Kenapa Tidak Ada "Pecel" dalam Pecel Lele? Simak Sejarah Salah Satu Makanan Paling Merakyat Ini
Kuliner nusantara | 6 Juni 2021, 15:07 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Bisa dibilang, pecel lele adalah salah satu hidangan yang paling merakyat. Menunya komplet, ada protein hewani hingga serat dari sayuran. Makanan ini biasa dijumpai nyaris di berbagai kota besar di Indonesia.
Tapi, pernahkah Anda, ketika tengah menikmati pecel lele di warung tenda pinggir jalan atau dalam kamar kos-kosan, terbesit pertanyaan: mengapa tak ada pecel dalam pecel lele?
Untuk menjawab itu, mari simak sejarah dan asal usul pecel lele berikut ini.
Gelombang Migrasi Penjual Pecel Lele ke Jakarta
Dilansir dari penelusuran Kompas.com, pecel lele awalnya dijual di daerah Jawa Timur, termasuk Lamongan pada 1970. Hingga pada akhir tahun 1970-an, sejumlah penjual pecel lele mulai merantau ke Jakarta.
Lambat laun, penjual soto lamongan yang sudah lebih dulu jualan di Jakarta, lambat laun mulai menambahkan menu pecel lele.
Hal itu dituturkan oleh Jali Suprapto yang sudah berjualan soto lamongan di Jakarta sejak 1960-an.
Baca Juga: Ini Nih.. Kuliner Jakarta Legendaris Jakarta. Ajib Banget - JALAN JALAN
"Pecel lele itu tersebar mulai akhir tahun 1970-an, orang-orang mulai adopsi pecel lele untuk dijual sama soto lamongan di Jakarta dan akhirnya tersebar,” kata Jali saat diwawancarai Kompas.com pada tahun 2017 silam.
Antara Pecek, Pecak, dan (Pecel) Lele
Lalu, mengapa dinamakan pecel jika tidak ada kandungan pecelnya yang identik dengan bumbu kacang?
Melansir Grid.id, ternyata pecel lele awalnya bernama pecek lele. Pecek adalah istilah yang digunakan warga Jawa Timur untuk cara menghidangkan makanan dengan cara dipenyet atau digeprek kemudian diberi sambal.
Masalahnya, di Jakarta, ada pula makanan khas Betawi yang bernama pecak, yakni hidangan ikan tawar yang digoreng atau dibakar dan disiram kuah santan dengan bumbu campuran cabai dan kemiri.
Untuk menghindari kemiripan nama yang berakibat salah persepsi, maka pedagang pecel lele mengganti nama menu mereka menjadi pecel lele.
Baca Juga: YLKI: Jangan Sampai Citra Malioboro Rusak karena Kuliner Harga Selangit dan Pungli Tarif Parkir
Lantas, kenapa lele? Kenapa bukan gurame atau ikan mujaer?
Ketua Putra Asli Lamongan (Pualam), Soen’an Hadi Poernomo menjelaskan, masyarakat Lamongan memilih lele karena memiliki ketahanan hidup yang kuat sehingga ikan tetap segar sebelum dimasak.
"Lele itu punya labirin di dalam tubuhnya, jadi tanpa air atau di tempat berlumpur yang ekstrem pun bisa bertahan hidup, akhirnya digoreng pas masih segar,” ujar Soen'an seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (6/6/2021).
Penulis : Dian Nita Editor : Eddward-S-Kennedy
Sumber : Kompas TV