> >

Daya Beli Kelas Menengah Turun, Pengamat Ingatkan Ekonomi Negara Mudah Kena Krisis

Ekonomi dan bisnis | 8 Agustus 2024, 13:29 WIB
Para pekerja menaiki anak tangga jembatan penyeberangan orang di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, saat jam pulang kerja, Senin (19/6/2023). (Sumber: Kompas.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan, pelemahan konsumsi rumah tangga yang saat ini terjadi disebabkan oleh menurunnya daya beli kelas menengah. 

Meski konsumsi rumah tangga masih menyumbang lebih dari 50% pertumbuhan ekonomi kuartal II 2024, Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga terus turun dalam 9 bulan terakhir. 

Pada triwulan IV-2023 (Oktober-Desember), konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,47 persen. Pada triwulan I-2024 (Januari-Maret), konsumsi tumbuh 4,91 persen. Terakhir, konsumsi rumah tangga hanya mampu tumbuh 4,93 persen pada triwulan II-2024 (April-Juni).

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi RI 5,05 Persen di Triwulan II-2024, Konsumsi Rumah Tangga Berkontribusi Terbesar

Menurut Faisal, kelas menengah, khususnya menengah-bawah, adalah motor utama pertumbuhan ekonomi yang menyumbang hingga separuh dari total konsumsi rumah tangga.

”Income dan daya beli masyarakat kelas menengah memang sudah turun, dan itu memengaruhi seluruh tingkat konsumsi rumah tangga sehingga di bawah 5 persen. Itu juga yang akan menahan laju peningkatan pertumbuhan ekonomi secara umum,” kata Faisal seperti dikutip dari Kompas.id, Kamis (8/8/2024). 

Faisal mengatakan, jika daya beli kelas menengah melemah, maka pondasi perekonomian suatu negara akan rapuh.

Baca Juga: BPS Catat Deflasi 0,18 Persen pada Juli 2024, Disumbang Harga Bawang Merah dan Cabai Merah

”Pertumbuhan yang baik dalam jangka panjang bisa tercapai jika kelas menengahnya kuat, bukan bertumpu pada kelas atas. Tanpa kelas menengah yang kuat, negara akan gampang terkena guncangan krisis,” ujarnya. 

Data BPS diatas menjadi sinyal kondisi yang tidak wajar. Lantaran secara historis, konsumsi masyarakat semestinya meroket pada periode itu karena adanya faktor momen Ramadhan, Idulfitri, dan musim liburan sekolah.

Faisal menilai, bukan tidak mungkin tekanan yang dialami kelas menengah saat ini akan menjadi krisis sosial.

Baca Juga: Kelas Menengah di Indonesia Terpuruk, Fenomena “Chilean Paradox” Sudah Terjadi?

Ia menuturkan, banyak kebijakan pemerintah yang selama ini menekan kelas menengah. Sehingga ke depannya pemerintah harus lebih hati-hati lagi agar tidak mengeluarkan kebijakan yang bisa semakin menekan kelas menengah. 

”Sebab, kalau melihat arah kebijakan saat ini, sudah banyak yang menjurus ke situ. Termasuk kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) jadi 12 persen, perluasan cukai, dan lain sebagainya yang bisa semakin menekan daya beli,” ungkapnya. 

 

Penulis : Dina Karina Editor : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas.id


TERBARU