"Seratus Tahun Kesunyian", Menghidupkan Imajinasi Gabriel Garcia Marquez
Film | 17 Desember 2024, 12:16 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Diangkat dari novel karya Gabriel Garcia Marquez, "Seratus Tahun Kesunyian," yang terbit pada 1967, film yang tayang di Netflix ini menghadirkan imajinasi sang novelis tentang Desa Macondo, di Kolombia.
Macondo yang awalnya sebuah hutan dekat sungai, diubah menjadi desa dan berkembang menjadi kota berkat sosok José Arcadio Buendía (dimainkan oleh Marco Gonzales dan Diego Vasquez). Film tampil dalam bahasa Spanyol dengan judul "Cien Anos de Soledad" menampilkan sutradara dan para pemain dari Kolombia.
Film berpusat pada keluarga Buendia, diawali José Arcadio Buendía yang tergila-gila pada pengetahuan namun teguh pada prinsip. Dia memiliki anak-anak dan cucu, yang masing-masing memiliki peran yang tak selamanya sejalan dengan prinsip sang ayah.
Anak kedua, Kolonel Aureliano Buendía (Claudio Cataño), memiliki peran paling dominan di kemudian hari karena menjadi pemimpin pemberontakan kaum revolusioner Partai Liberal. Padahal dia adalah sosok anak pendiam dan nyaris menghabiskan hari-harinya di laboratorium sang ayah.
Namun saat pemerintah pusat mengirim tentara, dia menyaksikan kekejaman di desanya. Perubahan sikap yang membuatnya "keras bagi tembaga" itu yang mengharuskan dia menyerang desa yang didirikan oleh ayah dan ibunya.
Film dibuka dengan perkawinan José Arcadio Buendía dan sepupunya Úrsula Iguarán (Jackie Quinones) yang tak direstui ibu dari Ursula. Sebuah mitos dihembuskan bahwa menikahi sepupu akan melahirkan anak seperti iguana atau orang berbuntut babi.
Selama berbulan-bulan pasangan suami isteri muda ini tak bisa melakukan hubungan. Ditambah Ursula mengunci rapat bagian kelaminnya dengan kain khusus tebal dilengkapi bagian seperti gesper.
Baca Juga: 5 Film Korea Terbaru yang Tayang di Netflix hingga Vidio pada Bulan Desember
Hingga suatu peristiwa usai sabung ayam, Jose membunuh lawan mainnya menggunakan tombak sekali lempar tepat menembus leher. Perkelahian karena ejekan dari lawan yang menyebut Jose tak bisa menghamili sang istri.
Setelah peristiwa itu, Ursula mau membuka celana dalam khususnya, demi sebuah hubungan layaknya suami istri. Namun, lawan yang sudah dibunuh Jose terus menghantui kemanapun. Keluarga muda ini merasa diteror dengan sosok orang mati yang terus bergentayangan di rumah mereka.
Akhirnya mereka putuskan untuk segera meninggalkan kampung dan mencari dunia baru, sebuah tanah dekat laut yang disebut berada di balik gunung.
Pencarian tanah baru bersama para pengikutnya dilakukan berbulan-bulan melewati lembah dan rawa-rawa. Namun laut yang mereka cari tak ditemukan, hingga Jose dan para pengikutnya memutuskan membangun desa dekat sungai berair jernih. Desa yang kemudian diberi nama Macondo, berdasarkan mimpinya, yang tak pernah punya arti bahkan tak dikenal dalam bahasa mereka.
Desa yang awalnya sepi tiba-tiba menjadi ramai setelah kedatangan kaum gipsi yang dipimpin Melquiades (Moreno Borja). Melquiades memperkenalkan keajaiban instrumen sains seperti magnet yang bisa menarik besi, bahan kimia yang disebutnya memberi keabadian, kompas, peta, kaca pembesar yang mampu membakar setelah diarahkan ke titik api hingga fotografi yang disebut mengabadikan waktu.
Jose benar-benar terpukau dan tergila-gila dengan semua barang tersebut yang membuatnya banyak mengabaikan istri dan anak-anak yang mulai tumbuh dewasa. Dia menyibukan diri di laboratorium yang khusus dia buat sendiri.
Hingga pada satu titik Jose kehilangan kesadaran dan mengamuk. Istrinya sampai mengikat tubuh suaminya di pohon kastanya depan rumah selama berbulan-bulan. Jose baru dilepaskan dari ikatan yang membelitnya setelah anak kedua yang sedang berperang, Aureliano Buendía, menyampaikan firasat lewat secarik surat bahwa sang ayah akan segera mati. Firasat itu benar terjadi. Namun desa yang mereka bangun sudah berbeda, perang mengancam.
Sutradara film, Alex García López dan Laura Mora, cukup setia mengikuti alur dari novel yang terbit pertama kali di Argentina ini. Termasuk beberapa narasi dan kalimat yang tercantum dalam novel. Film delapan episode ini dibantu oleh narator untuk menjelaskan setiap adegan sehingga penonton tidak kehilangan rangkaian cerita. Gambar dalam film, musik pengiring, hingga lanskap hutan dan desa, berhasil menghadirkan realisme magis yang menjadi ciri kekuatan novel Marquez.
Baca Juga: Sinopsis Film "1 Kakak 7 Ponakan", Ketika Moko Jadi Orangtua Tunggal bagi Keponakan
Aureliano kecil yang pandai membaca firasat, saudara perempuan yang suka makan tanah kala gelisah, dan kematian yang digambarkan lewat ceceran darah mengular melintasi rumah dan kamar, cukup mewakili gambaran magis itu. Termasuk hadirnya orang mati yang ditombak, yang terus datang sambil memegangi lehernya yang berdarah.
Konflik dalam keluarga yang dipicu persoalan asmara, kelahiran anak yang tak diinginkan sampai kejengkelan Ursula pada suaminya, mewarnai sepanjang film. Latar belakang film, yang diperkirakan awal abad 20, dengan model rumah, pakaian dan suasana hutan memperkuat gambaran Amerika Latin kala itu.
Beberapa tahun silam, saat film ini dalam tahap rencana, Marquez awalnya menolak. Dia khawatir unsur realisme magis yang menjadi kekuatannya tidak akan tampak dengan meyakinkan. Tapi dua putra Marquez, Rodrigo Garcia dan Gonzalo Garcia Barcha, yang menjadi produser eksekutif, memastikan hal itu bisa dilakukan.
"Tetapi di masa keemasan serial seperti sekarang ini, yang penuh dengan bakat hebat di bidang penulisan skenario dan penyutradaraan, demikian juga tingginya kualitas sinematis, ini adalah saat yang paling tepat," kata Garcia seperti dilansir The Guardian pada 2019 silam.
Novel yang mengantarkan penulisnya meraih Nobel pada 1988 itu, berhasil dihidupkan lewat berbagai adegan dan suasana yang cukup meyakinkan. Imajinasi Gabriel Garcia Marquez dalam teks, bisa dinikmati lewat tayangan.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV