Masuk Daftar Pembayar Pajak Terbesar, Bos BRI Sebut BUMN Harus Untung agar Punya Dampak Sosial
Ekonomi dan bisnis | 5 Agustus 2024, 15:30 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menjadi salah satu di antara 20 grup perusahaan di Indonesia yang menjadi penyumbang setoran pajak terbesar sepanjang 2023.
Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan bahwa BRI sebagai perusahaan BUMN, memiliki peran sebagai agent value creator dan agent of development.
Agar dapat menjalankan fungsi tersebut secara simultan, BRI harus mencetak keuntungan.
Sunarso menekankan bahwa sebagai 'bank rakyat', keuntungan yang diperoleh BRI pun pada akhirnya akan kembali ke negara sebagai pemegang saham mayoritas, selanjutnya dipergunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia melalui berbagai program pemerintah.
Baca Juga: Ada Pemutihan Pajak Kendaraan di Wilayah Ini, Gratis Progresif hingga 31 Agustus 2024
"Dengan memperoleh keuntungan atau economic value, maka perusahaan BUMN bisa memiliki modal untuk menciptakan social value sehingga ekonomi akan berputar. Dan BRI sudah membuktikan bahwa selama ini bisa menjalankan peran economic value dan social value secara simultan,” kata Sunarso dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.tv, Senin (5/8/2024).
Terhitung sejak tahun 2019 hingga akhir Kuartal I-2024, BRI telah menyetorkan Rp192,06 triliun kepada kas negara.
Apabila dirinci, pada tahun 2019 BRI menyetorkan Rp26,56 triliun, tahun 2020 menyetorkan Rp28,38 triliun, tahun 2021 menyetorkan Rp27,09 triliun, tahun 2022 menyetorkan Rp34,18 triliun dan tahun 2023 menyetorkan Rp45,34 triliun.
Sedangkan untuk tiga bulan pertama di tahun 2024, BRI telah menyetorkan senilai Rp31,03 triliun ke kas negara.
"Setoran ini berasal dari pembayaran Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Bea Materai, Pajak Penghasilan Badan, Dividen dan Pajak Daerah," ujar Sunarso.
Baca Juga: ESDM Siapkan Insentif dan Bagi Hasil Kontraktor Migas Lebih dari 50 Persen untuk Genjot Produksi
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI (DJP Kemenkeu) memberikan apresiasi kepada perusahaan pembayar pajak terbesar dalam kegiatan bertajuk "Malam Apresiasi dan Penghargaan Hari Pajak 2024" di Kantor Pusat DJP, Jakarta, pada Jumat (26/7/2024).
“Secara prinsip, yang kami lakukan malam ini adalah bagaimana kita mendudukkan diri dan menyamakan pemahaman bahwa pajak ada untuk negara, dikumpulkan pajak sepenuhnya untuk kepentingan negara, dan pembayaran pajak adalah kewajiban yang harus digunakan oleh negara,” tutur Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Daftar 20 Perusahaan Pembayar Pajak Terbesar Tahun 2023:
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- Grup Djarum - Robert Budi Hartono
- Grup Adaro - Garibaldi Thohir
- Grup Bayan Resource - Low Tuck Kwong
- Grup Indofood - Anthoni Salim
- Grup Sinarmas - Indra Widjaja
- Grup Gudang Garam - Susilo Wonowidjojo
- Grup Indika Energy - Hapsoro
- Grup MedcoEnergi - Arifin Panigoro
- Grup Musim Mas - Bachtiar Karim
- Grup Wings - Eddy William Katuari
- Grop Trakindo - Rachmat Mulyana Hamami
- Grup Agung Sedayu - Susanto Kusumo
- Grup CT Corp - Chairul Tanjung
- Grup Harum Energy - Lawrence Barki
- Grup Triputra - T.P. Racmat L. R. Imanto
- PT Pertamina (Pesero)
- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
- PT Pupuk Indonesia (Persero)
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
Baca Juga: Cek Jadwal dan Lokasi Akses Gerbang Tol Terdampak Ganjil Genap Jakarta 5-9 Agustus 2024
Mengutip lamam resmi Kemenkeu, Senin (5/8), realisasi pendapatan negara pada 2023 mencapai Rp2.774,3 triliun, tumbuh 5,3 persen dibandingkan realisasi tahun 2022.
Dari total realisasi pendapatan negara tersebut, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp2.155,4 triliun melampaui target APBN 2023, tumbuh kuat sebesar 5,9 persen dari realisasi tahun 2022.
Selanjutnya, penerimaan perpajakan didukung realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.869,2 triliun melampaui target APBN 2023.
Di sisi lain, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp286,2 triliun dan PNBP mencapai Rp605,9 triliun.
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan Pendapatan Kekayaan Negara yang Dipisahkan, yang berasal dari dividen BUMN dan penerimaan SDA Non Migas, meskipun Pendapatan SDA Migas mengalami kontraksi akibat moderasi harga komoditas terutama minyak bumi.
Penulis : Dina Karina Editor : Vyara-Lestari
Sumber :