> >

Pemerintah akan Tambah Lembaga yang Berwenang Tetapkan Kehalalan Produk

Ekonomi dan bisnis | 16 Mei 2024, 18:28 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan menambah jumlah lembaga yang berwenang menetapkan kehalalan produk. (Sumber: Kemenko Perekonomian )

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan menambah jumlah lembaga yang berwenang menetapkan kehalalan produk.

Lantaran selama ini jumlah lembaga yang berwenang tak memadai dengan banyaknya usaha yang ingin mendaftar sertifikasi halal. 

Airlangga mengakui, program pemerintah yang mewajibkan sertifikasi halal pada Oktober 2024 ini menemui kendala.

Salah satunya terkait waktu proses penetapan halal. Pemerintah pun akhirnya menunda aturan wajib sertifikasi halal menjadi 2026. 

Hal itu diputuskan dalam Rapat Internal Percepatan Kewajiban Sertifikasi Halal dan Perkembangan RPP Jaminan Produk Halal di Istana Merdeka, Rabu (15/5/2024). 

"Rapat dengan Bapak Presiden terkait dengan revisi PP 39 Tahun 2021 yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan dengan perubahan Undang-Undang Cipta Kerja tersebut diatur beberapa perubahannya. Salah satunya adalah perluasan kewenangan penetapan kehalalan produk," kata Airlangga dalam keterangan resminya usai rapat. 

Baca Juga: 100.000 Jemaah Umrah Indonesia Belum Kembali ke Tanah Air, Kemenag Sebut Visa Berlaku sampai 23 Mei

"Tidak hanya MUI tetapi juga oleh MUI Provinsi, MUI Kabupaten/Kota, atau Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh dan juga oleh Komite Fatwa Produk Halal. Sebelum terbentuknya Komite Fatwa Produk Halal, tugas komite ini dijalankan oleh Kementerian Agama,” sambungnya. 

Ia menyampaikan, saat ini juga sedang disiapkan draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perubahan PP 39 Tahun 2021 untuk mengakomodir perubahan pada UU Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. 

Draft tersebut meliputi penambahan lingkup inspeksi terhadap “tempat lainnya untuk pemotongan hewan/ unggas” selain istilah “Rumah Potong Hewan (RPH)”, dan melakukan sinkronisasi peraturan di Kementerian Pertanian dengan peraturan di Kementerian Agama.

Kemudian penetapan kehalalan produk dilakukan berdasarkan standar fatwa halal yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Termasuk pembentukan Komite Fatwa Halal terdiri atas unsur akademisi dan ulama yang ditetapkan oleh Menteri Agama.

Baca Juga: Pemerintah Tunda Pemberlakuan Wajib Sertifikasi Halal UMKM hingga 2026

“Selama ini diatur dalam PP 39 Kementan bahwa ayam hanya dipotong di RPH. Tetapi ditambahkan disini tempat lainnya untuk pemotongan hewan dan unggas. Artinya di pasar basah bisa dipotong,” ujarnya. 

Selain itu, berdasarkan PP 39 Tahun 2021 kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan dan jasa penyembelihan akan selesai pada 17 Oktober 2024. 

Namun, pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal belum mencapai target di mana masih banyak produk UMK yang belum tersertifikasi.

Penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH sejak 2019 untuk semua jenis produk baru mencapai 4.418.343 produk (per 15 Mei 2024) dari target BPJPH 10.000.000 produk. Sehingga baru 44,18%.

Baca Juga: Kemenag Tegur Keras Garuda Indonesia Buntut Insiden Percikan Api di Pesawat Jemaah Haji

Sedangkan total jumlah UMK yang ada sekitar 28 juta unit usaha.

“Oleh karena itu tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa untuk UMKM makanan, minuman dan yang lain itu pemberlakuannya diundur. Tidak 2024 tetapi 2026. Itu disamakan dengan obat tradisional, herbal dan yang lain," terangnya. 

"Kemudian produk kosmetik juga 2026. Kemudian aksesoris, barang gunaan rumah tangga, berbagai alat kesehatan, dan juga terkait dengan halal yang lain yang berlakunya 2026. Jadi khusus UMKM itu digeser ke 2026,” lanjutnya. 

Pemberlakuan kewajiban sertifkasi halal untuk produk makanan, minuman, hasil penyembelihan, dan jasa penyembelihan setelah 17 Oktober 2024 tetap diberlakukan untuk pelaku usaha menengah dan besar. 

Baca Juga: Kemenag Buka Lagi Program Beasiswa Pemerintah Maroko 2024, Pendaftaran Ditutup 20 Mei

Sedangkan untuk pelaku usaha mikro dan kecil diundur sampai 17 Oktober 2026.

Direlaksasi untuk produk impor sampai 17 Oktober 2026, berdasarkan Mutual Recognition Agreement (MRA). 

Kemudian yang terkait dengan produk dari berbagai negara lain akan diberlakukan setelah negara tersebut menandatangani MRA dengan indonesia. 

"Tadi dilaporkan oleh Pak Menteri Agama saat sekarang ada 16 negara sudah melakukan MRA. Maka negara yang sudah melakukan MRA itu diberlakukan, karena halalnya disertifikasi di negara asal sehingga barangnya bisa masuk. Tetapi bagi negara yang belum menandatangani MRA ini belum diberlakukan,” jelas Airlangga. 

Penulis : Dina Karina Editor : Deni-Muliya

Sumber :


TERBARU