> >

Pakar Sebut Ojol yang Minta Legalitas Bisa Berdampak Negatif, Ini Alasannya

Ekonomi dan bisnis | 30 Agustus 2024, 15:14 WIB
Aksi unjuk rasa driver ojek online (ojol) di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (29/8/2022). (Sumber: Tribunnews/Naufal Lanten.)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Demo besar-besaran yang melibatkan ribuan driver ojol dan kurir online pada Kamis (30/8/2024) ramai dibicarakan di media sosial. Kata kunci ojol masuk trending topic platform X dengan menghimpun lebih dari 22.300 tweet.

Salah satu tuntutan ojol adalah melegalkan ojek online di Indonesia dengan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) beberapa kementerian terkait yang membawahi ojek online sebagai angkutan sewa khusus.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai tuntutan mitra ojek online (ojol) yang menginginkan adanya status legalitas bagi para pekerja ojol dan kurir online dapat berdampak negatif bagi para pekerja itu sendiri.

Baca Juga: Alasan Ojol Demo Tuntut Penetapan Aturan Tarif, Minta Pemerintah Kaji Soal ini

Pasalnya, kata Nailul, ojol yang merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig sangat menitikberatkan pada fleksibilitas waktu dalam bekerja.

"Saya paham tuntutan mereka juga akan mengarah kepada status pekerja bagi driver ojek online, di mana bisa mendapatkan hak yang mereka tuntut. Namun, lagi-lagi masalahnya adalah ketika statusnya pekerja maka bentuk kontraknya bukan sebagai pekerja gig lagi. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan sebagainya," ujar Nailul mengutip Antara, Jumat (30/8/2024)

Formalisasi pekerja ojol, lanjutnya, juga bisa menjebak para pengemudi ojol pada jebakan pekerjaan dengan kualitas rendah tanpa ada kesepakatan untuk mengembangkan kemampuannya.

Oleh karena itu, menurut Nailul, masalah sebenarnya adalah bukan di dalam status sebagai angkutan umum. Sebab, sejak awal tidak ada permasalahan tentang status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan.

Isu legalisasi ojol tersebut sudah bergulir sejak 2023 lalu, ketika Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengajukan draf Permenaker Ojek Online. Sebab saat itu, mayoritas pengemudi ojol menolak pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.

"Pembatasan jam kerja akan merugikan kami, karena tidak fleksibel," kata Ketua Umum Gograber Indonesia Ferry Budhi saat melakukan aksi demo di depan Gedung Kemenaker, Jakarta beberapa waktu lalu.

Penulis : Ade Indra Kusuma Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU