Dunia Gelisah Menanti Hasil Penghitungan Suara Pilpres AS
Kompas dunia | 4 November 2020, 21:19 WIBKOMPAS.TV – Amerika Serikat (AS) telah merubah wajah dunia lewat kecepatan, mulai dari waktu perakitan mobil Ford Model T yang dipangkas dan kini hanya memakan waktu 90 menit, hingga layanan burger siap saji yang cuma menghabiskan waktu 60 detik. Berkat AS, dunia berubah jadi tempat hingar bingar yang haus akan kecepatan.
Namun, pandemi Covid-19 merubah segalanya. Hasil pemilihan presiden (pilpres) AS tak lagi bisa langsung diketahui di hari yang sama. Rakyat AS, juga dunia, harus sabar menanti hasil penghitungan suara pilpres AS.
“Kita harus sabar, banyak-banyak sabar,” ujar Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell pada televisi nasional Spanyol seperti dilansir dari Associated Press, Rabu (4/11). “Dalam sistem AS, tiap suara dihitung, dan mungkin saja, suara terakhir bisa mengubah hasilnya.”
Namun, meski para pemimpin dunia saling menahan diri untuk berkomentar hingga hasil akhir pilpres AS keluar, sifat pilpres yang rawan keributan sudah memicu keprihatinan di luar AS bahwa perpecahan dan konflik internal negara adidaya akibat pilpres itu akan berlangsung lama setelah hasil pilpres diumumkan.
“Pertarungan tentang keabsahan hasil pilpres – apapun bentuknya – sudah dimulai,” kata menteri pertahanan Jerman, Annegret Kramp-Karrenbauer.
"Ini situasi yang sangat eksplosif, situasi yang disebut para ahli dapat menyebabkan krisis konstitusional di AS, ” ujarnya pada televisi ZDF. “Ini sesuatu yang pasti sangat mengkhawatirkan kami.”
Di pasar keuangan, para investor juga berjuang untuk memahami apa yang sedang terjadi di AS.
Secara global, ketidakpastian menguasai. Dalam masa kekosongan tiadanya pemenang pilpres ini, bagian dunia lain seperti Rusia dan Afrika – yang kerap menerima kritik dari AS – mengklaim bahwa pilpres dan proses penghitungan suara di AS sungguh mengekspos ketidaksempurnaan demokrasi AS.
“Afrika dulu belajar demokrasi AS, sekarang AS yang belajar demokrasi Afrika,” cuit Senator Nigeria Shehu Sani, merefleksikan pandangan umum dari benua yang kerap mengalami masalah demokrasi hingga kerap menuai kritik dari AS soal ini.
Sementara, sekutu tradisional AS tetap yakin bahwa siapapun pemenangnya, dasar-dasar yang telah lama menopang hubungan utama AS tetap akan bertahan dari ketidakpastian proses pilpres AS.
“Apapun hasilnya, AS tetap akan menjadi sekutu kami bertahun-bertahun yang akan datang, itu pasti,” ucap Thierry Breton, komisaris pasar internal Uni Eropa.
Ini juga diamini perdana menteri Jepang, Yoshihide Suga, yang berbicara dalam sesi parlemen bahwa, “Aliansi Jepang – AS merupakan pondasi diplomasi Jepang, dan atas dasar pemikiran itu, saya akan mengembangkan hubungan yang solid dengan presiden yang baru.”
Penulis : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV