Biden Menang, Bagaimana Nasib Para Tahanan Guantanamo?
Kompas dunia | 28 November 2020, 22:14 WIBWASHINGTON, KOMPAS.TV – Selama 16 tahun hidup merana dalam tahanan penjara Guantanamo tanpa dakwaan, Saifullah Paracha (73) nyaris tak punya harapan menghirup udara bebas lagi. Namun, terpilihnya Joe Biden sebagai presiden Amerika Serikat (AS), menimbulkan secercah titik terang baginya.
Seperti dilansir dari Associated Press, Sabtu (28/11), tahanan tertua di pangkalan AS di Kuba ini baru saja menjalani sidang peninjauan kembali kasusnya bulan lalu. Kondisi kesehatan warga negara Pakistan yang mengalami gangguan jantung dan diabetes ini diajukan oleh pengacaranya untuk menjadi alasan peninjauan kembali.
Selama menjabat, Presiden Donald Trump telah mengakhiri praktek yang dijalankan oleh pemerintahan Barack Obama: peninjauan kembali kasus-kasus para tahanan Guantanamo dan melepaskan mereka jika memang dianggap sudah tidak perlu ditahan lagi. Kini, harapan kembali muncul dengan kemenangan Biden.
“Sekarang saya berharap lebih banyak, karena kini kita akan punya pemerintahan yang tidak kaku dalam mengabaikan proses peninjauan kembali,” ujar Shelby Sullivan-Bennis, pengacara Paracha, melalui sambungan telepon dari Guantanamo pada 19 November lalu usai sidang peninjauan kembali kasus kliennya. “Ini menerbitkan harapan bagi kita semua.”
Guantanamo, Penjara bagi Tahanan Teroris
Guantanamo pernah menjadi sumber kemarahan dunia internasional karena dianggap menjadi simbol respon berlebihan AS terhadap terorisme. Namun, Guantanamo perlahan memudar dari perhatian dunia seiring kegagalan Presiden Barack Obama menutupnya, meski masih ada 40 orang yang ditahan di sana.
Pihak-pihak yang mendukung penutupan Guantanamo kini melihat celah peluang dengan terpilihnya Biden. Mereka berharap, pemerintahan Biden akan menemukan jalan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah di Guantanamo: menuntut para tahanan yang bisa dituntut, dan melepaskan sisanya. Ini akan membebaskan AS dari beban biaya pusat penahanan Guantanamo yang menelan biaya lebih dari USD 445 juta per tahun.
Baca Juga: Jokowi Kritik Macron: Mengaitkan Agama dengan Terorisme Adalah kesalahan Besar
Namun, niat pasti Biden terhadap Guantanamo masih belum jelas. Juru bicara transisi kepresidenan AS Ned Price menyatakan bahwa Biden mendukung penutupan Guantanamo, namun tidak tepat untuk membahas secara detil rencana-rencana Biden sebelum dia menjabat sebagai presiden.
“Jika tidak menjadi masalah yang besar bagi pers, tampaknya Guantanamo akan ditutup,” ujar Andrea Prasow, wakil direktur organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch di Washington.
Dibuka pada tahun 2002, pemerintahan Presiden George W. Bush mengubah pangkalan Angkatan Laut AS yang sepi di ujung tenggara Kuba menjadi tempat untuk menginterogasi dan menahan orang-orang yang dicurigai terkait Al-Qaeda dan Taliban pasca serangan terorisme 11 September 2001.
Pihak berwenang AS menyatakan, orang-orang dapat ditahan sebagai tahanan hukum perang, dan tetap ditahan selama periode permusuhan berlangsung.
Pada puncaknya di tahun 2003 – tahun saat Paracha ditangkap di Thailand karena dicurigai terlibat Al-Qaeda – Guantanamo menahan sekitar 700 orang yang berasal dari hampir 50 negara. Bush sempat mengumumkan niatnya untuk menutup Guantanamo, meskipun sebanyak 242 orang masih ditahan di sana saat masa jabatannya berakhir.
Baca Juga: Kisah Eks Napi Terorisme dan Upaya Kembali ke NKRI
Upaya Penutupan Guantanamo
Pemerintahan Obama, yang berusaha menepis kekhawatiran bahwa beberapa tahanan yang dibebaskan telah kembali berperang, mengatur proses untuk memastikan mereka yang dipulangkan kembali atau dipindahkan ke negara-negara dunia ketiga tak lagi menjadi ancaman. Obama juga berencana mengadili beberapa tahanan di pengadilan federal AS.
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV