Biden Menang, Bagaimana Nasib Para Tahanan Guantanamo?
Kompas dunia | 28 November 2020, 22:14 WIBNamun, upaya penutupan Guantanamo oleh Obama gagal saat Kongres AS melarang pemindahan para tahanan Guantanamo ke wilayah AS, termasuk untuk alasan persidangan atau perawatan kesehatan. Obama akhirnya membebaskan 197 tahanan dan menyisakan 41 tahanan bagi Trump.
Pada kampanye 2016, Trump berjanji akan mengisi Guantanamo dengan ‘orang-orang jahat’, namun mengabaikan janjinya setelah membatalkan kebijakan Obama. Pemerintahan Trump hanya membereskan satu kasus: membebaskan seorang tahanan dari Arab Saudi yang mengaku bersalah di depan komisi militer.
Dari mereka yang tersisa, 7 tahanan memiliki penangguhan kasus, termasuk 5 tahanan yang dituduh merencanakan dan menyokong serangan 11 September. Selain itu, ada 2 tahanan yang telah didakwa dan 3 tahanan lain menghadapi ancaman tuntutan dalam kasus bom Bali tahun 2002.
Proses penuntutan, termasuk kasus dengan ancaman hukuman mati bagi tahanan yang terlibat serangan 11 September, sempat terhenti saat para pembela tahanan berjuang untuk mengecualikan bukti yang dihasilkan dari penyiksaan para tahanan. Proses pengadilan tampaknya belum akan terlaksana dan sudah pasti akan diikuti oleh proses banding selama bertahun-tahun.
Para pengacara pembela mengatakan, pemerintahan Biden dapat mengotorisasi lebih banyak kesepakatan permohonan komisi militer. Beberapa pembela juga menyarankan penggunaan video untuk pengakuan bersalah para tahanan, dan mereka bisa menjalani sisa hukuman di negara lain, sehingga tidak perlu memasuki wilayah AS.
Baca Juga: Tumpas Terorisme Sampai ke Akar (3)
"Jangan Gantung Nasib Tahanan Guantanamo!"
Para pembela tahanan juga menyatakan, Biden bisa saja menentang Kongres dan membawa para tahanan Guantanamo ke wilayah AS dengan alasan bahwa larangan tersebut tidak berlaku di pengadilan.
“Pokoknya, lakukan sesuatu, atau para tahanan ini akan mati tanpa dakwaan,” kata Wells Dixon, pengacara 2 orang tahanan Guantanamo, termasuk seorang tahanan yang telah mengaku bersalah dan tengah menanti vonis hukuman.
Tahanan yang tersisa termasuk 5 orang yang telah dinyatakan bebas sebelum Trump menjabat, dan sejak itu malah mendekam dalam penjara Guantanamo. Para pengacara tahanan ingin agar pemerintahan Biden meninjau ulang kasus tahanan yang tersisa. Mereka juga menegaskan, perlu dicatat bahwa banyak tahanan, seandainya mereka divonis bersalah di pengadilan AS, telah menjalani hukuman mereka dan seharusnya sudah dibebaskan saat ini.
“Segera selesaikan kasus mereka, silakan dituntut atau tidak, tapi jangan menggantung nasib mereka di Guantanamo,” sergah Joseph Margulies, seorang profesor Sekolah Hukum Cornell yang mewakili salah seorang tahanan. “Kita membawa beban ini di leher kita ke mana-mana. Tidak ada gunanya! Tidak ada gunanya bagi keamanan nasional. Ini hanya noda hitam besar yang tidak ada manfaatnya sama sekali!”
Baca Juga: Indonesia Melawan Terorisme
Selama bertahun-tahun, sebanyak 9 tahanan telah meninggal dalam penjara Guantanamo: 7 tahanan karena bunuh diri, seorang karena kanker dan seorang lainnya karena serangan jantung.
Pengacara Paracha sendiri mengangkat isu kesehatan kliennya, termasuk serangan jantung di tahun 2006, sebagai alasan peninjauan kembali kasus kliennya pada badan keamanan dan pertahanan AS melalui sambungan telekonferensi yang aman.
Ia juga mengangkat masalah hukum penting. Paracha, yang tinggal di AS dan memiliki properti di New York, merupakan pengusaha bisnis kaya di Pakistan. Pihak berwenang AS menyatakan bahwa Paracha menjadi ‘fasilitator’ Al-Qaeda dengan membantu transaksi keuangan bagi 2 dari para konspirator serangan 11 September. Paracha membela diri dengan mengatakan, ia tidak tahu bahwa mereka merupakan jaringan Al-Qaeda dan menyangkal segala keterlibatan dalam aksi terorisme.
Uzair Paracha, putranya, divonis bersalah pada 2005 di pengadilan federal di New York dengan dakwaan telah mendukung terorisme. Dakwaan ini sebagian besar didasarkan pada kesaksian para tahanan di Guantanamo yang juga digunakan untuk membenarkan penahanan ayahnya. Pada Maret lalu, setelah hakim menolak kesaksian para tahanan sebelumnya dan pemerintah AS memutuskan untuk tidak mengajukan kasus baru, Uzair Paracha dibebaskan dan dipulangkan ke Pakistan.
Seandainya ayah Uzair divonis bersalah, nasibnya mungkin akan sama seperti sang anak. Tapi sebaliknya, “bisa saja vonisnya adalah hukuman mati,” kata Sullivan-Bennis sang pengacara. Yang jelas, nasib Saifullah Paracha, juga tahanan Guantanamo lain yang masih tersisa, ada di tangan Biden, dan, tambah Sullivan-Bennis, “waktu jadi faktor terpenting.”
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV