Psikolog Ungkap Satu-satunya Cara Selamat dari Pasangan KDRT, Bukan Cuma Janji
Selebriti | 14 Oktober 2022, 14:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pedangdut Lesti Kejora mencabut laporan kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) yang diduga dilakukan suaminya Rizky Billar.
Lesti dalam laporannya sempat mengaku dicekik hingga dibanting. Lesti juga diduga dilempar bola biliar oleh suaminya.
Namun, Lesti mengatakan, Billar sudah minta maaf dan membuat perjanjian tidak akan melakukan perbuatannya lagi.
Selain itu, alasannya mencabut laporan juga karena sang anak.
"Saya memutuskan mencabut laporan terhadap suami saya. Alasannya anak saya karena mau bagaimanapun suami saya bapak dari anak saya," ucap Lesti di Polres Jaksel, Jumat (14/10/2022) dikutip dari Kompas Siang di Kompas TV.
Baca Juga: Ternyata Rizky Billar Bikin Perjanjian Tertulis Tak Akan Lakukan KDRT Lagi
Saran Psikolog
Dalam hal ini, Psikolog menilai pelaku KDRT tidak akan mudah hilang hanya karena meminta maaf dan membuat perjanjian.
Psikolog Lucia Peppy Novianti, M. Psi. mengungkapkan cara lepas dari lingkungan KDRT hanya ada satu cara yakni melakukan konseling.
Menurutnya, keputusan untuk kembali bersama dengan pasangan yang memiliki riwayat KDRT terjadi dengan alasan khilaf atau keberadaan anak.
"Nah bila memang memutuskan secara sadar akan kembali bersama sangat disarankan dilakukan konseling maupun terapi pasangan bersama psikolog ya," ujar Lucia, dikutip dari Kompas.com, (3/10/2022).
Ia mengatakan hubungan akan mampu diselamatkan hanya bila ada intervensi perubahan perilaku terutama pada pelaku dan juga diikuti pada korban.
Sering kali, korban KDRT sulit keluar dari toxic relationship karena pelaku adalah pemenuh kebutuhannya sehingga tercipta relasi kuasa.
Biasanya korban KDRT mengalami kesulitan dalam bernalar atau menata langkah hidupnya sehingga perlu konsultasi dengan profesional atau fasilitator yang tepat.
Baca Juga: Lesti Kejora Cabut Laporan, Komnas Perempuan: Siklus KDRT, Bisa Semakin Memburuk
"Sebaiknya dengan pihak yang netral ya, bukan yang mengenal korban maupun pelaku sehingga dapat meminimalkan bias pribadi," ujarnya.
Memaafkan bukan berarti harus bersama
Korban KDRT yang telah memaafkan boleh memutuskan hubungan dengan pelaku. Semua pihak pun diimbau perlu menghargai keputusan tersebut.
"Ketika korbannya menyatakan telah memaafkan maka lalu seakan-akan pelaku berhak juga menuntut untuk korban bersedia kembali bersama atau bahkan mencabut proses hukumnya," ujarnya.
Pakar yang kerap menangani penyitas KDRT ini mengimbau baik korban maupun pelaku KDRT perlu memahami jika proses memaafkan berbeda dengan keputusan soal hubungan.
"Akan lebih tepat dan mendukung kesehatan mental korban bila konteks memaafkan dan konteks kembali berhubungan didudukkan pada dua konteks terpisah, bukan sepaket ya," tuturnya.
Penulis : Dian Nita Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV, Kompas.com