> >

Luncurkan Digitalisasi Izin Event, Jokowi Singgung Konser Taylor Swift dan Coldplay

Ekonomi dan bisnis | 24 Juni 2024, 14:37 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung masih rumitnya perizinan acara atau event internasional seperti konser, yang sangat merugikan Indonesia. (Sumber: Antara/Yashinta Difa Pamudyani)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung masih rumitnya perizinan acara atau event internasional seperti konser, yang sangat merugikan Indonesia.

Salah satunya konser penyanyi asal Amerika Serikat, Taylor Swift yang digelar selama enam hari di Singapura.

Musisi tersebut tidak menggelar konser di Indonesia, padahal Jokowi yakin mayoritas penontonnya di Singapura berasal dari Indonesia.

Hal itu ia sampaikan dalam Peresmian Peluncuran Digitalisasi Layanan Perizinan Penyelenggaraan Event di Jakarta, Senin (24/6/2024).

Baca Juga: Thomas Djiwandono Bantah Prabowo Mau Naikkan Rasio Utang jadi 50 Persen dari PDB

“Kita tahu, yang baru saja diselenggarakan (konser) Taylor Swift di Singapura pada Maret lalu. Diselenggarakan enam hari di Singapura, dan Singapura adalah satu-satunya negara ASEAN yang menyelenggarakan itu,” kata Jokowi seperti dikutip dari Antara.

“Apa yang terjadi kalau kita berbondong-bondong nontonnya ke Singapura? Itu ada yang namanya capital outflow. Aliran uang dari Indonesia menuju ke Singapura. Kita kehilangan. Kehilangan uang bukan hanya untuk beli tiket, tetapi kehilangan uang Indonesia untuk bayar hotel, makan, untuk transportasi,” sambungnya.

Hal serupa juga terjadi saat konser Coldplay pada 2023 lalu. Di mana Coldplay hanya konser selama satu hari di Indonesia namun mereka tampil beberapa hari di Thailand dan Singapura.

Baca Juga: Prabowo Sepakat Program Makan Bergizi Gratis Dilakukan Bertahap, Tahun Depan Anggarannya Rp71 T

“Saya pastikan lebih dari separuh (penontonnya) dari Indonesia, karena di sini tiketnya baru 20 menit saja sudah habis (terjual), tetapi mau nambah tidak bisa. Kenapa? Saya tanya ke penyelenggara, karena memang urusan perizinan kita ruwet,” ungkapnya.

"Padahal yang saya dengar kualitas suara sound system waktu Coldplay di GBK dengan yang di sana (luar negeri), itu bagus yang di sini. Ini yang harus kita tepuk tangani. Tetapi (Indonesia) hanya dapat sehari. Inilah yang harus kita selesaikan," sambungnya.

Dalam acara tersebut, mantan Wali Kota Solo itu meminta adanya sistem online single submission (OSS) pada perizinan penyelenggaraan berbagai acara atau event di Indonesia, dan harus bisa mempermudah pengurusan izin.

Bukan hanya sekadar peluncuran website perizinan tapi memberi manfaat maksimal kepada para penyelenggara.

Baca Juga: Jokowi Ganti Pj Gubernur Sumut, Sumsel, NTB, Istana Minta Jangan Dikaitkan Bobby dan Pilkada

Yaitu dengan memberikan kepastian jauh-jauh hari, memotong birokrasi, hingga biaya pengurusan yang murah dan transparan.

Di sisi lain, Jokowi juga meminta para penyelenggara acara untuk mengurus perizinan jauh-jauh hari.

“Artinya itu ada perencanaan yang baik, manajemen perencanaan yang baik, kapan event itu diselenggarakan. Jajaran pemerintah juga tadi disampaikan oleh Pak Kapolri, totalnya bisa disampaikan hanya dalam waktu 14 hari untuk beberapa perizinan tadi. Sehingga penyelenggara bisa mempromosikan event-nya, bisa menjual tiketnya dengan baik,” tuturnya.

Sementara untuk pihak Kepolisian, Presiden meminta aparat keamanan menjamin bahwa izin penyelenggaraan acara didukung dengan kinerja pengamanan yang baik.

Baca Juga: Gelontoran Bansos Jokowi Pengaruhi Kepuasan Publik, Akan Dilanjutkan Prabowo-Gibran?

“Di negara kita ini sudah izinnya keluar saja masih dibatalkan kok. (Sering) kejadian itu, saya enggak sekali, dua kali mendapatkan keluhan itu. Sudah keluar izin saja (acara) bisa dibatalkan, saya tidak tahu karena apa. Alasan karena keamanan. Ya keamanan itu tugasnya aparat kepolisian untuk menyelesaikan agar yang tidak aman menjadi aman,” terangnya.

Ia pun berjanji akan terus memantau implementasi digitalisasi layanan perizinan penyelenggaraan event agar berjalan efektif dan menghindari pelanggaran.

“Karena yang terjadi dulu pernah di sebuah kementerian sudah dibuatkan OSS, tetapi karena tidak pernah dicek, enggak pernah dikontrol, sistemnya dimatikan. Artinya apa? Manual lagi. Artinya ketemu-ketemu lagi, dan akhirnya ditangkap oleh KPK,” katanya.

Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya

Sumber : Antara


TERBARU