Venna Melinda Laporkan Suami Atas Kasus Dugaan KDRT, Adakah Solusi dan Langkah Preventifnya?
Selebriti | 10 Januari 2023, 19:23 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Venna Melinda melaporkan suaminya, Ferry Irawan karena diduga melakukan (kekerasan dalam rumah tangga) KDRT di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Kediri Kota, Minggu (8/1/2023).
Diberitakan, Ferry diduga melakukan KDRT terhadap Venna di sebuah kamar hotel di Kota Kediri, Jatim, Minggu. Peristiwa, terjadi di dalam kamar, sehingga tak ada saksi yang melihat kejadian tersebut.
Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jawa Timur AKBP Hendra Eko Triyulianto mengatakan pendarahan di hidung Venna diakibatkan karena Ferry menekan hidung sang istri.
"Kalau dari keterangan korban dia ditekan sama kepalanya terlapor, menekan hidungnya sampai berdarah. Pakai kepala. Ditekan bukan dibenturkan," ujarnya.
Lantas, bagaimana komnas perempuan dan konsultan perkawinan melihat kasus KDRT tersebut?
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, tindakan yang dilakukan Venna Melinda untuk melaporkan tindakan KDRT yang diterimanya sudah tepat.
“Berarti dia punya keberanian untuk melaporkan dan mentalnya kuat siap untuk segala risiko,” ujarnya kepada Kompastv saat dihubungi Selasa (10/1/2023).
Menurutnya, korban KDRT bisa mengambil langkah untuk mendapatkan konseling atau langsung proses hukum dengan melaporkan ke pihak kepolisian.
“Penting konseling itu. Banyak korban KDRT yang ke Komnas Perempuan lebih membutuhkan konseling terlebih dahulu. Banyak yang akhirnya juga enggak mau ke proses hukum dahulu dan milih konseling,” ungkapnya.
Baca Juga: Venna Melinda Minta Tolong Hotman Paris soal Kasus KDRT Ferry Irawan, Ungkap Kondisinya
Tindakan Preventif Hindari KDRT
Kasus KDRT secara umum, lanjutnya, sebagaimana psikopat sangat sulit untuk melakukan tindakan preventif. Namun yang bisa dilakukan, saat itu juga ketika kita mengalami KDRT atau mencurigai akan adanya tindakan kekerasan, bisa berjaga-jaga dengan beberapa langkah.
Pertama, menurut Mariana adalah menjaga diri kita sendiri. “Kita harus punya nomor telepon orang yang bisa diminta tolong atau nomor untuk melapor. Kita harus punya teman yang bisa kemungkina siap membantu kita,” sebutnya.
Biasanya, perempuan akan lebih berani karena dia sudah mempelajari situasi-situasi semacam itu. Saat dia bisa mengendus gejala kekerasan akan lebih powerfull. Misalnya, gejala KDRT dari pasangannya mungkin dengan suka marah-marah tidak jelas.
“Belum sampai menyakiti batin tapi sudah melihat polanya, yang perlu dikuatkan itu adalah kita sendiri. Kita tidak boleh takut, kita harus melawan,” tandasnya.
Jadi, posisi paling penting itu adalah sebagai perempuan harus berani. Kita harus lawan, bukan melawan dengan kekerasan tapi dengan ketegasan. Tegaskan bahwa dia adalah laki-laki dan tidak pantas berperilaku seperti itu.
“Jangan berikan kesempatan padanya untuk berkuasa sehingga tidak keluar perilaku buruknya,” tutur Mariana.
Hal ini berkaca juga pada kasus KDRT Venna Melinda yang adalah mantan Anggota DPR RI bahwa setinggi apa pun status tak bisa menghindarkan dari KDRT.
“Secara materi atau relasi kuasa bisa jadi lebih tinggi Venna Melinda. Tapi dalam relasi personal, perempuan yang kelihatannya mampu untuk tidak menerima kekerasan ternyata tetap bisa jadi korban KDRT,” imbuhnya.
Saran bagi Korban KDRT
Sementara itu, Sri Nurherwati selaku Konsultan Perkawinan memandang, langkah awal yang penting dilakukan bagi korban KDRT adalah mencari pertolongan pada pihak yang akan mendukung korban dari berbagai pihak (teman, keluarga, lembaga layanan/pendampingan, polisi).
Kemudian, menyimpan bikti kekerasan sekecil apa pun dan menyimpan tanpa meninggalkan jejak atau memegang barang bukti dengan sarung tangan.
“Lalu menyimpannya dalam plastik, menyerahkan kepada pihak berwenang, mencari perlindungan dan dukungan untuk penguatan posisi korban,” tuturnya saat dihibungi Kompastv secara terpisah, Selasa.
Nurwerwati pun menilai solusi terbaik yang bisa dilakukan saat terjadi KDRT adalah berani bicara telah mengalami dan mengambil keputusan menjauhkan dari KDRT.
“Jalan terakhir seperti perceraian ataupun pemidanaan kepada pelaku merupakan solusi hukum yang disiapkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan korban untuk melinduni dirinya dari KDRT dan menjerakan pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya,” tuturnya.
Selain itu, sebelum menikah sebaiknya mengenali pola perilaku calon pasangan bila ada indikasi pelaku KDRT. Misalnya dengan menelusuri penyebab seseorang berulang kali kawin cerai.
“Apakah penyebabnya kekerasan, apakah dia telah melakukan kekerasan, kalau iya sebaiknya pernikahan tidak dilanjutkan karena bisa jadi yang bersangkutan akan mengulangi lagi, apalagi kalau pelaku tidak pernah diberikan rehabilitasi atau pun proses hukum yg menjerakannya melakukan KDRT,” papar Nurherwati.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV