> >

Ketum Kadin soal Pelemahan Rupiah: Ekonomi Makro RI Baik-Baik saja, tapi Semua Cinta Dolar

Ekonomi dan bisnis | 27 Juni 2024, 23:59 WIB
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid dalam program Rosi, Kamis (27/6/2024). Ia menilai, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini terhadap dolar Amerika lebih disebabkan faktor eksternal. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menilai, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini terhadap dolar Amerika lebih disebabkan faktor eksternal.

Yaitu karena sentiment pasar terhadap sikap Bank Sentral AS atau The Fed yang memberi sinyal akan menahan bunga acuan tinggi lebih lama.

Hal itu membuat investor lebih tertarik memarkir uangnya dalam bentuk dolar AS.

“Secara risk dunia ini, Indonesia ini lebih tinggi dari Amerika Serikat. Karena everybody love dollar, merasa comfortable,” kata Arsjad saat diwawancarai Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi, dalam program Rosi, Kamis (27/6/2024).

Menurut Presiden Direkrut Indika Energy itu, kondisi makro ekonomi Indonesia saat ini sedang baik.

Meski begitu, pelemahan rupiah tetap harus diwaspadai. Apalagi bagi dunia usaha yang tidak boleh lengah dengan kondisi dunia global saat ini, yang bisa mempengaruhi keberlangsungan usahanya.

“Ini tetap harus diwaspadai, dalam bisnis juga harus tetap agile. Karena secara geopolitik tidak bai-baik saja. Secara makro ekonomi, Indonesia baik-baik saja,” ujarnya.

Baca Juga: Pusat Data Nasional Belanjakan Anggaran Rp700 M Sepanjang 2024, tapi Kini Terkena Serangan Siber

Ia mencontohkan harga energi yang naik saat terjadi perang di Timur Tengah.

Kemudian terkait pangan yang berkaitan dengan kepentingan banyak orang. Arsjad menyebut kewaspadaan pangan harus ditingkatkan karena adanya climate change.

“Dubai aja banjir loh, Dubai yang enggak pernah hujan tiba-tiba hujan sebesar itu,” sebutnya terkait peristiwa banjir di Dubai beberpaa waktu lalu.

“Jadi bagaimana memastikan harga pangan harus kita tahan, karena kembalinya ke perut itu nanti,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang sempat menyentuh angka Rp16.431 pada Mei lalu dipengaruhi oleh kekecewaan pasar terhadap kondisi perekonomian global.

Suku bunga The Fed diperkirakan tidak akan mengalami penurunan sebanyak seperti yang diharapkan pasar.

Padahal pasar memprediksi akan terjadi penurunan sebanyak empat hingga lima kali pada tahun ini.

Namun, hingga sejauh ini, Fed Fund Rate (FFR) masih stabil pada posisi 5,5 persen dan tidak menunjukkan tanda akan terjadi penurunan.

Baca Juga: Smelter Freeport di Gresik Resmi Beroperasi, Investasinya Rp58 T dan Disebut Terbesar di Dunia

“Bahkan yang paling optimis penurunannya hanya satu kali pada tahun ini. Ini yang menyebabkan ekspektasi pasar yang kecewa, sehingga menimbulkan reaksi yang menyebabkan penguatan indeks dolar AS dan menyebabkan depresiasi mata uang, termasuk mata uang kita,” terang Sri Mulyani dalam konferensi pers realisasi APBN di Jakarta, Kamis (27/6) siang.

Rupiah mengalami depresiasi 6,58 persen, senada dengan nilai tukar sejumlah negara berkembang lainnya. Namun, menurut Menkeu, pelemahan nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan Brasil dan Jepang yang menunjukkan pelemahan jauh lebih dalam.

“Bahkan Jepang berada pada level yang sebanding dengan 1986,” ujar Sri Mulyani seperti dikutip dari Antara.

Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU