Stigma Buruk Melekat pada Anak Tongkrongan, Mengapa?
Lifestyle | 19 Desember 2022, 18:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Di bangku sekolah, kita mungkin mengenal beberapa siswa yang hobinya nongkrong setelah pulang sekolah. Di sana, mereka berbincang-bincang dengan teman-teman di suatu tempat yang dijuluki sebagai basecamp.
Bahkan, di Indonesia, anak tongkrongan bisa menimbulkan masalah. Sebut saja tongkrongan antar SMA yang kerap kali tawuran hingga membuat keributan. Fenomena ini pun juga dibahas oleh Banni dan Anya dalam siniar Kosan HAI bertajuk “Ngomongin Anak Tongkrongan! Lu Anak Tongkrongan yang Mana?” yang dapat diakses melalui dik.si/KosanHAIE10.
Mengapa Remaja Senang Nongkrong?
Ternyata, kegiatan nongkrong sudah ada jauh sebelum maraknya kafe-kafe kekinian. Pada mulanya, nongkrong diartikan sebagai kegiatan untuk mengisi waktu luang yang dilakukan dengan sekadar minum kopi atau teh dan didampingi camilan. Biasanya, nongkrong dilakukan bersama keluarga di pagi atau malam hari.
Hal ini tentu saja berbeda jauh dengan fenomena yang terjadi saat ini. Pasalnya, nongkrong kini bisa dilakukan di mana saja, baik itu tempat umum atau rumah teman yang kerap dijadikan basecamp. Namun, karena adanya perubahan gaya hidup, anak muda pun lebih sering berkumpul dengan teman-temannya.
Baca Juga: Benarkah Pertemanan Perempuan dan Laki-Laki Tak Bisa Tanpa Cinta?
Penelitian Marbawani (2020) juga mengungkapkan bahwa gaya hidup bisa membuat anak-anak remaja pergi menongkrong. Gaya hidup ini biasanya dipengaruhi oleh tren yang berkembang di sekitarnya. Itu sebabnya, remaja berlomba untuk menunjukkan eksistensi diri masing-masing.
Tak hanya itu, tuntutan pendidikan dan sosial yang semakin kompleks membuat remaja harus terus mengembangkan dirinya. Untuk bisa menyeimbangkannya, banyak remaja yang akhirnya menggunakan aktivitas nongkrong sebagai waktu melepas penat.
Pasalnya, di sana mereka bisa bertemu dan berkumpul dengan teman-teman untuk melupakan sejenak masalah yang menimpa. Biasanya, di sana pula mereka akan mendapatkan solusi dari teman-teman.
Anak remaja yang kerap nongkrong juga bisa disebabkan oleh rumah mereka yang tak aman. Biasanya, untuk menghindari kemelut atau masalah yang terjadi di rumah, mereka pun melupakannya dengan nongkrong bersama teman. Hal inilah tentu yang harus menjadi perhatian orang tua jika frekuensi anak nongkrong sudah berada di luar batas.
Kenapa Nongkrong Sering Distigmakan Negatif?
Sayangnya, anak tongkrongan kerap distigmakan negatif. Hal ini disebabkan mereka dianggap pengangguran karena kesehariannya hanya kumpul bersama teman-teman.
Di sesi perkumpulan itu, terkadang pula remaja menghadirkan minuman keras dan sebungkus rokok apabila kegiatan menongkrong berlangsung hingga larut malam.
Baca Juga: Memahami Potensi Generasi Muda dalam Menghasilkan Karya
Selain itu, bagi beberapa orang tua, mereka menganggap bahwa nongkrong bukanlah kegiatan produktif. Justru, mereka menganggap hal ini membuat waktu anak-anaknya terbuang karena kegiatan ini bisa berlangsung hingga dini hari.
Tentunya, jika pola hidup remaja berantakan seperti ini, bisa saja berbagai macam penyakit dan komplikasi akan menghantui mereka di kemudian hari.
Lalu, bagaimana pandangan Bani dan Anya terhadap anak tongktongan? Yuk, langsung aja dengerin siniar Kosan HAI episode “Ngomongin Anak Tongkrongan! Lu Anak Tongkrongan yang Mana?” yang dapat diakses melalui dik.si/KosanHAIE10.
Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Soalnya, di sana, ada banyak pula obrolan seru dan menarik seputar tren yang sedang viral di kalangan Gen Z.
(Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata)
Penulis : Ristiana D Putri Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV