Indonesia - Israel Nyaris Buka Hubungan Diplomatik Tapi Waktu Tidak Cukup, kata Pejabat Senior Trump
Kompas dunia | 20 Januari 2021, 07:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia dan Mauritania nyaris menjadi negara berikutnya yang membuka hubungan diplomatik dengan Israel, demikian dilaporkan Times of Israel Rabu (20/01/2021), berdasarkan wawancara mereka dengan dua pejabat pemerintahan Donald Trump yang tidak disebutkan namanya.
Dalam wawancara tersebut dua pejabat penting pemerintahan Trump mengatakan, tim perdamaian AS tinggal 'beberapa minggu' saja dari menandatangani kesepakatan dengan Mauritania untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel, sementara Jakarta, Indonesia tidak jauh di belakang Mauritania.
Amerika Serikat hampir deal dengan Mauritania dan Indonesia untuk menjadi negara Muslim berikutnya yang menormalkan hubungan dengan Israel, tetapi kehabisan waktu sebelum masa jabatan presiden Trump berakhir, kata dua pejabat AS itu kepada The Times of Israel .
Baca Juga: Menlu Retno Tegaskan Hubungan Indonesia dengan Israel
Mauritania
Kesepakatan dengan Mauritania adalah yang paling dekat untuk dicapai, dengan para pejabat AS percaya bahwa mereka hanya beberapa minggu lagi untuk menyelesaikan kesepakatan.
Mauritania diidentifikasi oleh delegasi yang dipimpin penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner dan utusan khusus Avi Berkowitz sebagai kandidat yang mungkin akan menyusul Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko dalam normalisasi dengan negara Yahudi, mengingat negara itu pernah memiliki hubungan dengan Israel.
Mauritania anggota ketiga Liga Arab yang menjalin hubungan diplomatik penuh dengan Israel pada 1999, tetapi memutuskan hubungan 10 tahun kemudian karena perang Gaza 2008-2009 antara Israel melawan kelompok Hamas.
Baca Juga: Arab Saudi Siap Lakukan Normalisasi Hubungan dengan Israel, Tapi Ada Syaratnya
Setelah UEA setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel pada bulan Agustus, Kementerian Luar Negeri Mauritania memberi dukungan hangat, dengan mengatakan pihaknya mempercayai "kebijaksanaan dan penilaian yang baik" dari Abu Dhabi dalam menandatangani perjanjian tersebut.
Mauritania juga memiliki hubungan dekat dengan Maroko, yang juga menjalin hubungan diplomatik dengan Israel pada 1990an namun putus beberapa tahun kemudian.
Tim perdamaian Trump mendorong Rabat, ibukota Maroko, untuk mendorong tetangganya dan sekutunya menjalin hubungan dengan negara Yahudi itu.
Kandidat paling mungkin berikutnya untuk bergabung dengan Abraham Accords adalah Indonesia, kata para pejabat AS tersebut, sambil mengklaim kesepakatan itu mungkin berhasil jika Trump memiliki satu atau dua bulan lagi di kantor sebagai presiden Amerika Serikat.
Baca Juga: Diplomasi Indonesia di Tahun 2021 Akan Tetap Mendukung Palestina
Indonesia
Dengan populasi lebih dari 270 juta, Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia. Fakta itu menjadi "kepentingan simbolis ekstra," bagi pemerintahan Trump, yang ingin mengatakan konflik Israel-Palestina tidak perlu menjadi penghalang bagi perdamaian antara negara Yahudi dan dunia Muslim dan Arab.
Ketika pembicaraan Kushner dan Berkowitz dengan Indonesia semakin intensif bulan lalu, seorang pejabat senior pemerintahan mengatakan kepada Bloomberg, Indonesia dapat menerima bantuan pembangunan sebanyak 2 miliar dollar dari AS.
“Kami sedang membicarakannya dengan mereka,” kata Adam Boehler, CEO US International Development Finance Corporation yang bekerja sama dengan Kushner. “Jika mereka siap, mereka akan siap, dan jika mereka siap maka kami akan dengan senang hati mendukung secara finansial, bahkan lebih dari apa yang kami lakukan saat ini.”
Pada saat itu, presiden Indonesia Joko Widodo mencoba meredam spekulasi, dan memastikan kepada Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas negaranya tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel sampai negara Palestina didirikan.
Baca Juga: Presiden Palestina Telepon Jokowi soal Isu Normalisasi Hubungan dengan Israel, Ini yang Dibicarakan
"Mauritania dan Indonesia berada di urutan teratas, tetapi itu berubah berdasarkan berbagai keadaan," kata seorang pejabat senior AS pekan ini. "Anda dapat memasukkan semua negara ke dalam daftar, bahkan Iran pada akhirnya akan bergabung dengan Perjanjian Abraham."
Tim Trump juga dalam pembicaraan yang cukup maju dengan Oman dan pembicaraan yang sedikit kurang maju dengan Arab Saudi mengenai topik normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel, pejabat lain mengungkapkan, sambil mengklarifikasi bahwa membuat kesepakatan dengan dua negara tersebut akan memakan waktu lebih lama.
“Saya berharap pemerintahan Biden memanfaatkan ini karena ini baik untuk semua orang. Perdamaian bukanlah cita-cita Republik atau cita-cita Demokrat,” kata pejabat senior itu.
Presiden terpilih Biden selama kampanye menyatakan dukungan untuk Abraham Accords dan calon menteri luar negeri Antony Blinken mengatakan kepada Times of Israel pada bulan November, “Sebagai prinsip dasar, mendorong negara-negara Arab untuk mengakui dan normalisasi dengan Israel adalah sesuatu yang kami dukung selama pemerintahan Obama-Biden dan akan tetap didukung dalam pemerintahan Biden-[Harris].” kata Blinken dalam wawancara tersebut.
Baca Juga: Indonesia Tolak Buka Hubungan Diplomatik Israel, Presiden Palestina Sampaikan Terima Kasih ke Jokowi
Namun, kemungkinan inisiatif itu tidak akan diprioritaskan oleh pemerintahan Biden, terutama pada bulan-bulan awal saat mereka mencurhakan seluruh perhatian untuk menangani darurat pandemi Covid-19 dan krisi ekonomi yang menyertainya.
Bahkan di Timur Tengah, masalah yang lebih sentral bagi Biden adalah upayanya untuk mengaktifkan kembali kesepakatan nuklir Iran, yang menurutnya akan Biden lakukan jika Iran kembali mematuhi perjanjian multilateral yang dulu disepakati.
Pejabat senior AS yang akan mengakhiri masa jabatannya itu mengatakan, “jika AS ingin terus mendorong Abraham Accords, tiga hingga empat negara lagi persyaratannya cukup mudahuntuk mencapai keberhasilan. Bila tidak berhasil, wah akan menjadi kekecewaan yang signifikan."
“Tidak ada keraguan ketika AS ingin menuju perdamaian dan normalisasi, lebih banyak negara akan mengikuti,” tambah pejabat senior itu.
Penulis : Edwin-Shri-Bimo
Sumber : Kompas TV