemerintahan - terutama saat ia mencari kekebalan dari pengadilan korupsi yang sedang berlangsung.

Penulis : Tussie-Ayu

Sumber : Kompas TV


TERBARU