> >

Utang Paylater Masyarakat Indonesia Tembus Rp7,99 Triliun, Naik 89,20 Persen

Keuangan | 3 Oktober 2024, 13:20 WIB
Ilustrasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, utang masyarakat Indonesia lewat skema layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024, atau naik 89,20 persen secara tahunan (yoy). (Sumber: Antara/Shutterstock)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, utang masyarakat Indonesia lewat skema layanan bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL) mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024, atau naik 89,20 persen secara tahunan (yoy).

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK, Agusman mengatakan, meski pembiayaan Paylater naik, rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross terjaga di posisi 2,52 persen.

Angka itu membaik dibandingkan bulan Juli yang tercatat 2,82 persen.

“Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun, dengan NPF gross dalam kondisi terjaga di posisi 2,52 persen,” kata Agusman dalam keterangan resminya di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Rabu (2/10/2024). 

Layanan Paylater memang kian diminati warga sebagai sarana pembiayaan yang mudah, di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit. Namun, OJK juga masih mengkaji aturan terkait BNPL.

Baca Juga: Mengenal Paylater dari Bank Mandiri, BCA, dan BRI, Limitnya Ada yang Sampai Rp50 Juta!

Di antaranya mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.

Agusman menerangkan, perkembangan industri fintech juga diiringi dengan banyak tantangan. Sampai saat ini masih terdapat sejumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum.

Hingga Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.

“Per September 2024, terdapat 16 dari 98 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum Rp7,5 miliar. Dari 16 penyelenggara P2P lending tersebut, enam sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor,” ungkapnya. 

Baca Juga: Usut Dugaan Korupsi Dana CSR BI-OJK, KPK Sebut Pemakaian Dana Tak Sesuai Peruntukan

Pengguna Paylater Harus Hati-Hati

Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati memakai Paylater. 

Mereka harus mampu melunasi pinjaman yang dimanfaatkan beserta biaya lainnya seperti administrasi, bunga, denda, dan lain-lain.

“Saat ini pinjaman paylater juga sudah masuk dalam pencatatan riwayat kredit dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK – OJK Checking). Hal tersebut diartikan bahwa riwayat pembayaran cicilan paylater dapat memengaruhi riwayat kredit konsumen,” kata Friderica dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu. 

Friderica menegaskan, konsumen paylater harus bertanggung jawab terhadap utang dan menjaga riwayat kredit. Sebab, pinjaman dan riwayat kredit menggambarkan karakter pribadi.

Baca Juga: Jokowi Akan Bisiki Prabowo agar Lanjutkan Program Bantuan Beras 10 Kg

Selain itu, riwayat kredit juga dapat berdampak pada aspek kehidupan lain seperti proses lamaran kerja atau pengajuan pinjaman di sektor jasa keuangan.

Riwayat kredit yang buruk, jelas Friderica, mengindikasikan karakter yang tidak mampu mengelola uang sehingga dianggap rentan melakukan kecurangan/fraud, berisiko merusak perusahaan, atau mengalami non-performing loan atau gagal bayar dalam pinjaman jangka panjang seperti KPR.

“Masyarakat perlu membekali dirinya dengan kemampuan pengelolaan keuangan agar dapat membedakan antara kebutuhan dengan keinginan, sehingga mampu mengendalikan diri dari perilaku konsumtif dan terjebak dalam utang yang tidak produktif,” ujarnya. 

Di samping membayar sesuai nilai yang disepakati, OJK juga mengingatkan bahwa konsumen paylater memiliki kewajiban lainnya seperti mendengarkan petunjuk informasi; membaca, memahami dan melaksanakan perjanjian baku; beritikad baik; memberikan informasi/dokumen yang benar; serta mengikuti upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen.

Di sisi lain, konsumen Paylater juga memiliki hak antara lain memilih produk dan layanan keuangan, mendapatkan informasi mengenai produk dan layanan keuangan, mendapat edukasi keuangan, diperlakukan/dilayani secara benar, serta mendapat pelindungan dan upaya penyelesaian sengketa.

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Antara


TERBARU