> >

Ketum Kadin Nilai Intervensi BI terhadap Rupiah Diperlukan: Kita Masih G20, Beda dengan G7

Ekonomi dan bisnis | 28 Juni 2024, 05:38 WIB
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid saat diwawancarai Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, dalam program Rosi, Kamis (27/6/2024). (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, kehadiran Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan nilai tukar rupiah tetap diperlukan.

Meskipun sejumlah pihak menilai apa yang dilakukan BI hanya membuang-buang cadangan devisa, karena melakukan intervensi melawan pasar.

Menurut Arsjad, intervensi yang dilakukan BI adalah sinyal untuk menegaskan peran bank sentral kepada pasar.

“Apa yang dilakukan BI itu memang tetap harus dilakukan, tapi tinggal jumlahnya berapa. Cadangan devisa kita itu kan ada 6 kali dari ekspor,” kata Arsjad saat diwawancarai Pemimpin Redaksi Kompas TV, Rosiana Silalahi, dalam program Rosi, Kamis malam (27/6/2024).

“Intervensi BI itu signaling kepada pasar. Mereka seperti mengatakan “We are here, we are ready”,” imbuhnya.

Baca Juga: Ketum Kadin soal Pelemahan Rupiah: Ekonomi Makro RI Baik-Baik saja, tapi Semua Cinta Dolar

Saat disinggung tentang bank sentral Jepang atau Bank of Japan yang tidak melakukan intervensi padahal nilai yen anjlok lebih dalam dibanding rupiah terhadap dolar, Arsjad menilai hal itu karena Jepang adalah negara maju.   

“Itu bedanya, mereka G7 kita masih G20, kita masih developing country. Kalau negara G7 orang sudah menganggapnya “Wah raksasa semuanya ada”. Tapi kalau kita sangat sensitive. Jadi signaling itu diperlukan,” jelasnya.

Apalagi, lanjutnya, Indonesia baru saja melaksanakan pemilihan umum (Pemilu) dan sudah ada presiden-wakil presiden terpilih. Sehingga fokus pasar terhadap Indonesia kini bertambah 2-3 kali lipat.

Baca Juga: Pusat Data Nasional Belanjakan Anggaran Rp700 M Sepanjang 2024, tapi Kini Terkena Serangan Siber

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menegaskan komitmennya untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Bank Indonesia terus berada di pasar dan akan tetap berusaha menstabilkan nilai tukar rupiah,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo seusai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (20/6) malam.

Menurutnya, dalam merespons pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir-akhir ini BI telah melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa yang saat ini posisinya sebesar 139 miliar dolar AS.

Perry menjelaskan, cadangan devisa tersebut dikumpulkan saat terjadi aliran modal yang masuk ke Indonesia (inflow) dan dimanfaatkan ketika keluarnya modal asing dari Indonesia (outflow), dalam rangka menjaga stabilitas rupiah.

Baca Juga: Smelter Freeport di Gresik Resmi Beroperasi, Investasinya Rp58 T dan Disebut Terbesar di Dunia

Selain itu, di bawah koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), BI juga berupaya mempertahankan stabilitas Surat Berharga Negara (SBN) dengan membeli SBN dari pasar sekunder.

Selanjutnya, BI memanfaatkan instrumen jangka pendek yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) guna menarik arus masuk valuta asing, dan mengurangi arus keluar dengan tujuan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.

Baca Juga: BASF dan Eramet Batal Investasi pada Smelter Nikel di Maluku Utara, Ini Kata Kementerian Investasi

“Sampai saat ini terjadi inflow dari penerbitan SRBI. Jumlahnya besar Rp179,86 triliun itu inflow dari asing yg membeli SRBI, dan itu menambah pasokan di valas,” ungkap Perry seperti dikutip dari Antara.

Dia pun menjelaskan, BI terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait Devisa Hasil Sumber Daya Alam (DHE SDA).

Dari jumlah DHE SDA yang masuk sebesar Rp13 miliar, sebanyak Rp3,9 miliar disalurkan ke BI.

Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU