> >

Empat Faktor Ini Jadi Penyebab Tiket Pesawat Mahal Kata Menhub Budi Karya Sumadi

Energi | 1 Oktober 2024, 20:34 WIB
Foto ilustrasi tiket pesawat. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan empat faktor utama yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat dalam negeri. (Sumber: Tribunnews)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik yang cenderung mahal telah menjadi perhatian publik. Menanggapi hal ini, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan empat faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya harga tiket pesawat dalam negeri.

Dalam Konferensi Pers Kinerja Sektor Transportasi 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang digelar di Jakarta, Selasa (1/10/2024), Budi Karya menjelaskan bahwa penyebab mahalnya tiket pesawat tidak hanya berasal dari satu sumber.

"Sebenarnya saya berulang-ulang kali mengatakan bahwa harga tiket bukan karena kami saja, ada empat faktor yang jika diselesaikan dapat menurunkan harga," ujarnya dikutip dari Antara.

Faktor pertama yang disoroti Menhub adalah harga avtur atau bahan bakar pesawat. Menurutnya, jika harga avtur di Indonesia bisa setara dengan negara lain, hal ini berpotensi menurunkan harga tiket pesawat.

"Saya sudah melakukan rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Pak Luhut Binsar Pandjaitan, mengenai perbaikan harga avtur," tambahnya.

Menhub juga menyoroti bahwa di negara lain terdapat multi provider untuk avtur, sementara di Indonesia cenderung monopolistik.

Faktor kedua adalah pajak impor suku cadang pesawat. Budi Karya membandingkan situasi di Indonesia dengan negara tetangga.

"Sparepart kita dikenakan pajak, sementara di Singapura dan Malaysia tidak. Bayangkan dampaknya terhadap 400 pesawat yang kita miliki."

Menhub menyatakan bahwa isu ini sedang dalam proses penyelesaian.

Poin ketiga yang menjadi perhatian adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% untuk penumpang dan avtur.

Menhub berpendapat bahwa hal ini sudah tidak relevan mengingat transportasi udara kini telah menjadi kebutuhan primer masyarakat.

Baca Juga: Luhut Sebut Avtur dari Minyak Jelantah Bisa Bikin Cuan Rp13 T, Diluncurkan September 2024

"Dulu ketika saya kecil, melihat pesawat itu sudah dianggap hal yang luar biasa. Sekarang, kita ke mana-mana menggunakan Boeing 737. Ini sudah menjadi kebutuhan primer, jadi tidak relevan jika dikenakan PPN," jelasnya.

Faktor keempat yang ditekankan Menhub adalah pentingnya sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan.

"Kita harus saling berkolaborasi dan memberikan sumbangsih. Jika tidak, masalah ini tidak akan selesai," tegasnya.

Budi Karya menekankan bahwa penyelesaian keempat faktor ini memerlukan koordinasi yang intens antar kementerian dan lembaga terkait.

Ia berharap dengan adanya perbaikan pada aspek-aspek tersebut, harga tiket pesawat domestik dapat menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.

Bos Air Asia Blak-blakan 

Adapun CEO Capital A Berhad Tony Fernandes yang merupakan induk usaha maskapai penerbangan AirAsia, baru-baru ini mengungkapkan beberapa faktor kunci yang berkontribusi pada tingginya harga tiket pesawat untuk rute domestik di Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan di Jakarta pada Sabtu (7/9/2024), menanggapi fenomena mahalnya tiket pesawat yang telah lama menjadi keluhan masyarakat Indonesia.

Fernandes mengidentifikasi tiga faktor utama yang menyebabkan tingginya harga tiket pesawat di Indonesia:

Menurut dia, harga avtur (bahan bakar pesawat) yang dijual oleh Pertamina menjadi komponen paling dominan dalam struktur biaya maskapai penerbangan.

"Harga bahan bakar di Indonesia adalah tertinggi di ASEAN, sekitar 28 persen lebih mahal," ungkapnya dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Menparekraf Sandiaga Uno Prediksi Tiket Pesawat Turun 10 Persen Mulai Oktober

Ia menambahkan bahwa tarif avtur di Indonesia bahkan lebih mahal dibandingkan dengan banyak negara lain di dunia.

Kemudian Fernandes menyoroti kurangnya kompetisi di antara penyedia avtur di Indonesia sebagai faktor penting. Berbeda dengan Malaysia yang memiliki beberapa pemasok avtur dari perusahaan berbeda, Indonesia masih bergantung sepenuhnya pada Pertamina.

"Di Malaysia, ada dua atau tiga perusahaan. Di sebagian besar negara, ada pilihan pemasok. Jika hanya ada satu di Indonesia, mereka dapat mengenakan biaya yang mereka inginkan," jelasnya.

Faktor ketiga yang disebutkan Fernandes adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak impor untuk suku cadang pesawat.

Meskipun tidak merinci lebih lanjut, ia menegaskan bahwa kedua jenis pajak ini berkontribusi signifikan terhadap tingginya biaya operasional maskapai.

 

Penulis : Danang Suryo Editor : Gading-Persada

Sumber : Antara


TERBARU