> >

Di Balik Gaya Rambut Mullet Ferdy Sambo, Ada Sejarah Pemberontakan dan Simbol Kekuatan

Lifestyle | 15 Februari 2023, 06:00 WIB
Gaya rambut mullet Ferdy Sambo saat menjalani sidang vonis menjadi salah satu sorotan masyarakat. (Sumber: Tangkapan layar YouTube Kompas TV/Ninuk)

Tentara tetap membiarkan rambut mereka panjang ke belakang dan mencukur sisi kanan dan kirinya agar aman saat bertarung.

Baca Juga: Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Divonis Lebih Berat daripada Tuntutan Jaksa, Bisa Ajukan Banding

Mullet menjadi lambang yang nyata dari kekuatan dan kemenangan masa perang, diabadikan dalam patung, lukisan, dan literatur kuno.

Selain menjadi simbol kekuatan, mullet juga menjadi simbol pemberontakan politik. Pada abad ke-6, gaya rambut yang mirip dengan mullet cukup populer di kekaisaran Bizantium, meski itu adalah ciri khas musuh mereka, suku Hun.

Kala itu, para hooligan berubah menjadi revolusioner anti-pemerintahan yang disebut dengan Greens. Para Greens memotong rambut dan kumis mereka, menyerupai gaya suku Hun, sebagai simbol pemberontakan terhadap norma budaya Bizantium.

Pandangan Mullet Berubah

Pada abad 19-an dan 20-an, mullet yang telah mendapatkan reputasi buruk dan sering digunakan sebagai simbol penghinaan untuk menunjukkan seseorang dari kelas sosial rendah, bukan potongan rambut untuk pria ‘terhormat’ atau kelas kaya.

Namun, hal itu berubah ketika era rock n roll memberontak. Mullet menjadi gaya rambut pilihan bagi siapa pun yang ingin menentang tren konservatif. Little Richard hingga Paul McCartney membuat mullet menonjol di kancah musik. Penyanyi David Bowie membuat mullet makin tenar.

Baca Juga: Cerita Anak-anak Papua Jauh Jalan Kaki Ke Pos Tentara Hanya untuk Potong Rambut

Pada tahun 80-an, mullet menjadi simbol keceriaan, flamboyan, dan kesenangan. Semua orang mulai menerima gaya rambut ini, bahkan mereka yang bukan kalangan selebriti, seperti pengusaha hingga pekerja konstruksi.

Pertengahan 90-an, mullet sempat mengalami penolakan. Namun, pada pandemi Covid-19, gaya rambut ini kembali. Pembatasan masyarakat membuat orang-orang bereksperimen dengan gaya yang mungkin tidak berani mereka coba sebelumnya.

 

Penulis : Fiqih Rahmawati Editor : Hariyanto-Kurniawan

Sumber : Kompas TV/Tangle Teezer


TERBARU