> >

Intip Cara Norwegia Bangun Ekosistem Kendaraan Listrik, Bisa Diadopsi Indonesia

Energi | 19 Desember 2024, 05:30 WIB
Foto ilustrasi. Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Pertamina, Jalan Fatmawati, Jakarta, Selasa (15/12/2020). (Sumber: KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Norwegia sukses menjadi negara yang membangun ekosistem kendaraan listrik. Indonesia yang saat ini tengah bergairah terhadap kendaraan listrik bisa mengadopsi cara-cara yang diterapkan salah satu negara Skandinavia tersebut.

Seperti diketahui Norwegia berhasil menjadi pemimpin global dalam adopsi kendaraan listrik. Pada tahun 2023, kendaraan listrik sepenuhnya mendominasi pasar mobil penumpang di Norwegia, dengan mencakup 82,4% dari total penjualan.

Bagi Indonesia, sejatinya arah membangun ekosistem kendaraan listrik terus berjalan. Adanya kebijakan pemerintah pada 2023 dengan pemberian insentif bagi kendaraan listrik dan terkini yakni pemberian insentif terhadap kendaraan ramah lingkungan berteknologi hibrida alias hybrid electric vehicle (HEV). Pemberian insentif kendaraan hybrid ini merupakan bagian dari paket insentif untuk beberapa sektor penting sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat usai diterapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun 2025.  

"Bagi kelas menengah, pemerintah melanjutkan PPN DTP untuk properti dan juga melanjutkan fasilitas untuk kendaraan bermotor berbasis baterai (KBLBB) atas penyerahan roda empat yang berdasarkan TKDN," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan, Senin (16/12/2024).

Baca Juga: Populasi Kendaraan Listrik Melonjak, Utomo Chargeplus dan Kompas Gramedia Resmikan SPKLU

"Kemudian terkait dengan yang terbaru adalah PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor hybrid. Nah untuk hybrid itu pemerintah memberikan diskon sebesar 3 persen," lanjut Airlangga.

Dalam webinar Driving the future: Advancing a consumer-driven EV agenda in Indonesia, Rabu (18/12), Thomas Haug, Communication Advisor dari The Norwegian Electric Vehicle Association (NEVA), berbagi pengalaman bagaimana Norwegia membangun ekosistem kendaraan listrik. 

Ia menyoroti tiga elemen utama yang menjadi fokus dalam mendorong adopsi EV, yaitu mengatasi mitos-mitos tentang kendaraan listrik yang sering menjadi hambatan bagi konsumen, memberikan informasi dan edukasi yang jelas kepada konsumen untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang manfaat dan penggunaan EV, serta menyediakan infrastruktur pengisian daya yang memadai, termasuk solusi untuk tantangan seperti pengisian daya di apartemen atau tempat parkir bersama.

Haug menjelaskan bahwa di Norwegia, 96% pengguna EV mengisi daya di rumah pada malam hari. Namun, bagi mereka yang tinggal di apartemen dengan parkir bersama, tantangan ini sempat menimbulkan konflik hingga akhirnya parlemen Norwegia mengesahkan aturan yang mendukung pengisian daya di rumah. 

Baca Juga: 114 Unit SPKLU Disiapkan untuk Nataru 2024-2025, Pengguna Kendaraan Listrik Tak Perlu Khawatir!

“Selain itu, pemerintah Norwegia juga memberikan berbagai insentif, seperti biaya tol dan parkir yang lebih murah, untuk memastikan kendaraan listrik tetap menjadi pilihan utama masyarakat. Tanpa insentif, sulit bagi EV untuk bersaing di pasar,” tegas dia pada webinar yang diiniasi Purpose Indonesia dan Rocky Mountain Institute (RMI) itu. 

Dari sisi pengguna, Abdul Elly, anggota komunitas pengguna mobil listrik KOLEKSI, menekankan pentingnya kolaborasi dari berbagai pihak untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik di Indonesia. 

Thomas Haug, Communication Advisor dari The Norwegian Electric Vehicle Association (NEVA) saat berbicara pada webinar Driving the future: Advancing a consumer-driven EV agenda in Indonesia, Rabu (18/12/2024). (Sumber: Tangkapan layar webinar)

“Saat ini baru ada sekitar 180.000 pengguna kendaraan listrik. Baik itu Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), penyedia charging, perusahaan pembiayaan, hingga komunitas, semuanya harus memberikan masukan kepada pemerintah,” ujarnya.

Adapun Dion Arinaldo dari Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti bahwa infrastruktur pengisian daya dan jarak tempuh masih menjadi kekhawatiran utama konsumen. 

"Menurut riset kami, tantangan terbesar adalah ketakutan konsumen terhadap keberlanjutan penggunaan EV, terutama terkait jarak dan infrastruktur charging,” ungkapnya. 

Baca Juga: Catat, Pameran Kendaraan Listrik 2025: Percepat Adopsi Kendaraan Listrik untuk Indonesia Bebas Emisi

Dion menambahkan bahwa subsidi pemerintah untuk EV saat ini masih terbatas pada wilayah perkotaan dan belum disertai informasi yang memadai untuk membantu konsumen mengambil keputusan.

Sedangkan dalam pidato pembukaan webinar, Longgena Ginting, Country Director Purpose Indonesia, menekankan pentingnya kebijakan kendaraan listrik yang tidak hanya berorientasi pada teknologi, tetapi juga pada kebutuhan konsumen. 

"Memahami kebutuhan dan tantangan konsumen sangat penting untuk menciptakan ekosistem kendaraan listrik yang inklusif dan berkelanjutan," sambung Longgena.

 

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV


TERBARU