Catatan Pandemi di Spanyol: Sistem Jaminan Sosial Gagal Lindungi Ribuan Kaum Manula
Kompas dunia | 17 Desember 2020, 01:44 WIBMADRID, KOMPAS.TV – Di tahun 2020, rakyat Spanyol – juga seluruh dunia – melakukan hal-hal ‘normal baru’ yang setahun sebelumnya bahkan tak pernah terbayangkan: membeli roti dalam antrian berjarak, menyaksikan cucu bertumbuh besar lewat layar ponsel, bersorak atas kemenangan tim sepak bola dari jarak ribuan kilometer dari stadion, berkumpul dalam kelompok kecil untuk makan malam yang lebih awal di jam 7 malam, agar bisa selesai sebelum jam malam diberlakukan.
Warga Spanyol, juga dunia, juga kini mafhum bahwa ekspresi pun dapat dilakukan lewat mata, lantaran mulut yang tertutup masker menjadi sebuah kewajiban jika ingin selamat.
Tapi, 2020 juga sebentar lagi akan berakhir, tahun yang dihantui virus tak dikenal yang telah merontokkan nyaris seluruh tatanan sosial masyarakat dunia. Pun, membongkar sebuah sistem yang gagal mencegah banyak kematian.
Associated Press merangkum catatan pandemi Covid-19 di Spanyol berikut ini.
Pada 13 Maret, saat Spanyol mengumumkan kondisi darurat, virus corona sudah duluan merayap masuk selama berminggu-minggu. Semula, sang virus tampaknya masuk ke Spanyol lewat para pelancong dan penggemar sepak bola yang baru saja kembali dari Italia yang sudah lebih dulu terpapar Covid-19. Namun, orang-orang yang meninggal akibat pneumonia di bulan Februari, ternyata terkonfirmasi sudah terpapar Covid-19.
Baca Juga: Spanyol Berlakukan Aturan Pembatasan Sosial Baru Menjelang Libur Akhir Tahun
Dua pekan setelah gelombang kasus penularan Covid-19 pertama mengguncang Eropa, Spanyol segera mencontoh langkah demi langkah yang diambil Italia dalam penanganan Covid-19: memenjarakan orang-orang di dalam rumah dan melumpuhkan perekonomian.
Para politisi terus berkoar-koar bahwa sistem mereka tidak runtuh selama serangan gelombang Covid-19 pertama, meski saat itu Spanyol mencatat 929 kematian dalam sehari. Banyak yang bahkan merasa bangga atas adanya ‘keajaiban’ daya tampung tempat tidur di rumah sakit dan unit-unit gawat darurat dalam menangani wabah mematikan ini.
Tapi coba saja tanyakan apa yang sesungguhnya terjadi pada para tenaga kesehatan Spanyol. Mereka pasti akan bilang: yang jadi tumbalnya adalah para tenaga kesehatan yang terpaksa harus lembur hingga kelelahan dan jatuh sakit dan mengalami guncangan mental.
Sejak berdekade lalu, perawatan kesehatan telah menjadi tulang punggung kesejahteraan rakyat Spanyol. Jika para pejabat tak bisa memperkirakan bahwa pelan tapi pasti, epidemi perlahan bergeser menjadi pandemi, ada sesuatu yang salah di situ. Dan para dokter dan perawat butuh berminggu-minggu hingga bisa menerima peralatan pelindung diri yang memadai.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di Spanyol Menurun, Langkah Pembatasan Sosial Dinilai Berhasil
Namun, mungkin aspek yang paling tragis dari semuanya adalah menyadari bahwa masyarakat yang menua dengan cepat ini ternyata tak mampu melindungi kaum manula mereka. Dalam tiga bulan pertama, setidaknya 20.000 manula meninggal di panti jompo. Ya, rumah sakit yang kewalahan telah menolak sosok-sosok renta yang telah berjuang mengeluarkan Spanyol dari isolasi di era diktator Francisco Franco ini. Kontribusi seumur hidup mereka ternyata nyaris tak ada harganya di depan sistem jaminan sosial Spanyol di era pandemi.
Kendati begitu, di tengah meningkatnya ketidakpercayaan pada sistem jaminan sosial negara ini, sejumlah warga Spanyol menunjukkan kapasitas akan daya tahan dan daya lenting yang tidak pada tempatnya: melanggar aturan, seperti di banyak tempat lain, muda-mudi yang berkeras tetap ingin berpesta, kabur dari karantina dan menyangkal keberadaan virus, juga pertunjukan sektarianisme politis.
Namun, negara ini juga kemudian kompak bersatu menerima lockdown nasional tanpa kompromi. Selama berminggu-minggu, rakyat Spanyol tinggal di rumah dan mengorbankan ekonomi mereka yang mungkin kerusakannya akan menjadi beban hingga bertahun-tahun ke depan.
Setelahnya, penyebaran virus nyaris berhenti total. Sang perdana menteri pun tersenyum sembari mengumumkan kemenangan terhadap sang virus.
Baca Juga: Putri Kerajaan Spanyol Meninggal Akibat Virus Corona
Namun, rupanya karena tak sabar hendak kembali beroperasi, industri pariwisata lantas melobi pemerintah. Orang-orang bergegas keluar rumah, tak sabar bersua dengan orang-orang terkasih demi membayar waktu yang hilang akibat lockdown. Mereka hendak merayakan datangnya musim panas. Meski akan berbeda dengan musim panas tahun-tahun sebelumnya, tapi paling tidak, ada musim panas!
Tak menunggu lama, penularan virus segera kembali melonjak. Kali ini bahkan menempatkan Spanyol di urutan pertama gelombang kebangkitan virus di Eropa. Lalu tibalah debat para anggota parlemen selama berjam-jam, ribuan protokol untuk segala sesuatu dari dibukanya kembali hotel hingga penanganan layak terhadap jasad Covid-19, juga janji untuk melakukan yang lebih baik. Namun, seiring tahun yang akan segera berakhir, tak ada tes yang terstandarisasi dan efektif, pun sistem pelacakan virus yang diterapkan secara nasional.
Para politisi menyalahkan para pelanggar peraturan, dan menstigma kaum miskin yang tak mampu mengisolasi diri atau bekerja dari rumah. Beberapa bahkan menyalahkan gaya hidup para imigran.
Para ahli, yang mendesak dilakukannya penyelidikan eksternal dan independen, menuding ini sebagai penyebabnya: terburu-buru hendak mengaktifkan perekonomian, memprioritaskan pembukaan bar dan restoran daripada sekolah dan taman, ditambah penerapan aturan yang ketat di depan publik tapi justru longgar di dalam ruangan.
Baca Juga: Situasi Covid-19 Memburuk, Spanyol Umumkan Keadaan Darurat dan Berlakukan Jam Malam
Tapi apakah ketidakmampuan politik juga berperan? Beberapa pemerintah daerah Spanyol menunjukkan kepicikan yang memalukan, mencoba menghemat uang dengan memotong anggaran bagi perawatan dan dana pelacakan asal virus.
Dan hingga pertengahan Desember, Spanyol mencatat 3.747 kasus infeksi Covid-19 per 100.000 penduduk.
Di penghujung tahun, rakyat Spanyol juga menunjukkan kurangnya kepercayaan pada institusi mereka. Keraguan ini jelas terlihat pada polling resmi yang menunjukkan bahwa 55% rakyat Spanyol curiga pada vaksinasi Covid-19, dan tak ingin buru-buru melakukan vaksinasi. Ha!
.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV