Kumpulan Puisi Romantis Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni hingga Pada Suatu Hari Nanti
Seni budaya | 20 Maret 2023, 07:29 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Penyair Sapardi Djoko Damono hari ini dijadikan sebagai Google Doodle untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-83, Senin (20/3/2023).
Puisi Sapardi Djoko Damono merupakan salah satu karya sastra yang hingga kini masih digunakan sebagai studi maupun dinikmati secara umum.
Hal ini karena banyak puisi-puisinya yang dinilai romantis sehingga mampu menyentuh hati masyarakat.
Bahkan, banyak puisi Sapardi Djoko Damono yang dijadikan musikalisasi seperti "Aku Ingin" hingga "Hujan Bulan Juni".
Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di usia 80 tahun pada Minggu (19/7/2020).
Berikut kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono.
Baca Juga: Google Doodle Hari Ini Peringati Ultah Sapardi Djoko Damono, Penyair Hujan Bulan Juni
1. Aku Ingin (1989)
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
2. Pada Suatu Hari Nanti (1991)
Pada suatu hari nanti
jasadku tak akan ada lagi
tapi dalam bait-bait sajak ini
kau takkan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
suaraku tak terdengar lagi
tapi di antara larik-larik sajak ini
kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
impianku pun tak dikenal lagi
namun di sela-sela huruf sajak ini
kau takkan letih-letihnya kucari
3. Hujan Bulan Juni (1989)
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
Baca Juga: Mengenang Sapardi Djoko Damono: Sastrawan dengan Kesederhanaan yang Abadi
4. Yang Fana Adalah Waktu (1978)
Yang fana adalah waktu.
Kita abadi memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
5. Duka-Mu Abadi (1969)
Dukamu adalah dukaku.
Air matamu adalah air mataku
Kesedihan abadimu
Membuat bahagiamu sirna
Hingga ke akhir tirai hidupmu
Dukamu tetap abadi.
Bagaimana bisa aku terokai perjalanan hidup ini
Berbekalkan sejuta dukamu
Mengiringi setiap langkahku
Menguji semangat jituku
Karena dukamu adalah dukaku
Abadi dalam duniaku!
Namun dia datang
Meruntuhkan segala penjara rasa
Membebaskan aku dari derita ini
Dukamu menjadi sejarah silam
Dasarnya 'ku jadikan asas
Membangunkan semangat baru
Biar dukamu itu adalah dukaku
Tidakanku biarkan ia menjadi pemusnahku!
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV