> >

Janji Prabowo-Gibran Ciptakan 19 Juta Lapangan Kerja di Tengah Badai PHK dan Ancaman AI

Ekonomi dan bisnis | 2 Oktober 2024, 18:00 WIB
Salah satu janji yang kerap digaungkan Prabowo-Gibran adalah penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan baru. (Sumber: Kompas.tv/Ant/Aprilio Akbar)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik pada 20 Oktober 2024 mendatang. Usai dilantik, mereka akan mulai bekerja untuk mewujudkan janji-janji selama masa kampanye dulu. 

Salah satu janji yang kerap digaungkan Prabowo-Gibran adalah penciptaan 19 juta lapangan pekerjaan baru. Untuk merealisasikannya, keduanya telah merumuskan strategi yang tercantum dalam dokumen yang berisikan visi Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045.

"Impian kami semua rakyat Indonesia mempunyai pekerjaan yang layak," demikian tertulis dalam dokumen tersebut, dikutip Rabu (2/10/2024). 

Dalam misi nomor 3, disebutkan Prabowo-Gibran akan melanjutkan pengembangan infrastruktur dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif serta mengembangkan argomaritim industri di sentra produksi melalui peran koperasi. 

Dalam 17 program prioritas Prabowo-Gibran, ada program melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi berbasiskan sumber daya alam (SDA) dan maritim. 

Baca Juga: [FULL] Mengapa PHK di Indonesia Terus Meningkat & Bagaimana Pemerintah akan Tangani Hal Ini?

Kemudian ada program peningkatan ekonomi kreatif, yakni seni, musik, film, dan industri kreatif lainnya.  

Lalu program revitalisasi dan pembangunan sebagian besar hutan rusak dan tidak termanfaatkan menjadi lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari. 

Mengutip laporan Harian Kompas, Prabowo-Gibran juga berjanji bakal mendorong kewirausahaan untuk menciptakan lapangan kerja yang berkualitas. 

Di antaranya dengan mendorong perusahaan untuk menempatkan angkatan kerja berusia 18-24 tahun sebagai karyawan tetap melalui subsidi premi asuransi untuk pekerja selama 12 bulan. 

Selanjutnya, mengutamakan tenaga kerja lokal untuk mengurangi pengangguran dan memperketat masuknya tenaga kerja asing.

Baca Juga: IMF: Indonesia Catat Tingkat Pengangguran Tertinggi di ASEAN Tahun 2024, Simak Data Lengkapnya

Namun, upaya pemerintahan baru mewujudkan 19 juta lapangan kerja baru menemui sejumlah tantangan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, pada Januari hingga 26 September 2024 ada 52.993 pekerja yang kena PHK. 

Angka itu naik lebih dari 10.000 pekerja dari periode yang sama tahun lalu, yang sebesar 42.277 pekerja. 

Berdasarkan sektornya, pekerja di sektor manufaktur atau pengolahan jadi yang paling terdampak PHK. Ada 24.014 kasus PHK di sektor pengolahan, lalu sektor jasa 12.853 kasus, dan sektor pertanian-kehutanan-perikanan sebanyak 3.997 kasus PHK. 

Padahal, selama ini sektor manufaktur dan pertanian adalah yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan berkonstribusi besar pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia. 

Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, industri pengolahan berkontribusi sebesar 18,52 persen terhadap PDB pada kuartal II 2024, terbesar di antara sektor lainnya. Di posisi kedua ada sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 13,78 persen. 

Baca Juga: Tingkat Pengangguran Kaum Muda di China Mencapai 18,8% pada Agustus, Tertinggi di 2024

Dari data di atas terlihat, penciptaan lapangan kerja baru bisa tercapai jika industri manufakturnya kuat. 

Untuk mengejar target 19 juta lapangan kerja baru, Prabowo-Gibran mematok angka 20,8 persen untuk kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB di 2025. Lalu naik jadi 21,9 persen di 2029.

Tapi masalahnya, seiring badai PHK banyak perusahaan manufaktur yang mengurangi kapasitas produksi mereka bahkan hingga gulung tikar. Indikasi pelemahan sektor manufaktur juga terlihat dari data Purchasing Managers Index (PMI) yang dirilis lembaga S&P Global.  

Indeks PMI adalah indikator kondisi bisnis berbasis survei, yang mencakup ukuran individual dari output bisnis, pesanan baru, lapangan kerja, biaya, harga jual, ekspor, aktivitas pembelian, kinerja pemasok, tumpukan pesanan, dan inventaris input dan barang jadi. 

Sejak awal tahun 2024, PMI Manufaktur Indonesia berada dalam tren pelemahan. Bahkan dalam dua bulan terakhir, PMI manufaktur berada di bawah level aman 50. Yaitu 49,3 pada Juli dan 48,9 pada Agustus. 

Baca Juga: Tarif Listrik Oktober-Desember Tetap, Kementerian ESDM: Seharusnya Tarif Naik, Tetapi...

Tantangan lainnya juga datang dari masifnya penggunaan mesin dan artificial intelligent (AI) di dunia usaha. Presiden Joko Widodo bahkan menyebut, 85 juta pekerjaan akan hilang di 2025 karena hal tersebut. 

"Dan kalau kita baca, 2025 pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta, pekerjaan akan hilang 85 juta, sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja, justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang, karena tadi, adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor," ungkap Jokowi saat membuka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII di Solo pada 19 September 2024.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, sebelum pandemi target menciptakan 19 juta lapangan kerja bukanlah sesuatu yang "wah". Lantaran Jokowi juga berhasil menciptakan 10 juta lapangan kerja di era sebelum pandemi.

Namun, mayoritas dari lapangan kerja itu ada di sektor informal. Setelah pandemi, masyarakat Indonesia makin banyak yang bekerja di sektor informal. Sedangkan pekerja di sektor formal jumlahnya menurun. 

Faisal menerangkan, orang-orang yang bekerja di sektor informal adalah mereka yang tidak tertampung di sektor formal. 

Baca Juga: Presiden Jokowi Tanggapi Rencana Pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri

"Jadi daripada mereka enggak dapat duit, mereka masuk sektor informal. Mereka tidak perlu melamar kerja ke kantor-kantor atau ke toko," kata Faisal saat dihubungi Kompas.tv, Rabu (2/10).

Ia menekankan, bukan hanya jumlah lapangan kerja baru yang dikejar tapi juga kualitas pekerjaannya harus dilihat oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Termasuk kualitas upah dan perlindungan kerja. 

"Bentuk-bentuk good jobs ini yang harus kita dorong. Karena nantinya juga diharapkan bisa mendorong tingkat upah, tingkat kesejahteraan, hingga mendorong peningkatan jumlah kelas menengah yang sempat turun setelah pandemi," ujarnya. 

Mengutip data BPS, jumlah kelas menengah memang terus menurun dari 57,33 juta orang (21,45% dari populasi) pada 2019, lalu turun jadi 53,83 juta jiwa pada 2021 saat pandemi (19,82% dari populasi), turun lagi menjadi 47,85 juta jiwa (17,13% dari populasi) hingga pertangahan 2024.

Faisal menjelaskan, upaya yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi lonjakan PHK. Melibatkan bauran kebijakan dan lintas kementerian lembaga (KL).

Baca Juga: Apa Saja Terobosan Baru yang Akan Dibuat oleh DPR RI Periode 2024-2029 untuk Rakyat?

"Diperlukan upaya ekstra, terobosan untuk mengatasi lonjakan PHK apalagi sampai menargetkan angka 19 juta lapangan kerja baru," ucapnya. 

Pasalnya, PHK juga tidak disebabkan oleh 1-2 kebijakan atau KL. Misalnya industri padat karya yang pasarnya di dalam negeri tergerogoti produk impor akibat kebijakan Kementerian Perdagangan. 

Lalu ada sektor padat modal dan padat teknologi seperti startup yang marak PHK tapi dengan sebab yang berbeda. 

Faisal menegaskan, Prabowo-Gibran harus mengevaluasi sektor perdagangan, investasi dan industri untuk menekan potensi PHK di 2025 dan tahun-tahun berikutnya.

 

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV, Harian Kompas


TERBARU