> >

Psikolog Buka Suara soal Istilah Baby Trap, Korban KDRT Tak Berdaya karena Anak Banyak

Selebriti | 16 Agustus 2024, 01:00 WIB
Kolase foto Cut Intan Nabila menjadi korban KDRT sang suami (foto tengah), Armor Toreador (kanan) (Sumber: Instagram @cut.intannabila via Tribunstyle)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Selebgram dan mantan atlet anggar, Cut Intan Nabila menjadi sorotan lantaran mengaku tetap bertahan sampai 5 tahun dari perbuatan suaminya yang melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena anak.

Sontak istilah baby trap muncul di media sosial. Beberapa netizen mengungkapkan bahwa yang dilakukan Cut Intan Nabila karena dirinya tak bisa lepas karena punya anak banyak dari suami.

"Baby trap. sengaja dikasih anak banyk biar gabisa kabur. untung udah banyk yg sadar buat gugat cerai," tulis akun media sosial X @social***, Rabu (14/8/2024).

Baca Juga: Cut Intan Nabila, Kamu Nggak Sendirian! Partai Gerindra Siapkan Tim Hukum Prabowo Beri Pendampingan

Lantas apa itu baby trap?

Psikolog klinis dari Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta Ratna Yunita Setiyani Subardjo membenarkan, baby trap menjadi salah satu cara yang digunakan pelaku KDRT agar korbannya susah lepas dari hubungan tidak sehat.

Baby trap adalah sebuah situasi saat seseorang sengaja membuat pasangan atau dirinya hamil, sehingga pasangan memiliki kemungkinan kecil memutuskan hubungan.

"Iya betul, jadi baby trap itu arti sebenarnya sengaja dilakukan oleh orang supaya jadi susah meninggalkan (hubungan)," ujar Ratna, mengutip Kompas.com, Kamis (15/8).

Ratna mengatakan, telah dikaruniai banyak anak memang dapat menjadi faktor yang membuat korban tidak mau meninggalkan pelaku kekerasan.

Sebab, korban yang mayoritas perempuan pasti akan berpikir bagaimana masa depan anak-anaknya jika berjauhan dengan sosok ayah. Padahal, secara psikologis, sebenarnya sudah tidak lagi ikatan yang bisa menjadi penguat untuk mempertahankan rumah tangga.

Baca Juga: Psikolog Sesalkan Cut Intan Korban KDRT Tidak Speak Up sejak Lama: Suami Bisa Tertolong Atasi Amarah

"Kalau secara fisik ada bapak dan ibunya masih jadi suami istri tentu orang juga tidak akan menghakimi," ungkap dia.

Tindakan menghakimi dari orang lain pun turut menjadi faktor dan permasalahan lain yang membuat korban tak kunjung lepas dari pelaku.

 

Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, Kompas.com


TERBARU