> >

Jual Obat Corona, Ini 3 Persamaan Kontroversi Ningsih Tinampi dan Hadi Pranoto

Lifestyle | 5 Agustus 2020, 09:54 WIB
Ilustrasi Kolase Hadi Pranoto dan Ningsih Tinampi (Sumber: Youtube)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Konroversi obat corona memang menyedot perhatian publik. Nama Hadi Pranoto, tiba-tiba viral usai menyampaikan obat herbal Covid-19 dalam kanal YouTube Dunia Manji menyampaikan penjelasan tentang riset yang dikembangkannya. Tapi tahukah Anda sebelum Hadi Pranoto, nama Ningsih Tinampi juga pernah viral usai mengaku menjual obat corona.

Mengutip Kompas.com, Senin (3/8/2020), Hadi mengaku risetnya tentang obat Covid-19 yang disebutkan dalam kanal YouTube milik musisi Anji itu adalah lembaga independen.

Hadi menyampaikan memiliki beberapa tim yang sudah melakukan riset sejak lama tentang obat-obat herbal, yakni sejak tahun 2000-an.

"Bukan hanya untuk peningkatan imun dalam tubuh antibodi Covid-19, tapi ada beberapa riset yang kita kembangkan," kata Hadi.

Nama Ningsih Tinampi, pemilik layanan kesehatan alternatif di Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur juga sebelumnya mengklaim punya obat penawar untuk membunuh virus corona atau Covid-19.

Video sepanjang 6 menit itu juga menampilkan Ningsih Tinampi yang ssedang menjelaskan cara meminum obat tersebut. 

"Tuang cairan dalam sendok teh, lalu dicampur air setengah gelas, diaduk lalu diminum," ucapnya.

Berikut 3 persamaan yang dirangkum KompasTV terkait kontroversi obat corona Hadi Pranoto dan Ningsih Tinampi.

1. Sama-sama viral dari Youtube

Tangkapan layar YouTube Anji bersama Hadi Pranoto (Sumber: Youtube/duniaMANJI)

Nama Hadi Pranoto juga mencuat dibicarakan publik usai diwawancarai musisi Anji dalam kanal  Youtube-nya. Video tersebut bahkan dihapus Youtube, hingga keduanya Anji dan Hadi Pranoto kini dipolisikan karena diduga menyebarkan berita sesat.

Nama Ningstih Tinampi juga mencuat dari Youtube. Ia pertama kali mengenalkan produk yang disebutnya obat corona yang diproduksi oleh Pandaan. 

Melalui saluran Youtube miliknya dengan akun Youtube bernama Ningsih Tinampi, obat berupa minuman itu dijual seharga Rp 35.000 per botol. 

"Tuang cairan dalam sendok teh, lalu dicampur air setengah gelas, diaduk lalu diminum," ucapnya.

2. Sama-sama herbal

Hadi menyebut kandungan obatnya berasal dari tumbuh-tumbuhan alam Indonesia. Di antaranya seperti manggis, sirsat, kelapa, pegagan, bawang putih dan beberapa bahan alam lainnya, yang diklaim aman dan tanpa efek samping saat dikonsumsi.

"Ini sifatnya herbal, seperti jamu, jadi jangan disalah sampaikan bahwa ini vaksin. Ini herbal yang sifatnya memberikan kekuatan pada tubuh manusia untuk melawan Covid-19," kata Hadi.

Begitu juga dengan Ningsih Tinampi, "Minuman ini bisa menanggulangi Corona, ini buatan Pandaan," kata Ningsih Tinampi dalam video tersebut yang diunggah pekan lalu.

Video sepanjang 6 menit itu juga menampilkan Ningsih Tinampi yang ssedang menjelaskan cara meminum obat tersebut. 

3. Sama-sama dibantah para ahli

Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) Slamet Budiarto menyebutkan, Hadi Pranoto bukanlah anggota IDI.

"Bukan, bukan dokter. Sudah dicek (ke database IDI), enggak ada. Penelusuran sebagai anggota IDI, enggak ada dia," ujar Slamet saat dihubungi Kompas.com, Senin (3/8/2020). B

Soal informasi yang disampaikan Hadi Pranoto di dalam video Anji itu, Slamet mengimbau agar masyarakat tidak mudah percaya terhadap informasi yang disampaikan di luar pemerintah.

"Dia itu (gelar) profesornya dari mana? Pakar mikrobiologinya dari mana? Setelah dicek, dia sebagai apa, kita enggak tahu," ujar Slamet.

Gubernur Jawa Timur juga angkat bicara kala itu menanggapi ramainya obat yang dijual Ningsih Tinampi.

"Produk yang ada standar ijinnya, komposisi, izin edar dan seterusnya," ujar Khofifah pada Senin (20/4/2020).

Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuhadi, juga turut mengomentari obat corona versi Ningsih Tinampi.

Menurut dia, untuk bisa membuat obat prosesnya memakan waktu lama, karena harus melalui berbagai tahap secara ilmiah.

"Syarat-syarat seperti harus menerapkan teori, uji laboratorium, uji pada binatang baru clinical trial. Fasenya cukup panjang memang," ujar Dirut RSU dr Soetomo Surabaya itu.

Penulis : Ade-Indra-Kusuma

Sumber : Kompas TV


TERBARU